Asmi hanya bisa menatap pria dewasa di depannya, lantas ia harus berkata apa sekarang?
"Den, teh punya Asmi keburu dingin di dalem...amih sama yang lain juga pasti nungguin," jawab Asmi, sejauh ini ia hanya bisa menghindar saja dari Agah, ingin menolak terang-terangan sudah pasti akan menjadi masalah di kemudian hari.
Agah tertawa sumbang, "neng," ia memohon.
"Baru kali ini saya menurunkan harga diri, memohon pada seorang gadis."
Asmi memberanikan dirinya untuk menatap Agah dengan tegas, "den, maaf. Tapi Asmi engga. Asmi ngga bisa bohong," tolaknya.
Agah tersenyum miring dan mengangguk paham, "jadi selama ini saya masih bertepuk sebelah tangan?"
Asmi memandang ke lain arah dan menghirup nafas banyak-banyak seolah mencari kekuatan, "Asmi tau, keluarga udah setuju, dan ngga menutup kemungkinan kalau sekarang di dalem sana, amih-apih sama den mas Harya juga kanjeng nganten lagi ngomongin tanggal." Tunjuk Asmi ke arah pabrik, dimana semua orang yang hadir ada di kantor apih.
Kemudian Asmi menunjuk dadhanya, "tapi disini, Asmi ngga ngerasain apa-apa. Maaf banget raden, maaf." Jawabnya jujur. Alis yang semula bertaut terkesan menukik kini mengendur dan ia mengulas senyuman, "saya senang sama kejujuran kamu. Saya tau, tapi kita bisa coba neng Asmi. Ambu sama Apa saya, menikah karena dijodohkan, amih dan apih kamu juga begitu, kang Bajra dan teh Nawang...tapi kehidupan mereka baik-baik saja, terkesan harmonis, cinta akan tumbuh karena terbiasa, neng. Usia saya sudah hampir kepala 3, jika harus mencari lagi pilihan sendiri, jujur saya belum menemukan yang seperti neng Asmi, belum lagi yang sesuai dengan hati, aturan keluarga dan selera ambu--apa. Jadi saya...tak mungkin membatalkan perjodohan."
Asmi semakin merasakan terjepit dan sesak, rupanya anak bupati turunan ningrat murni yang merupakan dosen ini tak mau mengerti. Asmi cukup tau dari ucapannya barusan, maka selesai sudah hidupnya! Ia kira jika pria cerdas nan modern macam raden Agah akan mengerti dan membantunya membatalkan perjodohan, tapi Asmi salah.
Asmi mengangguk, "Asmi-----" tak diduga Agah memangkas jaraknya dan meraih Asmi untuk kemudian mengecup keningnya, membuat Asmi tersentak kaget.
"Saya rasa, perasaan sayang saya cukup untuk hubungan kita, hayu masuk!" Agah memasukan tangannya ke celana sebelum akhirnya ia melangkah duluan ke arah pabrik.
Jiwanya semakin menghilang dari raga, yang ia dengar hanya tawa amih dan kanjeng Kutamaya, yang membicarakan seputar masalah arisan dan masakan, apih dan Raden Mas Harya lebih memilih tema bisnis bersama Agah, sementara Sasi entah kemana.
"Neng, sakit?" Amih menempelkan punggung tangannya di kening dan sekitaran pipi juga leher Asmi demi mendeteksi suhu tubuh.
Semua mata tertuju padanya yang langsung tersentak dari lamunan, "hah? Engga mih, Asmi ngga apa-apa, kayanya mah gara-gara dingin aja hawanya," ia tertawa kecil.
"Sasi mana ya mih?" alasannya ingin segera beranjak.
"Sasi kayanya di belakang,"
"Asmi nyari Sasi dulu ya, mih, pih?!" tanya nya, setelah diangguki apih Asmi lantas pamit pada yang lain.
"Raden Harya, raden nganten, raden, Asmi ijin keluar sebentar..."
"Iya neng, mangga atuh..."
Tanpa ingin melihat siapapun lagi, Asmi segera berdiri dari duduknya dan pergi keluar, selagi Agah memperhatikannya lekat-lekat.
"Sok atuh, kapan jadinya? Kan harus siap-siap dulu atuh ceu?" suara amih kembali membuat mereka melepaskan tatapan dari kepergian Asmi.
Asmi tidak berniat mencari adiknya karena saat ini langkahnya tak tau arah tujuan, hanya pada angin yang membawa ke arah belakang pabrik.
Seperti raga tak bernyawa, perasaannya berhembus tertiup angin.... Bisakah ia menjadi merpati? Ataukah sekalian saja menjadi daun teh, yang dipetik setelah itu di matangkan agar bisa dinikmati dengan cepat?! Hingga tak perlu merasakan sesak yang begitu lama, matanya mendadak mengembun. Sekarang Asmi harus apa?
Ia diam saat Agah memegang, padahal dalam hatinya ia menjerit. Ia diam saat Agah mengecupnya padahal ia sudah memberontak menangis. Tak bisakah ia jadi liar saja, tak peduli dengan aturan dan kata orang?!
...°°°°°°°°...
Asmi memejamkan matanya barang sejenak di pendopo Munding Laya, salah satu pendopo yang tersedia di kampus sembari menunggu anak KMT dan Rampes lain termasuk Alvaro.
"Mi, kamu teh tidur apa kena hipnotis?" Elisa mengguncangkan bahu Asmi, khawatir jika tiba-tiba gadis ini kesurupan atau sakit.
Asmi membuka matanya dan mendelik berdecak, "ck! Cuma merem aja atuh, Sa. Semalem teh Asmi ngga bisa tidur. Ngga liat ini mata Asmi udah mirip orang mabok?"
Elisa memperhatikan wajah Asmi, terang saja terlihat kentara karena kulit Asmi yang putih semu langsat, "eh iya Mi, kamu teh aga bengkak! Dici pox gajah apa gorilla?!" tawa Elisa.
Puk!
Fajrin menepuk kepala Elisa dengan kertas hvs, "kalo ketawa jangan keras-keras, kuntilanak minder tuh!"
Ish! Elisa mendesis sinis pada Fajrin yang baru saja datang bersama Cintya sudah memakai kostum cepotnya, tak lama kemudian anak Rampes satu persatu datang.
"Mana kostumnya, Mi? Ganti dulu atuh nanti di dandanin!" ujar Siska.
Asmi bangkit dengan malas, "sebentar, Asmi ganti baju dulu." Gadis itu mencari toilet. Asmi menanggalkan baju miliknya dan menggantinya dengan kostum Dewi Suti Ragen, seorang dewi khayangan ibunda dari Astrajingga atau cepot.
Kaki Asmi berjalan melambat, sebenarnya bukan masalah besar untuk Asmi yang terbiasa memakai pakaian begini, ia justru terlampau biasa.
"Ck...ck! Bukan main! Mulus!" senggol Saka melihat kedatangan Asmi.
"Kaya putri beneran!" ucap Anjar, Elisa dan Filman menatap Anjar dengan tarikan alis, karena keduanya tau Asmi memang turunan ningrat.
"MasyaAllah, geulis pisan Asmi! Udah gini teh tinggal diajak ke KUA," Sony ikut bersuara menaruh rokoknya terlebih dahulu dan merapikan rambut, "bener teu, bro?!" Sony menaik turunkan alisnya pada Alva, yang tak begitu ditanggapi Alvaro.
"Tos ah, mamah gue!" Ujar Fajrin yang disambut Asmi seraya tertawa, "mamah mamah muda," tawa Asmi. Pandangan Asmi beralih menatap seseorang yang baru saja datang dan mengatur lensa kameranya.
"Asmii, duh meni cantik lah! Sip!" goda Saka, langsung dihadiahi toyoran kepala oleh Filman, "sampe ngga ngedip!"
"Sini dulu Mi, biar ngga keliatan pucat di kamera!" Siska menarik Asmi.
"Iya ih! Asmi sakit, Mi?" tanya Biany.
Asmi menggeleng, "engga."
Kini Alvaro tak bisa untuk tak menatap Asmi lekat, gadis itu memang cantik, tapi gadis cantik yang ada di depannya seperti bukan gadis yang kemarin menonton konser bersamanya.
Asmi selesai touch up, Sony dan Filman masih mengatur tripod disana sementara yang lain sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Alva menggantungkan kamera di lehernya, tangannya menarik lengan Asmi sedikit menjauh dari teman-teman lain dengan dalih mengambil posisi pas untuk pengambilan gambar, "kenapa? Lo sakit, pulang aja."
Asmi kembali menggeleng, "engga. Asmi boleh ngomong sama kamu?" tanya nya, pikirannya memang sudah buntu, benar-benae sudah bo doh sebo doh-bo dohnya!
"Apa?" tanya Alva.
"Va----ready, buru!" teriak Sony. Keduanya menoleh ke belakang badan Alva.
"Nanti aja, abis resital drama." Asmi meninggalkan Alvaro dan mulai membicarakan teknis tarian theater bersama Fajrin.
Gerakan-gerakan lembut nan kemayu Asmi melenggok penuh penjiwaan diselingi gerakan Fajrin, anak-anak antropologi dan media, menjadi sutradara mereka, sementara Alva, matanya tak bisa pindah ke titik lain selain wajah Asmi.
*Asmi boleh ngomong sama kamu*, kalimat itu terngiang-ngiang di otaknya.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
lestari saja💕
penasar ya vaaaa
2024-07-13
1
lestari saja💕
sama aye aja aden biar ga tepuk sebelah tangan
2024-07-13
0
lestari saja💕
itu berjuang raden mas🙄
2024-07-13
0