KEJAWEN \=> KEPERCAYAAN
🍂🍂🍂🍂🍂
Bukan hanya satu pikulan saja namun ada sepuluh dongdang sebagai bentuk simbolis yang diarak menuju lumbung yang letaknya di dekat alun-alun kampung, para ibu dan bapak membawa serta tampah berisi kue, dan pikulan juga gunungan hasil tanaman palawija, melewati pematang sawah yang sedikit besar. Tak jauh dari itu sebuah aliran sungai yang arusnya tak terlalu deras ikut melukiskan keindahan suasana kampung.
Cuaca panas berbanding terbalik dengan suasana hatinya, "sini saya bantu!" Rashmi dan kedua kakak iparnya seketika diam dari candaan yang dilemparkan teh Katresna saat seseorang menawarkan bantuan berjalan di pematang sawah.
"Emhhh--" kemudian Rashmi melirik kedua kakak iparnya lantas beralih pada Agah.
"Sok atuh den, dibantu aja!" tiba-tiba suara bass itu menyentak.
"Aa ih, kaget aku!" Tresna memukul suaminya, dialah Candra kakak kedua Rashmi.
"Neng, Dhara cranky---lagi sama amih tapi ngadat wae, sama aku ngga mau dia, pengen èn''en kayanya!" ucap Candra mengajak dan membantu istrinya.
"Botol susu di tasnya, aa!" balas Tresna.
"Ya sok sini kamunya, aa ngga tau!"
Melihat teh Nawang ikut mengangguk membuat Rashmi mau tak mau menerima uluran tangan Agah.
"Sebentar aden, ini kayanya kaki Rashmi sakit---" pintanya.
Agah tanpa aba-aba menunduk, "eh! Aden jangan atuh!" Rashmi terkejut, pasalnya kedudukannya lebih tinggi dibanding Rashmi, bisa-bisa ia dipancung amih dan apih sudah berani-berani membuat keturunan ningrat murni tunduk di kakinya.
"Ngga apa-apa, sini saya liat! Maaf, lepas dulu ya selopnya!" ia membuka sendal dari kaki putih Rashmi, meski dengan rasa tak enak dan takut Rashmi menurut. Bukan teriknya matahari yang membuat gadis ini meringis tapi rasa segan.
"Ini kaki kamu lecet, kayanya selopnya kekecilan. Pake aja sepatu saya gimana?" tawarnya jelas Rashmi menggeleng dengan cepat, "jangan aden! Ngga usah, biar Asmi nyeker sebelah aja! Kaya ambu yang lain!"
"Raden, Raden Rara?" sapa kang Hendi berjalan bersama Filman dan Alva, seketika tatapan mereka bertemu.
"Ada masalah den?"
"Ini kang--"
"Eh, ngga apa-apa kang. Kaki Asmi cuma lecet sedikit. Ngga apa-apa biar Asmi nyeker sebelah aja," ucap Rashmi.
"Pake sendal akang mau ngga den Rara?" kang Hendi menawarkan.
Rashmi menggeleng, "hatur nuhun kang, tapi nanti kasian kang Hendi jadi nyeker, kan mau ada angklung buncis nanti, masa artis nyeker!" Rashmi tertawa tergelak, namun ia langsung mengatupkan bibirnya.
"Punteun---maaf, sorry everybody ketawanya gede teuing!" imbuhnya melirik Agah membuat kang Hendi tertawa.
"Ah den Rara mah bisa aja,"
"Eh, iya kan! Kang Hendi hebat bisa bawa angklung sama calung sampe Belanda! Kapan-kapan mau dateng ke Angklung Udjo ah! Siapa tau dikasih angklung selusin buat ngamen!"
"Ha-ha-ha! Masa atuh den Rara ngamen?! Aya-aya wae!"
"Ngamennya di jalanan Paris kang,"
Sadar akan tatapan kedua pemuda lainnya pada Rashmi, Agah segera menyudahi reunian mereka bersama kang Hendi.
"Neng Asmi, hayuk atuh! Udah ditungguin sama amih apih, sama pak Kuwu juga!"
"Neng Asmi! Cepet atuh! !" teriak kakak pertamanya Bajra bernada mendesak.
"Iya A!" Berkali-kali ia menoleh ke arah belakang ke arah Alva, kang Hendi dan Filman, meski langkahnya digusur Agah.
"Siapa namanya kang?" tanya Filman.
"Raden Rara?" tanya Hendi memastikan jika pemuda ini bertanya nama Rashmi, Filman mengangguk, ketiganya kembali berjalan mengikuti rombongan yang mengular.
"Rashmi Sundari Kertawidjaja,"
"Meni cantik, secantik orangnya! Iya nggak Va? Si Alva aja nggak ngedip-ngedip, kesirep bro?" Filman terkekeh, menemukan tatapan Alvaro yang begitu lekat pada Rashmi.
"Ngga mungkin enggak ya Va? Tuh! Cucu dari cucu dari cucu dari cucu dari cucunya raja aja kesirep sama den Rara!" tawa kang Hendi.
"Aya sabaraha hiji eta kang cucuna?! Meni jauh kitu!" tawa Alvaro.
(Ada berapa biji cucunya itu kang, jauh amat!)
"Euhhhh itung heula ges sabaraha abad nya kerajaan babad Sumedang teh?!" tawanya yang juga pusing menghitung.
(hitung dulu, udah berapa abad kerajaan babad sumedang teh?)
Acara dilanjutkan dengan memasukkan pare bapak, ikatan pare yang sudah ditutupi kain hitam ke dalam leuit indung yang ditutupi kain putih, lumbung utama paling besar diantara leuit-leuit leutik (lumbung-lumbung kecil), untuk dijadikan benih atau bibit di masa tanam selanjutnya.
"Asmi mana?!" tanya apih, menyadari jika anak gadisnya tak ada.
"Sama Raden Agah," jawab Bajra.
"Tuh anaknya!"
"Agah, enggal A! Udah dipanggil sama pak Kuwu sareng abah!" pinta ibunya Raden Ayu Kutamaya pada Agah, "Neng Asmi, saya duluan!"
Satu persatu keluarga ningrat murni dan menak sikep, sentana setengah duduk di dekat pendopo alun-alun melewati tradisi mencipratkan air dari wadah yang berisi air suci dari sumber air yang dikeramatkan.
"Neng Asmi sama neng Sasi belakangan."
Rashmi berjalan setengah bersimpuh mengular di belakang a Bajra dan a Candra juga para istri.
Splash---splashhhh!
Cipratan butiran air membasahi kepalanya di depan semua warga. Abah dan pak Kuwu komat-kamit melafalkan do'a demi keberkahan setiap orangnya.
Sisanya air suci dicipratkan pula pada semua yang hadir oleh para tetua termasuk para jurnalis dan mahasiswa.
"Semoga aja berkah, taun ini rejeki gue lancar! Dapet IPK tinggi, jodoh cantik!" ujar Filman.
"Cih, do'a nya ngelunjak! Kata penghuni langit bilang gini, solat aja bolong-bolong kepingin do'a diijabah. Punya orang dalem lo?" sengak Vera.
Alvaro tertawa, tak ada do'a khusus karena baginya ini hanyalah ritual dan adat saja tanpa ada kepercayaan tertentu.
"Do'a lo apaan Va? Pasti minta biar tante Ganis luluh dan ijinin kalo lo nonton konser death metal, biar ngga usah nyuri-nyuri lewat jalur belakang?!" tawa Filman.
"Musrik!" sarkas Alvaro.
"Gue ngga minta apa-apa, bokap nyokap udah paling the best!" lanjutnya berlalu untuk menangkap setiap gambar moment indah di acara ini, sesuai tujuannya datang kesini.
Dan inilah yang paling ditunggu-tunggu bagi semua yang datang, berebut gunungan sayuran, padi dan tampah kue. Lautan manusia berjubel saling berebut makanan yang ada di gunungan dan tampah, mereka percaya hal itu mengandung keberkahan hidup.
Sementara para menak duduk di atas tak jarang juga mereka ikut andil memberikan saweran lain dan sumbangan kerbau yang akan disembelih. Dan tahun ini keluarga Agah memberikan 2 ekor kerbau serta uang untuk pagelaran kesenian, sementara keluarga Rashmi sebagai donatur keperluan lain.
"Neng Asmi mau ikut nyawer ngga?" tanya teh Nawang, tapi Asmi malah menggeleng malas.
"Teh, nanti tolong bilangin amih, apih sama aa kalo Asmi ke belakang dulu. Kalo ada apa-apa telfon aja, hape Asmi nyala kok!" ia pamit menghilang dari kemeriahan acara.
"Oh, o..ke!" jawab Nawang, ia hanya tersenyum sudah tak aneh Rashmi akan bersikap begitu, meski tak yakin jika gadis itu tengah baik-baik saja, semoga adik iparnya itu tak sampai bunuh diri.
"Gue neduh dulu lah, panas!" dirasa sudah cukup, ia pamit mencari tempat teduh untuk sekedar menyalakan rokok, sebenarnya ia tak terlalu suka dengan keramaian.
Alvaro berjalan seraya menyulut sebatang rokok, matanya mengedar mencari tempat yang menurutnya nyaman untuk menyendiri.
"Aaaaaaa!"
Terdengar jeritan dan isakan tangis seorang perempuan yang sayup-sayup mampir di telinganya, cukup keras meski itu terdistrack oleh suara kesenian dari tempat acara.
Langkah Alvaro terhenti saat menemukan seseorang tengah menjerit dan meluapkan kekesalannya, bahkan gadis itu sudah mengacak-acak cepolan sanggulnya dan melepas sepasang selop.
"Kapan amih sama apih ngerti!!!!"
"Asmi tuh terkekang!!!!" dadanya naik turun di balik kebaya, ia lantas terduduk di tanah berumput, tak peduli pakaian dan sinjang kebatnya kotor.
"Aaaaa! Keseellll! Pengen kabur ajaaaaa! Semuanya ngeselin!!! Rashmi benci--Rashmi benciiii!" ia menendang-nendang udara bahkan selopnya sendiri ia tendang jauh, ia juga merabut rumput secara asal dan memb4 bii buta.
Alvaro tersenyum miring, bukannya menyapa atau bertanya pemuda ini malah duduk dan menjadikan Rashmi tontonan seru.
"Cewek kurang waras," gumamnya.
Mencium aroma asap rokok, Asmi mengedarkan netra ke sekeliling, ia sedikit terkejut jika ternyata ia sedang tak sendiri, apakah tindakan memalukannya dilihat orang? Kalau iya, aduhhh! Mampossss!
Matanya memicing melihat Alva, kedua pasang mata mereka bertemu, Rashmi mulai merapikan baju dan rambutnya, ia berdehem kencang. Harga diri yang sudah tinggal sebesar biji semangka ia tutupi dengan sifat angkuhnya.
"Ekhem, hey kamu!" panggilnya pada Alva, pemuda itu menatap Rashmi datar bak ubin surau.
"Kamu tadi liat aku?" gelagatnya yang sombong hanya dibalas gidikkan bahu oleh Alva.
"Eh kalo ditanya teh jawab atuh, punya mulut engga?!" pemuda itu berdiri lalu berjalan mendekat membuat Rashmi terkejut karena posturnya yang sedikit lebih tinggi, terlihat jelas jika gadis ini tersentak kaget, ada rasa takut yang tersirat juga malu, dapat Alvaro lihat itu di wajah cantik namun angkuh Rashmi.
Alvaro tertawa miring, "kamu ngga bisa liat ini raden rara?" tanya Alvaro menunjukkan bibirnya dengan mengepulkan asap rokok di depan Rashmi, membuat udara seketika berasap putih. Wajah datar nan dingin Alvaro bahkan sedikit samar.
"Atau perlu di tes, biar percaya ini mulut?!" seringainya. Rashmi menelan salivanya susah.
.
.
.
.
Note :
*Dongdang\= pikulan
*Ngadat wae\= nangis/ngamuk terus
*teuing \= banget.
* sareng \= barengan, bersama.
*nyeker \= telan jank kaki.
*Sinjang\=Kain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
lestari saja💕
keinget waktu ibun ketemu mpap pertama kali,ibun di bilang freak.....sekarang asmi di bilang ga waras...ujung2nya jodoh😂
2024-07-10
1
Lia Bagus
ehh jangan² jodohmu va😬
2024-04-16
0
Ainy Bundanya Gilang
anak ganis sama Nathan ya kak?
2023-11-27
0