Hassan benar-benar ketar-ketir dengan pukulan yang diberikan oleh Ando dan Kolonel Barkhan. Dia bersama dengan para tangan kanannya berkumpul untuk membahas masalah tersebut. Dia mulai mencurigai pihak luar yang sekarang membantunya.
Dia curiga kalau mereka sudah berkhianat kepadanya. Dia mulai sadar kalau semua yang terjadi saat ini sebenarnya bukan dari dirinya sendiri. Melainkan dari pihak asing yang mengambil keuntungan dari negaranya.
Namun apa mau dikata, perang sudah terjadi. Dan kalau Hassan buka mulut, pasti akan terjadi perang yang jauh lebih mengerikan. Perlahan dia mulai menyesali semua yang sudah ia lakukan sampai sejauh ini.
Andaikan dia tetap berada dalam jalannya sendiri seperti dulu, mungkin saja saat ini dia masih bisa berkumpul dengan anak dan istrinya. Sekarang dia harus berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain agar tidak menjadi incaran musuh-musuhnya.
Begitu juga dengan semua angggota keluarganya yang sekarang berada sangat jauh dari posisinya saat ini. Dulu Hassan adalah orang yang bersih dan tidak pernah berfikiran kalau dia akan memberontak kepada pemerintah.
Namun, dia terpengaruh dengan bisikan orang-orang yang iri kepada pemerintahan presiden pada masa itu. Padahal itu adalah politik dunia luar yang menginginkan hasil bumi di negara tersebut. Minyak memang lebih mahal dari pada emas dan lebih berharga dari intan dan berlian.
Dengan hasil bumi yang besar itu, Hassan bisa membeli senjata, amunisi, dan beberapa kendaraan tempur yang ia gunakan untuk berperang. Negara ini hancur karena ulahnya sendiri yang mau dengan bodohnya menggantikan pimpinan Abu Sayaad sebelumnya.
Karena sebelum Hassan, ada pimpinan pertama Abu Sayaad yang bernama Hamar.
Dialah yang mempengaruhi Hassan untuk melakukan pemberontakan. Karena Hassan dulunya adalah seorang jendral bagi ribuan pasukannya.
Sekarang dia harus memimpin ribuan pasukan yang berasal dari berbagai tempat. Dan dengan tega menghabisi semua pasukan yang tidak mau ikut dalam pemberontakan kala itu. Dia terbawa nafsu ambisinya yang besar.
Hassan selalu bermimpi menjadi seorang pemimpin yang dicintai oleh rakyatnya. Dan itulah yang kemudian digunakan oleh Hamar untuk mencuci otak Hassan. Ditambah lagi saat Hassan diperlihatkan kelakuan seorang oknum penegak hukum dan oknum tentara yang melakukan pelecehan kepada kaumnya. Sehingga muncullah sebuah kebencian kepada dirinya.
Dan menurutnya, kebenaran harus ditegakkan. Sayang, dia tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya. Padahal, tidak semua orang berfikiran dan berkelakuan sama. Oknum penegak hukum dan oknum tentara itu hanya segelintir orang gila yang sudah rusak otaknya.
Namun Hassan menganggap mereka semua sama. Hassan memandang mereka seakan para tentara dan penegak hukum hanyalah sekumpulan tikus penjilat yang memang pantas untuk dihanguskan. Padahal itu sebuah pemikiran yang salah kaprah.
Akhirnya terbukti sekarang, dia hanya bisa menyesali atas kebodohannya sendiri. Ingin rasanya dia menyudahi perang ini. Namun Hassan tidak mau menanggung malu dihadapan pasukannya dan para pendukungnya kalau da menyerah begitu saja. Dia ingin mati dengan perlawanan.
Dan perang ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Tetapi Hassan belum juga menunjukkan hasil dari semua perjuangannya. Dia hanya menaklukkan tempat satu ke tempat yang lain. Tidak ada satu pun puing bangunan yang ia bangun kembali untuk kepentingan masyarakat, seperti pendidikan atau pun kesehatan.
Semuanya dibangun hanya untuk kepentingan perang. Moral pasukannya sudah banyak yang bobrok. Mereka semua lebih pantas disebut sebagai binatang. Bukan manusia. Mereka semua sudah hancur jiwanya. Mereka bahkan tidak segan untuk membunuh bayi yang tidak bersalah.
Itu bukanlah ciri-ciri seorang pejuang. Tapi ciri-ciri seorang pecundang. Dan ke-pecundang-an itu kini sudah merajalela. Tidak mungkin ada yang bisa menghentikan semua itu karena sudah terlanjut parah dan menjadi budaya bagi orang-orang Abu Sayaad.
“Saudara-saudaraku sekalian. Terimakasih untuk kalian semua yang sudah datang ke tempat ini. Aku meminta maaf karena aku belum bisa terjun langsung ke medan perang bersama kalian. Namun aku selalu berdoa untuk kalian semua yang ada sedang berjuang. Dan aku ingin, kita merebut kembali semua yang seharusnya menjadi milik kita. Serangan beberapa hari lalu membuat mental pasukan kita menjadi goyah. Aku ingin meminta pendapat kalian semua.”
“Begini Tuan Hassan. Saya rasa semua yang kita lakukan sekarang ini masih belum cukup untuk mendapatkan semua hak-hak kita di negara ini. Begitu juga dengan masyarakat yang mulai kurang kepercayaannya kepada kita. Kita harus membangun kembali kepercayaan dihati rakyat. Karena kekuatan utama sebuah negara ada pada rakyatnya.” Ucap salah satu dari mereka.
“Saya setuju dengan apa yang dikatakan oleh saudara kita Tuan Hassan. Karena biar bagaimana pun, akan menjadi percuma semua perjuangan kita kalau rakyat yang mendukung kita berbalik menyerang kita. Kita semua bisa habis tanpa sisa kalau sampai mereka melakukan hal itu. Kita harus memberikan apa yang mereka butuhkan selama ini.”
Semua orang di ruangan itu pun menyetujui pendapat kedua teman mereka itu. Mereka sepakat untuk membuat sebuah pusat ilmu keagamaan agar memperkuat kepercayaan mereka terhadap Abu Sayaad, seperti dulu saat Abu Sayaad masih dipimpin oleh Hamar.
“Ya. Tapi kita punya masalah yang jauh lebih besar dari apa yang kita bayangkan.” Ucap Hassan.
“Apa maksud Tuan Hassan?”
“Orang-orang negara luar yang membantu kita sudah mengkhianati kita. Coba kalian fikirkan, kenapa mereka selalu berusaha melarang kita untuk membuat pabrik senjata sendiri? Dan kenapa mereka juga menyarankan kita untuk membeli alat-alat perang dari negara mereka?”
Mereka semua yang ada di ruangan itu mulai memikirkan sesuatu. Mereka semua mulai menyadari ada yang janggal dari sebuah bantuan yang selama ini mereka dapatkan.
“Kita menjual minyak untuk mendapatkan senjata dan alat-alat perang seperti tank dan lain sebagainya. Tapi kita tidak pernah berfikir untuk memproduksi semuanya sendiri. Padahal banyak sekali sumber daya yang bisa kita kelola dan kita gunakan untuk membuat semua yang kita butuhkan. Minyak yang kita tukarkan dengan mereka akan lebih menguntungkan mereka semua dari pada senjata-senjata yang ada pada kita saat ini.” Sambung Hassan.
“Tuan Hassan ada benarnya juga. Selama ini mereka memanfaatkan minyak yang ada di negara mereka untuk kepentingan di negara mereka sendiri. Sedangkan kita, kita hanya mendapatkan alat-alat perang yang suatu saat bisa saja rusak. Belum lagi dengan semua logistik untuk pasukan kita. Semuanya dengan minyak. Seakan-akan kita tidak boleh berkembang.”
“Ya! Itulah maksudku. Tapi sekarang ini, kita biarkan saja hal itu terjadi. Namun, diam-diam kita lakukan sendiri produksi senjata tanpa sepengetahuan mereka. Sibukkan orang-orang asing itu. Kalau perlu sesekali sibukkan mereka dengan para wanita. Dengan begitu mereka akan teralihkan pandangannya. Mereka jadi tidak bisa mengawasi kita dengan baik. Setelah semuanya siap, barulah kita putuskan hubungan dengan negara mereka.”
“Baiklah Tuan Hassan. Tuan Hamar sudah mempercayakan kepemimpinan kepada Tuan Hassan. Maka kami wajib patuh kepada perintah tersebut.”
“Kalau begitu lakukanlah.”
“Baik Tuan!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments