Selamat! Membaca 🤗
Seno hanya bisa menatap punggung Rana, yang perlahan menghilang di balik pintu.
Tak ada niatan Seno untuk menahan istrinya, tapi tubuhnya ingin sekali berlari mengejar Rana dan meminta untuk bertahan, tapi ego di hati Seno juga terlalu tinggi untuk mempertahankan apa yang menjadi keputusannya.
*
Rana menunggu di depan pagar
dan beberapa menit kemudian, Aurel datang dengan mobil berwarna putih.
"Rana!"
Aurel turun dari mobil dan menatap sahabatnya yang sangat menyedihkan itu.
Ia sedikit berlari untuk memberi pelukan hangat pada Rana.
"Sudah, jangan menangis, tidak perlu menangis dia. Pikirkan saja dirimu pikirkan kebahagiaanmu, lupakan semuanya dan mulailah semuanya dari awal,"ujar Aurel sambil mengusap-usap punggung Rana.
Sementara dari dalam Rumah, Seno yang membuka sedikit gorden melihat kesedihan Rana di dalam pelukan Aurel.
"Maafkan aku!"lirihnya.
Kembali pada Aurel.
Setelah menyalurkan energi positif pada Rana, ia menarik koper dan memasukkannya ke bagasi.
"Ayo masuk, aku akan membawamu pergi dari sini,"ajak Aurel.
perlahan Rana membuka pintu mobil, tapi untuk sekali lagi ia ingin menoleh dan memastikan apakah Seno benar-benar tidak ingin melihatnya, walaupun untuk yang terakhir kali.
"Rana!"Aurel menahan pundak Rana, yang ingin melihat kebelakang, "Jangan pernah melihat kebelakang lagi karena itu hanya akan membuatmu lebih terluka, tetep lah maju dan lihat kedepan, karena di sana ada kebahagiaan yang sesungguhnya sedang menantimu."
Kali ini Rana mengangguk menuruti apa yang dikatakan sahabatnya.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang hingga dalam beberapa detik saja sudah meninggalkan lokasi Rumah Seno.
"Apa kau ingin pulang ke rumah Kak Sarah?"tanya Aurel.
"Tidak! Aku masih belum siap untuk menceritakan semua ini pada Kak Sarah, aku masih butuh waktu untuk menyiapkan hati dan diri agar aku bisa bercerita tanpa meneteskan air mata."Ujar Rana yang lemah.
"Baiklah kalau begitu, kau bisa tinggal di rumahku dulu."
✨✨✨
Keesokan harinya.
Rana yang sudah bisa mengontrol emosi dan kesedihannya, datang ke rumah Sarah, kakaknya.
Di sana Ia menceritakan apa yang terjadi dengan dirinya dan Seno, tidak seperti yang diharapkan Rana, yang seharusnya terlihat tegar tanpa rapuh sedikitpun, apa lagi sampai menangis di hadapan kakaknya. Tapi nyatanya, saat ini, kedua bola mata Rana tak kuasa mengeluarkan bulir kesedihan hingga membasahi pipinya.
"Maafkan Kakak, ini semua salah Kakak, kakak tidak mengetahui dan menyadari ini,"ucap Sarah yang saat ini tengah memeluk adiknya.
"Kenapa menyalahkan diri, ini tentu bukan salah kakak, aku yang bodoh karena terlalu lama menutup mata."
"Apa aku perlu bicara dengan Seno?"sahut Bima, yang tidak tega melihat Rana sedih seperti ini.
"Tidak mas, tidak perlu. Aku ingin mengakhiri semua ini tanpa ada masalah, aku ingin melupakan semuanya."
Bima dan Sarah mengangguk.
"Apa yang akan kamu lakukan selanjutnya? Apa kau ingin pulang ke kota XXX bertemu Ibu dan Ayah, mereka harus tau, jangan ada yang di tutupi."
Rana mengangguk.
"Tentu kak, aku akan pulang ke Rumah Ibu dan Ayah, aku juga sudah memutuskan untuk kembali mengejar Cita-cita ku, hari ini juga aku akan ke Kota Xxx aku ingin kembali meneruskan sekolah keperawatan ku yang tertunda."
"Ya, kau bahkan belum lulus untuk itu, karena kau lebih memilih fokus dangan Seno."Sahut Sarah.
"Bolehkah aku meminta bantuan Kakak?"
"Katakan, apa yang bisa kakak lakukan untukmu?"
"Tolong bantu aku untuk mengurus perpisahanku dan Mas Seno, aku akan mengajukan gugatan cerai ke pengadilan."
Bima dan Sarah terdiam sejenak lalu berkata.
"Apa kau sudah yakin?"
"Aku yakin kak, sangat yakin,"sahut Rana dengan mantap.
"Baiklah, kau pergi saja, kejar apa yang menjadi cita-citamu, jangan pernah kembali ke masa lalu dan berbahagialah di masa depan, kakak dan Mas Bima akan mengurus semuanya untukmu."
"Terima kasih Kak."
✨✨
Dan seperti apa yang di katakan Rana.
Hari itu juga ia berangkat ke Kota XXX di mana ia dilahirkan dan di besarkan, Kota tersebut menjadi tempat tinggal tetep orang tuanya.
Butuh waktu 7 jam untuk sampai di sana, dan Rana pergi menggunakan transportasi umum, Bus.
✨✨✨
Satu Minggu setelah kepergian Rana, tidak ada yang berubah dari Seno, malah ia seperti menikmati kesendiriannya saat ini, meskipun ia selalu mendapat tekanan dari orang tua dan kakek Arif, tapi Seno tetap pada pendiriannya.
Hingga hari ini, di siang hari pukul 13:00
Lina di datangi seorang pria yang mengantar sebuah surat.
"Untuk siapa ini Pak?" tanya Lina Bingung, setelah menerima Amplop dari Pria tersebut.
"Maaf Bu, ini surat dari Pengadilan, sebenarnya ini untuk Pak Senopati. Tapi saat saya mengantarkan ke alamat beliau, Pak Seno tidak ada di Rumah, kebetulan ada yang mengenal Ibu selaku orang tua Pak Seno dan memberikan alamat ini, lalu saya berinisiatif untuk mengantarkannya ke sini."
"Pe.. Pengadilan?"tanya Lina kaku.
"Bener Bu."
"Baik, terima kasih Mas!"
"Sama-sama Bu, kalau begitu saya permisi."
Selepas kepergian pengantar surat, tubuh Lina seketika bergetar hebat sambil menatap amplop yang kini ada di tangannya.
"Siap yang datang?"tanya kakek Arif, seraya melihat Lina menghampirinya.
Dengan perasaan campur aduk, Lina memberi Amplop itu pada Kakek Arief, ia tentu tidak kuasa untuk melihatnya, karena ia sudah menduga isi di dalamnya.
✨✨✨
PLAK!
"Apa ini Seno!"
Kakek Arief melemparkan Amplop dia atas meja tepat di hadapan Seno yang tengah berdiri kokoh.
Seno melirik benda yang kini ada di atas meja, dan ia membaca logo di ujung amplop tersebut.
Seno cukup terkejut!
"Buka!"titah kakek Arif.
Seno meraih dan membukanya perlahan.
"Apa kau puas! Ini kan yang kau mau? Padahal kakek memintamu untuk membujuk dan membawa kembali Rana, tapi kenapa malah surat gugatan cerai yang kau dapat! Apa sebenarnya kau tidak pernah menemui Rana setelah ia pergi dari Rumah?"tanya Kakek Arif dengan Emosi.
Seno diam tak menjawab sepatah kata pun, dan dari diamnya itu, kakek Arif sudah bisa menduga jika lelaki itu memang tidak pernah menemui Rana seperti apa yang ia perintahkan.
"Seno!"panggil kakek Arif dengan nada tertahan karena menahan geram.
Seno hanya menatapnya sekilas lalu ia kembali menunduk.
"Cepat cari Rana dan meminta maaflah padanya."
"Tidak Kek, aku tidak akan pernah melakukan itu. Kali ini aku ingin menjalani hidup sesuai apa yang menjadi keinginanku tanpa di atur siapapun, termasuk Kakek."
Kakek Arif menatap Seno tajam.
"Maaf kek, jika aku mengecewakan kakek, tapi inilah pilihanku. Dan ini juga sudah menjadi pilihan Rana, tolong hormati pilihan kami, aku permisi."
Setelah mengatakan itu, Seno melangkahkan kakinya keluar dari kediaman kakek Arif, sambil membawa amplop yang berisi surat gugatan cerai dari Rana.
Bersambung..
✨✨✨✨
Terima kasih sudah berkunjung ke cerita ini 🙏
Minta dukungannya ya 🤗
Tolong koreksi jika ada Kesalahan dalam tulisan ini 🙏
Lope banyak-banyak untuk semuanya ❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Tati Suwarsih
aqu harap mereka tdk balikan
2023-12-10
3
revinurinsani
1 kata untuk Seno ( bego )
2023-12-07
1
Muhammad Aufa
berhati batu
2023-12-06
1