Rashmi tertawa kecil melepaskan genggamannya di lengan kang Cecep, "maaf ya kang. Abisnya Asmi males kalo denger amih banyak ngomong." Akuinya membuat Cecep terkekeh kecil, ia sangat tau dengan sifat Raden Nganten Sekar Taji yang memang angkuh, keras, disiplin, judes, dan berkelas.
"Ngga apa-apa atuh den Rara. Mari atuh den, ketemu sama rampak kendhang dan yang lain dulu biar nanti tidak malaweung pas main," ajak si akang yang sudah menikah ini.
Agah bersama keluarganya ikut bergabung bersama keluarga Amar Kertawidjaja.
"Loh, Rashmi mana ?" tanya Agah.
"Rashmi sudah duluan den mas," jawab ibu Sekar Taji.
"Oh, Rashmi ikut perform sama rampak ?" tanya Raden Ng. Kutamaya.
"Iya kanjeng,"
"Wah, hebat. Jadi inget waktu Asmi tampil di pendopo itu dia masih berapa tahun ya?" tanya kanjeng ibu Kutamaya pada ibu Sekar Taji.
Sekar Taji tersenyum ramah pada istri bupati itu yang menurutnya adalah calon besan idaman, "smp kanjeng," keduanya ber haha--hihi ria meskipun terkadang tawa itu terkesan dipaksakan.
"Teh, tebak. Berapa lama lagi amih sama kanjeng Kutamaya bakal ngomongin perjodohan Asmi sama Agah?" bisik Katresna pada Nawang, kedua ipar ini berjalan bersama di belakang suaminya yang menggendong anak masing-masing. Tatapan nyinyir nan iseng sang menantu jelas terpancar dari Katresna, keduanya sama-sama tau sifat amih mertua yang memang well, harus dibilang apa? Terlalu memikirkan level strata sosial, terkadang mereka kasihan pada sang adik ipar, yang dituntut harus sempurna dan membatasi pergaulannya, berbeda dengan para suami mereka yang laki-laki.
Awal mereka menikah pun persyaratan amih dan apih begitu ketat melebihi ketatnya persyaratan jadi istri perwira. Belum lagi aturan dan tata krama yang diterapkan, bikin kepala mendadak migrain, itu kenapa mereka memilih memisahkan diri dari rumah apih. Daripada nantinya terjadi perselisihan dan hati yang membatin.
"Aa perkirakan kalau ngga nanti sepulang dari sini paling minggu-minggu ini," timpal Candra ikut nimbrung, sementara Bajra hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan kelakuan adik-adik dan istrinya yang seringkali gibahin amih sendiri, namun ia pun tak melarang karena memang nyata adanya amih seperti itu, Bajra saja terkadang sering ikut kesal dan hanya bisa meloloskan nafas lelah nan berat saja.
Katresna tertawa dengan pemikiran yang sama, "tos!" mereka tercipta memang satu paham.
"Dasar, anak--mantu 11, 12..." jawab Nawang.
"Jangan terlalu kenceng, nanti amih sama apih denger," lanjutnya lagi.
"Aa ngga mau gitu tolongin Asmi, kasian a... Meni udah kaya kucing kejepit kalo pas lagi sama amih," bisik Katresna lagi sepanjang jalan menuju lemah cai sembari sesekali melihat jalanan yang sudah mulai menurun dan banyak bebatuan.
"Harusnya tanya a Bajra, a Bajra aja ngga berani lawan amih, muehehehe," tawa Candra. Bajra meninju kecil lengan adik lelakinya itu.
"Kodrat Rashmi memang sudah seperti itu, lagipula menurut aa...amih sama apih cuma mau memaksimalkan usaha demi yang terbaik, Rashmi itu anak perempuan, jadi wajar harus selektif mencari calon imam," jawabnya datar, membuat ketiganya diam...bagi Bajra, menjadi anak sulung beban yang ditanggungkan adalah menjadi jembatan antara perbedaan paham kedua orangtuanya dengan adik-adik.
Tapi bagi adik dan istrinya, pemahaman Bajra memang tercemari virus otak amih.
Warga sudah banyak yang berkumpul, entah itu di dekat pinggiran sungai atau bebatuan besar dan kawasan kebun bambu yang ada disana, atau nyempil di antara batang bambu persis oray hejo yang penting bisa nyaksiin pagelaran rampak nyiblung, dan musik karawitan.
Gemericik air yang mengalir deras diantara sapuan angin dan desau rumpun bambu menjadi musik penyambut pagelaran musik air yang akan digelar siang ini.
Terik cahaya matahari tak begitu terasa menyengat kulit karena kini Rashmi sedang berada di pinggiran sungai, dibantu akang-teteh panitia, menak yang selalu ingin berbeda ini telah menjelma jadi personel rampak kendhang.
Alva berjalan hati-hati, ia terkadang melompati bebatuan agar mendapatkan tempat yang cocok dan teduh, para tombongan menak dan pejabat kampung juga pak Kuwu berjalan menuruni jalanan setapak penuh bebatuan dan tanah sedikit licin.
"A, ini gimana lewatnya ih!" Katresna melambaikan tangan pada suaminya yang dengan anteng berjalan di depan sendiri bersama sang putri tanpa tau kesulitannya melewati jalanan setapak menurun dengan kebaya.
"Eh, kirain teh bisa atuh!" ia malah tertawa melihat kesusahan sang istri.
"Neng tunggu dulu disini, kasian ibu ngga bisa lewat, mau ayah gendong dulu!" ujarnya pada Dhara seraya menurunkan si gadis kecil di bawah.
"Sini, mau langsung diceburin sekalian ngga ke sungai?" kelakarnya membuat Katresna mendorong kepala suaminya pelan.
"Biar apa?" tanya wanita manis ini.
"Biar basah atuh, nanti mandi bareng..." kikik Candra.
"Sok! Tapi kalo amih ngambek, aa yang tanggung?!" tawanya, sepasang suami istri ini memang senang berkelakar tak tau tempat, lain halnya dengan Bajra dan Nawang yang terkesan lebih kalem.
"Bisa ngga? Pegang pundak aa," pintanya pada Nawang sembari menepuk-nepuk pundaknya untuk menuruni jalanan setapak.
"Amih ngga bisa turun pih,"
Rashmi melirik para menak, mereka kini sudah melewati challenge terakhir, medan terjal yang menurutnya seru tapi bagi amih itu adalah hal paling menyulitkan terlebih memakai kebaya dan sinjang.
Rashmi tertawa puas di sudut sana, setidaknya ini adalah sisi positifnya hari ini, melihat amih kesulitan melewati jalanan setapak menuju pinggiran sungai, memang anak minus akhlak.
"Hayoo dosa, bukannya bantuin malah ngetawain?!" colek kang Hendi, tiba-tiba saja datang menghampiri.
"Da lucu atuh kang, amih tuh suka riweuh duluan sampe marahin apih...timbang gitu doang ngga bisa lewat, giliran merintah orang suka ngegampangin!" jawab Rashmi menghentikan tawanya.
Alvaro dan Filman berhasil mendapatkan angle yang bagus.
"Ih gilak ya, ini asri pisan. Dingin, sejuk tau! Asli meni herang gini airnya!" Vera bahkan sudah membasuh tangan dan wajahnya dengan air sungai yang mengalir jernih.
"Betah gue, jadi pengen nyebur! Nyebur Va?!" ajak Filman ikut membasuh wajahnya, ia juga mencipratkan air ke arah Alva membuat pemuda ini menghindar, sudah seperti anak kecil saja, jadi sebenarnya yang kampungan itu wong ndeso opo wong kota? Liat air bening saja bawaannya kepengen bawa tanki.
Pemenang lomba rampak nyiblung yang telah diadakan tempo hari dari seluruh penjuru Jawa Barat sudah bersiap dengan kaos senada bertuliskan
...Rampak Nyiblung...
...SEREN TAUN 202X...
Ke semuanya pemuda dari grup pemenang turun dengan formasi 10 personil ke area muara sungai yang sedikit ke tengah, dengan ketinggian sekitar sepusar orang dewasa.
Rampak Kendhang dan alat musik karawitan sudah ikut turun di pinggiran sungai sebagai pengiring rampak nyiblung.
Kang Cecep bersama teh Yani berdiri di depan untuk menutup acara Seren Taun tahun ini.
"Dengan digelarnya rampak nyiblung beserta rampak kendhang dan karawitan ini, maka berakhir pula seluruh rangkaian acara Seren Taun Desa Cigugur tahun ini, sebelumnya kami ucapkan terimakasih untuk pemprov Jabar, dinas pariwisata provinsi Jabar, yang terhormat bupati Raden Mas Harya Enjan Kusumadinata beserta keluarga," angguknya pada keluarga Agah yang dibalas anggukan.
"Keluarga Raden Amar Kertawidjaja beserta keluarga...." angguknya dalam pada keluarga Rashmi dan sederet perwakilan menak lain.
"Dan para awak media lokal maupun mancanegara, beserta para tamu undangan dan warga yang terlibat. Semoga di tahun ini dan kedepannya tanah parahyangan selalu dilimpahi rejeki dan berkah dari Allah SWT, dengan tidak melupakan leluhur Pohaci Sanghyang Asri."
"Dengan tidak berlama-lama lagi, inilah kolaborasi Rampak Nyiblung Paguyuban Sawargi, beserta rampak Kendhang Sundanese Mayang Ligar beserta karawitan dari saung angklung Udjo, dengan bintang tamu Raden Rara Rashmi Sundari Kertawidjaja...!" suara sorakan bergemuruh.
Tepuk tangan menggema memenuhi seluruh pelosok desa dengan dibawa angin.
Semua sudah on position termasuk Rashmi, gadis itu melonggarkan sinjang yang dipakai karena posisinya yang mengharuskan Rashmi bergerak bebas kadang juga duduk bersila, sehingga kini belahan sinjang menampakkan legging hitam yang dipakai diantara kulit kaki yang putih.
.
.
.
.
.
Noted :
*malaweung : melamun.
* lemah cai : sumber air.
* oray hejo : ular hijau.
* herang : bening.
*Rampak Nyiblung \= permainan musik air yang dilakukan secara berkelompok.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Lia Bagus
😅😅😅
2024-04-16
1
Wandi Fajar Ekoprasetyo
seneng hati Rasmi liat amih nya kesusahan.......
2024-04-15
0
Wandi Fajar Ekoprasetyo
devinisi suami ga peka Sam istri ya begini nih
2024-04-15
0