Asmi masih berjalan cepat dengan tangan yang erat digenggaman Alva ke arah belakang panggung, melewati beberapa ruang panitia dan artis, juga cuitan teman-teman Alva.
Suara dari ring konser semakin mengecil meski tak sampai riuh rendah, karena mereka hanya menjauh tak sampai setengah kilometer.
"Va? Kemana euy?!" Kang Acuy cukup terkejut melihat Alvaro menggandeng seorang gadis, pasalnya Alvaro itu seperti Wira yang jarang sekali terlihat berinteraksi dengan kaum hawa, bahkan ia tak pernah melihat Alvaro menggandeng lawan jenisnya, apalagi hanya berdua.
"Kang, gue nyari rokok dulu bentar." Ijinnya tanpa ekspresi berlebih sementara saat netra Acuy jatuh pada Asmi, gadis itu tersenyum manis terkesan mahteh alias too much bikin yang mandang berasa punya diabetes dadakan.
"Aduhh---aduhh, awas lepas Va! Gandeng terus sampe nemu playgroup!" teriaknya tersenyum geli melihatnya, terang saja ia begitu karena Alva begitu erat menggenggam tangan anak gadis orang.
"Ra! Lu bentar lagi ngunduh mantu nih!" teriaknya masuk mencari Wira, "anak lu nyulik anak gadis orang! Hahaha..."
"Heh!" panggilnya sekeras kekerasan dalam rumah tangga.
"Sebentar ih! Jalannya jangan cepet-cepet atuh!" keluh Asmi si princess, ia cukup kepayahan menyamakan langkah besar Alva, karena pemuda gondrong yang minta dijambak itu terkesan menggusur Asmi kaya koper butut.
"Heh!" sentaknya lagi, kini Asmi lebih menjerit, kalo perlu ia akan meneriaki Alva mirip maling jika si gondrong galak ini tak jua mendengarnya. Asmi mengibaskan tangannya lalu manyun saat Alva menoleh padanya, "cape atuh ih! Kamu teh gusur Asmi kaya gusur anak gogog!" (anak an jing)
Dan percayalah wajah manyun itu membuat Alva mendengus kesal. Kesal, karena ia begitu menggemaskan, dan Alva akui itu. Bahkan hello kitty yang lagi ngeden saja kalah imutnya.
"Kamu teh ngajak Asmi makan atau ngajak marathon ke toilet?!" omelnya memukul lengan Alva, oke! Alva seharusnya menghitung, sejak mengenalnya, Asmi sudah berapa kali memukul dan menubruk Alvaro. Diantara semua perempuan, baru Asmi lah yang berani sampai memukulnya selain dari ibunya sendiri.
Alva tak berniat membalas ucapan Asmi, ia hanya melepaskan tangan Asmi dan memperlambat langkahnya. Mereka semakin menjauh dari tempat acara menuju lampu-lampu yang berpendar dari deretan gerai street food ala Bandung macam laron, tapi bukan kedai dimsum atau nasi goreng seafood yang dituju oleh Alva, melainkan sisi gelap yang berada di pojokan kawasan Saparua, dimana gerobak baso mangkal.
"Kenapa mesti ke tempat remang-remang gini sih?! Kamu mau macem-macemin Asmi?!" gadis itu sewot dan menutup dadhanya dengan kedua tangan.
"Gue mau baso," imbuhnya singkat, membuat Asmi mengkerut, "tapi baso bukan makanan pokok!" dengan beraninya ia menarik ujung kaos Alva tapi tak membuat Alva sampai terseret jauh layaknya diseret kereta.
"Gue lagi ngga mau nasi."
Tanpa menunggu persetujuan Asmi, Alva sudah memesan 2 mangkok dan duduk di bangku tembok, entah tembok pembatas, "bro, 2!"
"Pake mie?" tanya Alva melirik Asmi, gadis itu menggeleng, "Asmi dibening...basonya aja."
"Yang satu lagi pake mie, jangan pake sayur bro!" tambah Alva saat si mamang menoleh ke arah mereka mendengar pesanan sepasang pelanggan yang baru saja datang itu.
Mau tak mau Asmi ikut duduk di samping Alva bersama beberapa orang lainnya yang tengah menyantap baso mereka. Ia menatap Alva diantara gelapnya malam yang entah kenapa Asmi begitu penasaran dengan pemuda pemilik wajah rupawan nan dingin itu.
"Kamu semester berapa?" tanya Asmi membuat Alva menoleh ke arahnya.
"Semester 4." Tanpa berniat bertanya balik, ia kembali diam dan malah mengambil sebatang rokok dari kardus rokok yang ia kantongi.
"Bisa ngga, ngga usah ngerokok di depan Asmi?" kalimat itu lolos dari mulut semanis madu milik Asmi.
"Kenapa? Lo ngga suka, tapi kemaren lo mau coba-coba?"
Asmi menunduk lalu mengalihkan pandangannya, "iya."
Si mamang menyerahkan dua mangkok baso yang masih mengepulkan asapnya bersama harum aroma kaldu, sepanjang menikmati baso, keduanya begitu khusyuk dan khidmat kaya lagi mengheningkan cipta, hanya terdengar suara dentingan mangkok dan obrolan orang-orang di sekitarnya, bersama sayup-sayup suara konser.
Asmi mengangguk-angguk sesekali ikut menggumamkan lirik saat lagu yang ia hafal sedang dinyanyikan oleh artisnya, "lo hafal?"
"Banget! Asmi suka banget sama lagu ini, suka sama gitarisnya juga! Cakep, tattonya banyak!" jawabnya tertawa renyah seraya terus bernyanyi, suaranya tak buruk justru bagus.
"Baru kali ini gue liat priyai sukanya musik beginian," ujar Alva akhirnya buka suara.
Asmi memandang Alva dengan mata yang mendelik, "iya. Dan gara-gara kamu, Asmi teh jadi ngga bisa liat Alone at Last, sia-sia bayar tiket malah cuma makan baso bareng kamu, mana Asmi yang bayar pula!" ketusnya menggerutu, Asmi hanya memotong-motong saja baso di mangkoknya, dan melahap barang 1, 2 potong saja.
Alva mendengus getir, "suruh siapa sembarangan makan nasi orang?" balasnya, beda dengan Asmi yang mendadak kenyang, Alva begitu lahap memakan baso miliknya yang ia taruh sambal beberapa sendok.
"Orang tadi nasinya juga ngga abis kok, lagian kamu yang nyuruh Asmi----" gadis itu menggantungkan ucapannya di udara saat melihat wajah dingin Alva, "ya udah lah, itung-itung sedekah..." jawab Asmi.
Alva berdecak, jika ia bukan perempuan sudah ditelannya Asmi bulat-bulat. Alva menaruh mangkok yang telah kosong di sampingnya, secepat itu ia makan.
"Gue mau nanya serius, lo datang kesini dapet ijin?" tanya Alva, membuat gumaman Asmi terhenti lalu melirik tajam pada Alva, mata bulat dipadukan sentuhan eyeliner membuat sorot mata itu semakin menyilet.
"Mau tau apa mau tau banget?" ia tertawa seraya menyenggol bahu Alvaro, sementara Alva hanya menatapnya semakin datar nan keruh, tak ada yang lucu untuk Alva tertawakan selain dari lelucon garing Asmi, sadar akan reaksi datar Alva ia tak mau bikin Alva tersinggung, bukan apa-apa, Asmi hanya takut tiba-tiba pemuda misterius ini dendam, marah lalu membunuhnya dan mengecor mayatnya dengan semen di dalam gorong-gorong.
"Tanpa Asmi jawab pun, Asmi rasa kamu udah tau jawabannya. Ngga ada aturan manapun yang membiarkan anak gadis kelayapan di waktu malem kalo bukan anak pocong!" jawab Asmi lagi tertawa renyah namun kembali Alva seperti tak tergoyahkan imannya, membuat tawa Asmi terhenti, gadis itu melipat bibirnya karena malu tertawa sendirian, "haduh! Bener ya, ngomong sama kamu kaya lagi ngomong sama tembok, ngga bisa becanda, muka kamu teh terbuat dari semen apa kocokan telor? Kaku!" kembali gadis ini menyemburkan tawanya mencibir Alva, begitu puas seakan tak ada lagi hari esok untuknya tertawa.
"Udah ketawanya? Mau balik ngga? Abisin dulu baksonya," tanya Alva, ia lantas mengeluarkan dompet dari saku celana lalu membayar baso, "sabaraha bro?"
"24, a...." jawab si mamang yang memang terlihat belum terlalu tua.
"Alva mengeluarkan selembar 20 ribu dari dalam dompet, lalu tangannya merogoh dua lembar pecahan 2 ribuan yang terlipat dari saku celana bersama pecahan receh lainnya.
"Eh, kok kamu yang bayar? Katanya minta ditraktir sama Asmi?" gadis itu membuka resleting tas miliknya.
"Simpen aja duit lo, anggap kali ini gue sedekah sama ningrat." Jawabnya menyebalkan menyunggingkan senyuman miring, kini wajah Asmi kecut nan masam.
"Ihhh!"
"Cepet habisin basonya! Mubadzir, udah ditraktir!" perintah Alva kembali duduk namun di lain tempat, "eh, mau kemana?" tanya Asmi.
"Mau ngerokok, udah lo tunggu aja disitu, abisin tuh baso!"
Alva menaikan sebelah kakinya ke kaki lain, dan mengambil rokok yang tadi sempat ia masukan kembali.
Asmi menatap Alva dari tempatnya, lelaki yang terlihat dingin, kasar, dan kaku itu adalah lelaki baik, peduli, dan perhatian. Asmi dapat menyimpulkan itu, hingga basonya hampir dingin pikirannya tetap berputar tentang kesan dan penilaiannya terhadap Alvaro.
Drrrtttt!
Ponsel Asmi bergetar, "a Candra?"
"Hallo?"
"Neng, dimana?! Cepet pulang, aa ngga mau jadi masalah! Besok bukannya mau ada janji sama keluarga Agah?"
"Iya, Asmi pulang."
Ia mematikan panggilan dari Candra, lalu kembali menatap Alva.
"Kang Alva!"
"Alva, panggil aja gue Alva..." Alva menggerus batang rokoknya lalu mengepulkan asap terakhir dari mulutnya.
"Asmi udah ditelfon aa," raut wajah gembira nan merona Asmi yang tadi mendadak sirna.
"Gue anter sampe depan," jawabnya kini berdiri dan melangkah bersama Asmi.
"Makasih," bukannya menolak Asmi malah tersenyum begitu manis sebagai persetujuan.
Go to the hell, Va! Lo lancang! Ngapain lo nyari masalah, saravvv! Benaknya mengumpati diri sendiri yang sudah kurang ajar mencari-cari masalah dengan merasa tertarik pada Rashmi.
Asmiii! Bangun Asmi! Kenapa ini ngga mau pulang, maunya bareng terus kang Alva!
.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
💗vanilla💗🎶
kdrt dong 😁
2024-06-29
1
Lia Bagus
ihh aerem
2024-04-16
0
lestari saja💕
padahal alva sekelas bapaknya asmi
2024-04-09
0