“Aku berangkat dulu. Selama aku pergi, jangan pernah meninggalkan wilayah ini. Paham?” Ucap ayah Wikar kepada istrinya.
“Pergilah.” Jawab ibu Wikar singkat.
Tidak lupa Wikar juga mengajak Salim, sahabatnya. Salim begitu kaget karena malam-malam seperti ini Wikar dan mengajak pergi ke tempat Syekh Jafar. Padahal tempat tinggal Syekh Jafar berada di negara lain yang memakan waktu dua hari untuk sampai kesana.
“Tenang saja. Aku punya orang dalam. Kita bisa mendapatkan pesawat khusus untuk sampai kesana lebih cepat.” Kata Wikar kepada sahabatnya itu.
“Wikar, tunggu dulu. Kamu sedang marah sahabatku. Kamu tidak bisa berangkat kesana dengan keadaan seperti ini. Bagaimana kalau kita duduk dulu di rumahku, lalu kita bicarakan lagi semuanya dengan ayahmu secara baik-baik.” Ucap Salim di panggilan itu.
Saat panggilan berlangsung, Wikar sudah ada di sebuah terminal bus. Dia tidak mau naik mobil pribadi bersama dengan ayahnya. Karena bisa-bisa mereka akan saling bunuh jika berangkat bersama dengan keadaan yang sama-sama sedang tidak baiknya.
“Tidak bisa Salim. Kamu ikut atau tidak, itu terserah. Aku akan tetap kesana malam ini juga. Bagaimana pun caranya.” Jawab Wikar yang langsung memutus panggilan teleponnya.
......................
Sesampainya disana, Wikar langsung mengutarakan maksudnya kepada gurunya itu. Syekh Jafar jelas merasa senang dengan keputusan yang ingin Wikar ambil. Namun resikonya sangat besar. Wikar harus bersebrangan dengan keluarganya. Karena ayahnya jelas tidak setuju.
Begitu juga dengan Salim yang dirundung rasa bingung. Dia tidak tahu harus memilih yang mana. Antara Wikar sahabatnya, atau keluarganya. Walau pun mereka sudah terdidik dengan sangat baik di tempat ini, tapi itu tidak menjamin kalau mereka akan berhasil dengan mengandalkan kekuatan seadanya.
Salim sedikit ragu dengan Wikar untuk pertama kalinya. Jalan yang diambil Wikar memang bagus, tapi resikonya terlalu berat.
Impian-impian Wikar untuk membebaskan negaranya dari belenggu Presiden Jacob memang sangatlah mulia, dan patut dijadikan contoh.
Tetapi dua orang saja tidak cukup untuk memperjuangkan sebuah negara. Perlu kekuatan besar untuk mewujudkan semua hal itu.
“Impianmu memang sangat mulia, anakku. Namun kamu harus benar-benar bersabar jika kamu tetap ingin mengambil jalan ini.” Ucap Syekh Jafar kepada Wikar.
“Kamu harus memulai hal-hal kecil di negaramu. Mungkin dimulai dengan membunuh para pejabat korup terlebih dahulu. Dengan begitu, akan banyak orang yang mengikuti caramu. Setelah itu, barulah kamu berfokus kepada strategi untuk melawan kekuatan para tentara.”
“Saya sudah tidak tahan lagi, Guru. Perang antara pemerintah dan rakyat sudah berjalan sangat lama. Tapi sampai sekarang sama sekali tidak ada hasilnya. Jacob dan orang-orangnya selalu saja menyingkirkan orang-orang yang mereka anggap akan berpengaruh di pemerintahan mereka.” Jawab Wikar.
“Ya. Kamu benar. Tapi jika kamu bertindak hanya dengan kepalamu, kamu akan mati sebelum waktunya. Kamu akan kalah diawal pertempuran. Lakukan saja apa yang aku perintahkan. Kalau kamu memang benar-benar ingin berjuang untuk negaramu.”
“Baik guru.”
Melihat tekad Wikar dan juga dukungan dari gurunya, orang tua Wikar tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa mendoakan anak mereka, agar anak mereka satu-satunya itu bisa menjalankan setiap rintangan yang akan ia hadapi.
Walaupun Ayah Wikar masih merasa sangat keberatan dengan keputusan itu, tapi untuk saat ini tidak ada yang bisa ia lakukan selain merelakan kepergian anaknya.
Wikar dan Salim berangkat dengan bekal persenjataan dan juga beberapa lembar uang. Salim diberikan izin oleh ayahnya untuk menemani Wikar, kemana pun Wikar pergi. Namun dengan syarat, Wikar harus menjamin keselamatan Salim.
Wikar memulai misinya dengan Salim dengan merampok bank-bank besar yang disinyalir menjadi tempat untuk menimbun uang dari para pejabat korup. Dengan segala macam peralatan dan juga persiapan yang sudah mereka persiapkan, mereka berdua mulai menjalankan rencana mereka satu persatu.
......................
Bank pertama yang mereka serang jaraknya tidak jauh jauh dari pedesaan tempat tinggal Wikar dan Salim. Mereka melakukan perampokan di malam hari, saat situasi sedang sepi.
Disana hanya ada empat orang penjaga dengan senjata MP-5 yang ada di tangan mereka. Sepucuk pistol yang terpasang disabuk para penjaga itu jelas hanya memiliki sekitar tujuh butir peluru.
“Dengar! Kita lakukan dengan cepat. Tembak mereka semua, tapi jangan sampai mati. Kita hanya melumpuhkan mereka, dapatkan uangnya, setelah itu barulah kita habisi mereka semua.” Ucap Wikar kepada Salim.
“Apa tidak sebaiknya kita ancam saja mereka? Belum tentu mereka bersalah Wikar.” Jawab Salim.
“Mereka semua adalah bajingan! Lakukan saja perintahku!”
Salim hanya mengangguk dan menarik nafas panjang. Mereka memeriksa kelenngkapan mereka masing-masing, dari senjata dan amunisi. Masing-masing dari mereka membawa senapan AK-47, dengan amunisi total tiga belas magazen yang salah satunya sudah terkokang dengan senjata yang mereka bawa.
Begitu mereka keluar, dari kejauhan para penjaga sudah melihat ada yang mencurigakan. Namun saat itu para penjaga tidak melakukan tindakan apa pun, karena mereka berfikir itu mungkin orang-orang yang dikirim oleh para pejabat.
Setiap minggu akan ada anak buah para pejabat yang datang untuk mengambil atau hanya sekedar memeriksa uang-uang bos mereka. Namun kali ini yang datang adalah orang yang didalam darahnya sudah dipenuhi dengan kemarahan dan kebencian, yang sudah siap untuk menghabisi mereka semua tanpa sisa.
Selang beberapa meter dari mereka, Wikar langsung melepaskan tembakannya kepada para penjaga. Keempat orang penjaga itu langsung kocar kacir karena tidak mampu membalas tembakan Wikar dengan senjata yang mereka miliki.
Senjata MP-5 yang mereka gunakan jelas tidak mampu menembus tubuh Wikar dan Salim. Mereka berdua terus berusaha menerobos masuk ke dalam. Para penjaga semakin terdesak mereka mencoba memanggil bantuan dengan HT yang mereka miliki.
Namun bantuan tidak bisa datang secepat yang mereka harapkan. Karena sekarang Wikar sudah berada tepat di depan pintu.
Pintu itu jelas dibuat tidak sembarangan. Melainkan dengan kaca yang anti peluru, yang ketebalannya tidak main-main.
Para penjaga sudah mengunci pintunya saat Wikar dan Salim sudah tepat berada di depannya, sehingga Wikar harus mengeluarkan bahan peledak, yang biasa dikenal dengan C4. Namun percobaan pertama gagal. Tetapi sudah mampu membuat kaca dan dindingnya bergetar.
Wikar memasang C4 itu lebih banyak lagi yang membentuk garis persegi panjang. Dan akhirnya, dengan satu ledakan, tembok, kaca, pintu, dan ke empat penjaga yang sedang berlindung disana pun langsung hancur.
Wikar begitu puas melihat hal itu. Rencananya berjalan dengan cepat, walau pun sekarang Wikar dan Salim harus sedikit kerepotan karena harus kembali membobol sandi pintu yang digunakan untuk menyimpan semua uang yang ada disana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments