Den Rara, mamang sudah di depan.
Asmi yang masih mengadakan rapat konsep pertunjukkan merogoh ponselnya dan melirik sekilas.
Ia berlari ke arah mobil dimana mang Dedi sudah menunggu, "mang..maaf nunggu lama, Asmi baru beres..."
"Ngga apa-apa den," angguknya singkat.
"Teh Nawang sama teh Katresna udah pulang belum mang?" tanya Asmi.
"Masih ada den, lagi pada *ngabedahkeun* balong..." jawab mang Dedi. Mobil Asmi kini keluar dari area kampus kembali melaju bersama kendaraan lain diantara hiruk pikuknya kota Bandung.
Gerbang coklat dari bahan kayu dibuka selebar dunia menampakkan halaman luas nan asri.
Sayup terdengar suara gelak tawa dan gemericik air juga aliran air yang terbuang.
"Assalamu'alaikum!" Asmi menaruh tasnya sembarangan dan langsung menuju balong ikan di bagian belakang dekat area dapur, senyumnya melebar mendapati para keponakan sedang asik dengan dunia air,
"Hey udah atuh, dingin ah! Nanti masuk angin gera," Katresna berujar sibuk pada Sasi, Kelana dan Dhara. Ketiga bocah itu berlarian di dalam air yang sudah tersisa selutut hingga menampakkan dasar kolam dan puluhan ikan besar-besar di dalamnya bersama mamang-mamang yang membantu proses ngabedahkeun.
Asmi tertawa-tawa melihatnya, "pengen ikutan ih! Tapi bisi disangka masa kecil kurang waras!"
"Bi Asmi!" bocah lelaki yang memakai kaos singlet dan caw3t saja itu sudah basah kuyup menangkap seekor ikan di tangannya.
"Sasi ih! Kaya bocah!" tawa Asmi geli, gemas juga sebenarnya.
Amih keluar dari dapur dan berjalan di area teras belakang yang langsung berhadapan dengan kolam ikan, "neng, anak-anak disuruh pada hanjat aja atuh, dingin..." ada segurat senyuman hangat melihat para cucunya gembira begini, jauh di dalam lubuk hati, ia hanyalah seorang ibu...nenek yang menginginkan anak--cucu hidup layak dan bahagia.
"Mih," Asmi langsung salim.
"Makan dulu," suruh amih.
"Bentar dulu, pengen ngeliat neng Dhara, Lana sama Sasi..." Asmi berjalan berjinjit dengan tanpa alas kaki, namun naas karena teras halaman yang becek terciprati air, Asmi terpeleset.
*Swingg*...
*Blughhh*!
Bwahahaha!
Bukan hanya para bocah tapi pun Katresna menertawakan, sedang amih hanya menggelengkan kepala, "kan dibilangin juga, centil!" omelnya.
"Aduh ih!" gadis itu bukannya menangis tapi malah ikut tertawa, menertawakan ke bo dohannya. Para mamang pun yang tadinya ingin beranjak mengurungkan niatan karena den nganten sudah menolong putrinya itu.
"Den rara ngga apa-apa den?"
Asmi menggeleng seraya bangkit, "ngga apa-apa," ia meringis, bukan sakit lenih tepatnya malu.
"Hahaha, teteh ih!" tawa Sasi tak berhenti, belum lagi kedua keponakannya yang memperolok Asmi.
"Ai neng atuh, meni centil mau ikutan sagala..."
"Mang Ujang, itu ditimbang berapa kilo! Yang indukan mah taro lagi biar nganak!" perintah amih, ia pun berhati-hati berjalan.
"Lis! Coba ini di pel, takut bikin celaka!" suruh amih pada asisten rumah tangga.
"Iya den," angguk wanita berusia 23 tahun asal Majalengka itu.
Asmi duduk di kursi kayu melihat sikunya yang sempat menghantam tembok, "aww anjayyy ih sakit!"
Katresna kembali tertawa melihat adik iparnya itu merintih, "*cungcurungan* (**tulang ekor**) pasti sakit da! Aduh, ampun...*aya-aya wae*!" (**ada-ada aja**!)
"Teh Nawang belum pulang teh?" tanya Asmi.
"Belum, kayanya kejebak macet..."
Terdengar suara desiran mendesis dari minyak panas, aroma ikan goreng bahkan sudah menyeruak penciuman, dengan sambal khas cobeknya tanah pasundan. Amih memperhatikan setiap kegiatan para ambu yang memasak, beliau memang cukup handal dalam memasak wajar saja, Sekar Taji memang memiliki rumah makan khas Sunda '***Saung Amih***' di beberapa sudut kota Bandung dan sekitarnya.
"Asmi ganti baju dulu ah! Basah tuh," ujarnya memperlihatkan bagian belakangnya yang basah.
"Iya sok atuh. Makan siang yang kesorean dulu neng," teriak Katresna.
Dari arah luar terdengar suara mobil dan motor, itu tandanya para penghuni rumah sudah kembali dari petualangan mencari rupiahnya.
"Wah! Lagi pada ngapain ini teh!" Candra memberikan jaketnya pada sang istri menyisakkan seragam putih khas PT. KAI lengkap dengan name tagnya tergantung di dekat saku.
"Ayah! Liat ayah! Dhala dapet ikan gede!" bibirnya sudah terlihat pucat karena dingin.
"Om, ini liat om, Lana dapet juga tuh!"
Mereka begitu antusias menunjukkan hasil tangkapan, padahal kebanyakannya adalah main basah-basahan. Asmi kembali dengan dress batik rumahannya, mengingat hanya ada keluarga saja jadinya ia hanya memakai dress selutut dengan tali spageti di pundaknya menampakkan kulit mulusnya.
Candra menoleh dengan kehadiran adiknya itu, "Mi, masuk mi! !" serunya.
"Ih! Engga ah! Kaya bocah kurang bahagia, aa aja weh! Asmi mah baru ganti baju!"
Memang dasarnya Candra usil, ia tersenyum jahat dan dengan sekali hentakan ia menggendong Asmi yang tiba-tiba berontak, "aa!! Ihhh, amihhhh!" ia berteriak histeris, tau akan tingkat keusilan kakak keduanya itu.
"Aa, ih ai udah datang usilnya teh!" ucap Katresna. Asmi memang bukan bungsu tapi ia selalu jadi sasaran keusilan Bajra maupun Candra.
"Lempar A!" teriak Sasi.
"Lempal yah!"
"Turunin bi Asmi, om!"
"*Sok weh*! Liatin aja kalo berani-berani lempar! Aa ih!" ia sudah berontak menggoyangkan kakinya, melingkarkan tangan di leher Candra kuat-kuat saat langkahnya mendekati balong, "aaa! Amiihhhhh! Teteh ih, tolongin Asmi!" teriaknya semakin kencang.
Tapi gadis itu tak kehilangan akal, saat Candra ingin menjatuhkannya ia kekeh memegang leher kakaknya itu hingga keduanya terjatuh masuk ke dalam balong.
*Byurrr*!
Katresna tertawa puas, begitupun anak-anak yang kini menyerbu keduanya.
"Yeye! Yeye!"
Asmi melepaskan tangannya dan mengusap wajah kasar, "dasar jail ih! Asmi harus mandi sama ganti baju lagi!"
"Astagfirullahaladzim! Ini udah pada tua kaya bocah!"
"Ngga ada malu-malunya!" Amih berkacak pinggang.
"Ya Allah----! !"
Mereka mendongak ke arah gawang pintu, Asmi langsung terpaku....Agah tersenyum lebar melihatnya.
"Eh, den Agah!" sapa amih berseru.
"Aduh den, kenapa ngga bilang dulu mau kesini?!"
"Asmi naik !!" Bajra bertitah apalagi melihat pakaian Asmi yang basah mencetak tubuh berikut mengekspos bagian bahu dan tulang selang ka mulus adiknya itu, membuat siapapun kaum adam akan tergiur dengannya.
"Apa-apaan lagi ini?"
"Den di depan aja den, masa den Agah diajak ke dapur kotor !" Amih menggiring pria itu kembali ke dalam.
"Tuh a Candra, aa!" tuduh Asmi.
"Mana Candra tau ada den Agah, lagian ngapain den Agah dibawa ke dapur kotor?" pria itu mengangkat pula para krucil ke atas.
"Oke gaes! Naik, udah ah, nanti mama marah!" Candra mengangkat satu persatu anak-anak.
Temani den Agah!
Perintah itu yang turun, sesaat setelah Asmi mandi dan berganti pakaian.
Asmi mengangguk patuh, tak berada jauh...keduanya berada di halaman teras depan rumah.
"Kuliah sampai jam berapa, neng?" Agah buka suara, lelaki dengan stelan kemeja lengan panjang itu berusaha mencoba untuk mendekati Asmi.
"Tadi kuliah pagi, den. Cuma ada project rutin dari kampus kerja sama sama disdik kota Bandung, jadi sampe sore..."
Agah mengulas senyum, "bisa manggil akang atau aa kan? Ngga usah aden, kesannya canggung..." jawab Agah, udara sore tak terasa dinginnya karena sejujurnya Asmi merasa serba salah.
"Diminum den teh nya! Itu juga awugnya mumpung masih panas!" Rashmi mengalihkan perhatian, ia bahkan sudah menyeruput teh meski tenggorokannya tak haus.
"Kalau neng Asmi panggil akang atau aa, saya lebih senang..." ujarnya lagi, Rashmi sudah merasa tak enak duduk, "jangan den, ngga sopan atuh."
"Ngga apa-apa, kan sebentar lagi juga manggilnya engkang," godanya mencoba merayu. Asmi tersenyum kaku nan getir mirip-mirip sayur keasinan. Bukan ini yang ia inginkan.
"Emhhh, ini ali agremnya gustiiiii! Enak pisan, dicoba den coba!" Asmi mencomot kue ali agrem yang terbuat dari gula kawung dan tepung beras berbentuk ring di piring.
Agah terkekeh, ia tau Asmi sedang mencoba mengelak, lucu sekali.
Agah memang tampan berwibawa, ia juga memiliki segalanya, tapi semua itu tidak bisa membeli hati Asmi....bahkan ia teramat sopan, tapi hati Asmi tak tersentuh.
Apa yang kurang Asmi?! Apa?!
"Neng Asmi," Agah meraih tangan Asmi, gadis itu cukup terkejut hingga refleks menarik tangannya dari Agah.
"Punteun, maaf---maaf..." Agah menarik kembali tangan nakalnya, niat hati ingin menyentuh hati Asmi, namun gadis itu belum bisa menerimanya.
"Punteun aden," Rashmi menghembuskan nafas gugup nan paniknya, ia bahkan mengubah posisi duduk, begitupun Agah.
"Diminum lagi den, teh nya!" angguk Rashmi memecah suasana awkward diangguki Agah, beser--beser deh tuh kebanyakan minum teh manis!
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
lestari saja💕
iya sisi lain nya bertindak kayak hitler yg ogah antri saat beli cireng.maunya duluan aja....egois,seolah2 sdh kayak mau gantiin jadi Tuhan.semoga aku bukan ibu yg seperti itu nanti
2024-07-12
1
lestari saja💕
kurang cinta asmi
2024-04-09
0
Tri Tunggal
q daftar den ntar klo si asmi kgak mau q bisa jd serep/Joyful//Joyful//Chuckle/
2024-02-28
1