Orang-orang yang ahli dalam dunia pendidikan juga dimanfaatkan untuk tetap mengajarkan ilmu mereka, terutama dengan buku sejarah dan juga perjalanan bangsa ini sebelum bangsa ini bobrok seperti sekarang.
Tujuannya agar mereka semua memiliki pemikiran dan wawasan yang lebih luas tentang kebangsaan dan lebih menghargai jasa para pahlawan yang sudah memperjuangkan bangsa ini.
Wikar tidak mau melihat anak-anak itu kembali menjadi budak dijalanan. Karena kebanyakan anak-anak dipekerjakan di jalan-jalan untuk memperluas peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang.
Sehingga saat mereka datang ke tempat ini, yang mereka tahu hanyalah obat dan obat. Namun hal itu juga yang menjadi pertimbangan Wikar untuk menerima mereka semua, karena pengalaman mereka juga bisa sangat berguna di tempat ini.
Dengan pengalam mereka yang sudah terbiasa hidup keras di jalanan, membuat mereka memiliki fisik dan mental yang kuat. Mereka semua bertekad untuk ikut dengan Wikar karena sebenarnya mereka semua tidak pernah mau bekerja seperti itu.
Para anak-anak dibawah umur yang menjadi pengedar sudah sering melihat bagaimana teman-teman mereka yang menjadi pecandu mati dihadapan mereka. Secara tidak langsung, mereka telah membunuh teman mereka sendiri.
Mendengar adanya sebuah kelompok pejuang, mereka semua lantas berbondong-bondong mendatangi Wikar dan kelompoknya untuk ikut bergabung. Awalnya mereka ingin sekali belajar menggunakan senjata dan bertempur bersama Wikar karena mereka berfikir mati di pertempuran jauh lebih baik dari pada harus mengedarkan obat-obatan yang bisa membunuh teman sebangsa mereka sendiri.
Sebagai seorang pemimpin, Wikar jelas melarang mereka untuk andil dalam pertempuran. Dikarenakan merekalah yang akan menjadi generasi penerus bangsa ini. Kalau anak-anak diikutkan dalam pertempuran, maka semua pengalaman dan juga kejeniusan mereka pun akan ikut mati bersama mereka.
Oleh karena itu Wikar membuat peraturan baru, yang melarang keras anak dibawah umur untuk ikut bertempur. Sesekali Wikar dan beberapa orang yang sudah ia latih turun dari bukit untuk melakukan serangan ke pos-pos penjagaan milik tentara.
Wikar belum sampai membunuh mereka semua. Dia hanya ingin mengganggu para tentara terlebih dahulu. Sekaligus dia juga ingin mengetahui secara pasti mana tentara yang diam-diam mendukung perjuangannya, dan mana tentara yang masih setia terhadap pimpinan mereka.
Serangan Wikar dan kelompoknya selalu menghasilkan sesuatu. Mereka sudah bisa memotong beberapa akses pengiriman logistik ke beberapa pos-pos penting para tentara yang berjaga di sekitar wilayah itu.
Salah satu yang membuat seorang komandan tentara marah besar adalah peledakan jembatan yang mengakibatkan empat mobil pengangkut persenjataan dan makanan hancur tanpa sisa.
Hal itu memancing kemarahan para tentara lebih gencar melakukan pencarian. Walau pun sampai sekarang hasilnya masih saja nihil.
“Kita harus mengirim seorang mata-mata ke bukit itu komandan.” Ucap salah seorang prajurit kepada pimpinannya.
“Percuma. Mata-mata kita tidak pernah ada yang pulang dari bukit itu. Kalau pun pulang, pasti mereka memulangkan kepalanya saja. Itu hanya akan membuat jumlah kita semakin sedikit dan membuat pasukan yang lain akan semakin tertekan.”
“Lalu apa rencana selanjutnya Komandan? Jendral dari markas besar terus menuntut janji kita beberapa bulan yang lalu. Jika kita gagal, maka kita akan dikirim ke tempat lain. Dan sudah pasti kita akan dipermalukan oleh kesatuan yang lain karena dianggap lemah.”
“Diam! Jaga bicaramu! Kita akan membumi hanguskan mereka semua! Dan kita akan mendapatkan kekuasaan seperti yang kita impikan! Jadi sekarang kerjakan tugasmu! Dan jangan banyak bicara! Paham?!” Bentak komandan pasukan itu sembari mencekik leher bawahannya.
“Si.. siap.. siap! Komandan!”
Orang itu lalu bergegas pergi. Dia tidak mau memperpanjang perdebatan itu lagi. Karena apa pun yang dia katakan hanya akan menjadikan masalah semakin rumit. Jauh dalam hatinya, dia ingin sekali menggantikan posisi pimpinannya yang menjengkelkan itu.
Namun dia tidak memiliki daya apa pun, selain pasrah dibawah perintah. Tapi sesekali dia mencari-cari kesempatan untuk bisa menjebak komandannya itu agar dia celaka, atau paling tidak dicopot dari jabatannya.
Kesatuan tentara ini sudah melakukan berbagai upaya untuk menangkap Wikar dan kelompoknya, tapi selalu saja gagal.
Ada beberapa yang sudah tertangkap, itu pun mereka lebih memilih untuk dibunuh atau pun melakukan bunuh diri karena mereka tidak mau memberikan informasi apa pun untuk Wikar. Sampai sejauh ini, tidak ada orang yang mengkhianati Wikar dan kelompoknya.
Wikar dan Salim sulit untuk ditipu. Mereka selalu mengantisipasi semua hal sebelum terjadi. Istilahnya, sedia payung sebelum hujan. Setiap ada orang yang berusaha mengkhianati Wikar, atau menjadi mata-mata dalam kelompoknya, Wikar tidak pernah segan untuk menghabisi orang itu.
Dia juga tidak mau bertele-tele dengan mengintrogasi orang itu. Berkhianat artinya mati. Tidak peduli orang itu siapa. Orang-orang seperti itu akan merugikan banyak orang, dan pantas untuk disingkirkan. Wikar memegang tanggung jawab besar bagi semua orang yang ada dikelompoknya.
Oleh karena itu ia tidak boleh ragu untuk mengambil sebuah langkah, termasuk menyingkirkan para pengkhianat yang mencoba masuk ke dalam kelompoknya. Walau pun mungkin orang itu sudah berjasa untuknya, Wikar tetap tidak akan peduli. Baginya itu tidak akan berarti apa pun. Sekali pengkhianat tetaplah pengkhianat.
Para tentara juga banyak yang mulai tertekan dengan perang sipil ini. Sudah banyak sekali tentara yang terluka, bahkan mati saat sedang bertugas. Mereka semua mati hanya untuk mengejar satu orang yang menurut mereka asal-usulnya tidak jelas. Wikar berasal dari sebuah tempat yang sangat jauh, yang tidak pernah terjamah oleh orang-orang dari pemerintah. Baik pejabat apalagi presiden.
Hanya beberapa orang pilihan yang pernah kesana, itu pun karena mereka diundang.
Wikar tidak pernah mendapatkan pendidikan di sekolah seperti sahabatnya, yaitu Salim. Dia hanya mendapatkan pendidikan dari gurunya, yaitu Syekh Jafar dan juga kedua orang tuanya. Karena itu Wikar lebih suka terjun langsung ke lapangan dari pada harus di dalam ruangan.
Meski pun begitu bukan berarti Wikar adalah orang yang ceroboh. Dia justru selalu hati-hati dengan setiap hal yang akan ia putuskan. Untuk se buah hal besar, tidak jarang Wikar bisa memikirkannya selama berhari-hari, dan bahkan berbulan-bulan.i
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments