Ando melihat ada salah satu foto didinding yang difoto itu ada Wikar, Lahar, dan juga Syekh Jafar. Ando memandang keheranan foto-foto itu. Dia sama sekali tidak mengira kalau Syekh Jafar ternyata memiliki hubungan dekat dengan presiden Wikar dan juga Jendral Lahar.
“Itu sudah sangat lama.” Ucap Syekh Jafar.
“Apa hubungan Syekh Jafar dengan presiden Wikar dan Jendral Lahar?” Tanya Ando yang penasaran.
Terlihat difoto itu Wikar dan Lahar memegang senjata laras panjang AK-47. Mereka juga mengenakan seragam hitam lengkap dengan rompi anti peluru.
“Wikar bukanlah anak biasa. Dia hampir menjadi anak dari semua orang yang ada di tempat ini. Memang, dia anaknya sedikit pemarah. Tetapi dia anak yang sangat baik.” Jawab Syekh Jafar.
Syekh Jafar mengambil segelas air putih dan semangkuk kurma untuk Ando. Mereka berbincang tentang masa lalu Wikar dan Lahar, yang ternyata juga mendapatkan gemblengan dari Syekh Jafar yang sekarang sudah tua itu.
“Dulu saya masih muda. Gagah, dan memiliki kaki yang bisa berlari sangat kencang. Tidak seperti sekarang, yang harus memakai tongkat jika bepergian.” Kata Syekh Jafar tertawa mengingat masa-masa mudanya dulu.
“Wikar adalah yang sangat nakal, susah diatur, apalagi soal ibadah, dia adalah pemalas yang hebat. Sedangkan Lahar, dia anak pendiam yang selalu menurut kepada perintah siapa saja, tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah.”
“Orang tua mereka masing-masing sudah sangat kerepotan mendidik anak mereka. Mereka sudah menyerah, karena tidak tahu harus diberi pembelajaran seperti apalagi agar anak-anak mereka bisa mengerti ucapan orang tua mereka.”
Syekh Jafar menghela nafas. Bayang-bayang Presiden Wikar masih tergambar diingatannya. Dua murid kesayannya yang sekarang sudah memiliki tanggung jawab mereka masing-masing. Hanya sesekali saja Wikar dan Lahar menjenguk Syekh Jafar.
Itu pun harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi, apalagi setelah Wikar resmi dilantik menjadi seorang pemimpin di negaranya.
“Orang tua Wikar dan Lahar memiliki profesi yang sangat berbeda. Ayah Wikar adalah seorang pembisnis dibidang pertanian dan dia adalah seorang pemimpin kepala suku yang sangat dihormati. Sedangkan ayah Lahar, dia adalah seorang pemilik perusahaan di kota mereka tinggal, setelah dia memutuskan untuk berhenti dari dunia militer.”
Mereka banyak berbincang tentang kehidupan Wikar dan Lahar di masa lalu. Dan faktanya, Lahar dan Wikar adalah dua saudara tidak sekandung yang tidak akan pernah bisa dipisahkan. Kejayaan yang dimiliki oleh Wikar dan Lahar sekarang memang sudah diramalkan oleh Syekh Jafar sedari dulu, jauh sebelum Wikar dan Lahar berkecimpung di dunia militer.
Syekh Jafar masih ingat apa yang ia katakan kepada kedua anaknya didik kesayangannya itu.
“Waktu itu, selesai aku melakukan ibadah, aku lanjutkan dengan membaca doa untuk kedua anak didik kesayanganku. Wikar dan Lahar. Lalu aku mendapatkan sebuah penglihatan yang sangat menakjubkan.
“Apa yang syekh lihat?”
“Ada seekor harimau dan seekor singa. Harimau yang menjadi raja, dan seekor singa yang menjadi panglimanya. Panglima bagi seluruh pasukan sang raja. Harimau itu bermahkota emas. Dan sang panglima yang menggengam sebuah pedang yang sama-sama terbuat dari emas.”
“Bagaimana mungkin harimau bisa menggunakan mahkota? Dan singa bisa menggengam sebuah pedang syekh? Bagi saya itu terdengar aneh.” Ucap Ando menggelengkan kepala tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Syekh Jafar.
“Itu hanya sebuah gambaran komandan Ando. Dalam dunia orang-orang seperti kami, hal itu sudah terbiasa terjadi. Bagaimana denganmu?” Syekh Jafar balik bertanya kepada Ando.
“Maksud Syekh?”
“Bagaimana dengan kepercayaan yang kamu pilih? Apakah hal itu juga terdengar biasa?”
Ando hanya diam. Dia menundukkan kepalanya. Selama ini Ando tidak benar-benar yakin dengan agama yang ia pilih. Karena Tuhan tidak terlihat. Itulah yang membuat Ando ragu. Tetapi seakan mengetahui apa yang ada dipikiran Ando, Syekh Jafar pun menasehati Ando dengan ilmu agama yang dimilikinya.
“Begini komandan, aku tidak mempertanyakan apalagi menghakimi kepercayaanmu. Namun, jika kamu mempertanyakan dimana keberadaan Tuhan, maka sungguh kamu adalah orang yang paling bodoh di dunia ini.” Ucap Syekh Jafar tersenyum kepada Ando.
Syekh Jafar lalu duduk disebelah Ando. Tepatnya diranjang kecil yang empuk di ruangan itu.
“Begini Ando, sekarang pukul saja wajahmu sendiri. Kamu mungkin bisa melihat bekas lukanya, tapi tidak dengan rasa sakitnya. Begitu pula dengan Tuhan. Dia ada, dan akan selalu ada. Kamu tidak akan pernah mampu melihatnya, tapi kamu bisa merasakan keberadaan-Nya, dan kuasa-Nya, di dalam hatimu dan di dalam kehidupanmu.”
Ando terkejut mendengar ucapan Syekh Jafar. Dia seperti memberikan jawaban tepat atas pertanyaan-pertanyaannya selama ini. Ando merasa kagum dengan ucapan Syekh Jafar. Dia seperti menemukan sesuatu yang baru dalam hidupnya.
Karena biasanya, Ando harus membuat pertanyaan terlebih dahulu. Itu pun tidak menjamin kalau jawabannya akan ditemukan.
Namun kali ini, orang tua renta itu memberikan sebuah jawaban yang pertanyaan berada jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam.
Ando terdiam beberapa saat, memikirkan kembali jawaban itu. Jawaban yang diberikan Syekh Jafar benar-benar telah membuat otaknya berfikir kesana kemari. Logikanya benar-benar berjalan sebagaimana mestinya.
Entah dia sadar atau pun tidak, Ando telah setuju kalau jawaban itu adalah jawaban yang paling benar. Jawaban itu adalah jawaban yang selama ia nanti-nantikan.
Sebuah jawaban yang membuatnya sadar, untuk apa memikirkan bagaimana caranya melihat Tuhan? Kalau sampai hari ini Tuhan masih menunjukkan kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya yang bodoh ini.
Ando tersenyum lebar kepada Syekh Jafar. Dia menggenggam tangan Syekh Jafar, tanda kalau dia sudah memahami apa yang selama ini terus menerus menghantui otaknya. Syekh Jafar pun pergi dari ruangan itu tanpa sepatah kata pun.
Ando menarik nafas lega.
“Mungkin tempat ini medan perang. Tetapi inilah tempat yang tepat untukku. Sekarang aku juga tahu kenapa Wikar bisa menjadi seorang pemimpin, dan Lahar bisa menjadi seorang panglima yang tidak terkalahkan.” Ucapnya dalam hati.
Ando merebahkan dirinya dikasur itu sembari terus meyakinkan dirinya, bahwa sekarang dia sudah berada di tempat yang seharusnya.
“Ya! Aku harus disini. Inilah tempatku. Disinilah aku harus belajar. Ya! Ya! Aku harus!” Ucapnya dalam hati.
Dia mencoba menutup kedua matanya. Menenangkan dirinya sedikit demi sedikit, karena setiap akan tidur, inilah yang harus Ando lakukan. Dia mengalami kesulitan tidur selama bertahun-tahun karena mantan Presiden Jacob juga masih menghantui dirinya.
Dia terus bertanya-tanya dimana keberadaan Jacob saat ini. Ingin rasanya Ando menghajarnya habis-habisan agar dia tahu bagaimana sakitnya kehilangan orang-orang yang ia cintai. Teman-teman Ando dulu banyak yang mati karena menjadi korban ambisi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments