Selamat! Membaca 🤗
"Mbak Rana, ini kue nya taruh di mana?"Bibi masuk, dengan kue cantik berukuran besar di kedua tangannya.
Semua diam tidak bisa berkata apapun, mereka sangat mengerti perasaan Rana yang pasti sangat terluka dengan perkataan Seno, Bibi yang membawakan kue ulang tahun untuk Seno merasa bingung dengan situasi yang dingin di ruang makan yang seharusnya hangat, karena mereka semua berkumpul di sana.
"Letakkan di sini Bi,"kata Fery yang melihat Bibi kebingungan.
"Baik, pak!"
Seno menatap kue di meja, kue yang nampak indah dengan karakter seorang pria pemberani bagai pahlawan, yang bertuliskan
(HBD suamiku tercinta)
"Aku permisi!"
Rana yang tidak kuat, memilih untuk pergi dari sana sebelum ada yang memberikan penjelasan padanya.
"Rana! Tunggu Nak."Lina mencegah, dengan menahan tangan Rana, dan ia melirik Seno penuh harap, agar anaknya itu ikut menahan Rana.
Namun, tekat Seno untuk menyadarkan semua sudah bulat, sudah kepalang tanggung. Untuk apalagi di cegah.
"Maaf Bu, aku harus pergi,"Rana yang lemah, melepaskan diri dari Lina. Ia tak sanggup jika harus kembali mendengar pengakuan Seno.
Dengan membawa kekecewaan dan penyesalan serta ketidakberdayaan, Rana keluar dari kediaman Arif.
Hanya air mata yang menemani setiap langkah gontai gadis itu.
🍁
"Seno, cepat kejar Rana, jelaskan padanya."Pinta Lina.
"Apa yang harus di jelaskan Bu, aku yakin Rana sudah mendengarnya dengan jelas."Seno yang angkuh.
"Seno! Cepat susul Rana!"bentak kakek Arif.
Seno bangun dari duduknya dengan gerakan kasar sampai kursi yang ia duduk terjungkal.
"Untuk apalagi aku menyusulnya! Apa kalian ingin aku kembali berpura-pura mencintainya, dan membujuknya untuk kembali! Tidak, aku tidak akan pernah melakukan itu lagi. Bagus bukan jika Rana tau, jadi aku tidak perlu memberi tahunya lagi."
"SENO!"
Suara Fery menggema, ia sangat kecewa dengan ucapan anak sematawayangnya.
"Apa Ayah pernah mengajari atau memberimu contoh untuk tidak menghargai wanita?"Fery berkata sambil menatap mata Seno.
Seno diam, karena Fery memang tidak pernah mencontohkan hal buruk pada anaknya.
Tapi Seno juga tidak mau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hatinya.
"Cepat pergi, dan jelaskan semuanya pada Rana. Jangan sampai kau menyesal nantinya."Titah Kakek Arief, dengan sedikit marah.
Seno yang benar-benar tidak tahan dengan ulti orang tua serta kakeknya memilih pergi dari sana.
🍁🍁🍁
Di Ramah.
Rana duduk diam di depan cermin sambil menatap dirinya yang nampak begitu menyediakan.
Dadanya sesak. Dan seluruh badannya bergetar, karena tidak kuat menahan sedih. Istri mana yang tak sedih mendengar ucapan suaminya yang begitu lantang mengatakan! bahwa ia tidak pernah mencintai dan menerima istri.
"Jadi selama ini kau hanya berpura-pura Mas, kenapa tega! Kenapa kau tega menipu hatiku seperti ini, seandainya kau tidak berpura-pura mencintaiku mungkin aku tidak akan sesakit ini. Aku sudah menyia-nyiakan hidup dan waktuku selama ini hanya untuk berharap padamu."
Untuk beberapa saat Rana tertunduk, meluapkan semua kesedihannya dan kilas balik momennya bersama Seno ia putar secara berulang-ulang.
Setelah beberapa menit merenung, Rana bangkit dari duduknya dan berjalan lunglai menuju lemari besar.
Ia berjinjit untuk meraih koper besar di atas lemari. Rana menatap koper yang ia letakkan di atas kasur.
2 tahun yang lalu, Rana membawa koper itu dengan hati yang berbunga-bunga, dan saat ini ia kembali membawa koper itu dengan perasaan hancur.
Rana menghapus air mata yang seperti tak ada habisnya.
Gadis itu kembali menguatkan hati dan membuka lemari pakaian, ia mengemasi beberapa pakaian yang ia miliki.
Di luar Rumah.
Seno baru saja memarkirkan mobilnya. Setelah berpikir dengan matang Seno memutuskan kembali ke rumah untuk bicara dengan Rana.
Pintu tidak terkunci sehingga lelaki itu bisa langsung masuk tanpa harus mengetuk.
Lampu ruang tengah dan keluarga masih gelap, sepertinya Rana tidak menyalakan lampu, mungkin ia sedang menandakan ruangan itu sama seperti hatinya saat ini.
Tak!
Seno menekan saklar lampu, agar ia bisa melangkah dengan jelas.
Tidak ada Rana di ruangan itu, begitupun di dapur yang menyatu dengan ruang keluarga, tak nampak wanita yang ia nikahi dengan keterpaksaan itu.
Hanya satu tempat yang belum Seno lihat, yaitu kamar. Tapi lelaki itu menghentikan langkahnya untuk memasuki kamar.
Seno memilih untuk duduk di sofa ruang keluarga, menunggu Rana keluar dari kamar.
30 menit sudah Seno menunggu dengan perasaan yang campur aduk, ada sedikit rasa bersalah pada Rana, Ia juga menganggap dirinya kejam telah melukai hati Rana secara tidak langsung. Tapi apa boleh buat, inilah kenyataan yang sebenarnya. Apapun yang terjadi ia dan Rana harus menerima kenyataan ini, bahwa mereka tidak akan pernah bisa bersama.
CKLEK..
Suara pintu terbuka. Langsung menarik pandangan Seno untuk melihat Rana keluar kamar.
Rana berjalan perlahan sambil menyeret kopernya dan berdiri tepat di hadapan Seno, yang saat itu juga berdiri menatapnya.
Dan posisi mereka saat ini saling berhadapan.
"Mas, maafkan aku jika selama ini membuatmu tersiksa dengan pernikahan kita, aku sungguh bodoh yang tidak menyadari ini semua. Mungkin saat itu aku terlalu bahagia hingga tidak menyadari jika semua itu palsu. Selama 2 tahun ini aku berusaha keras untuk menjadi istrimu yang baik, agar kau bisa bangga denganku, tanpa ragu, aku berikan semua kasih sayang dan cintaku padamu Mas,"Rana menatap langit-langit untuk menahan air matanya, jangan sampai ia menangis di hadapan lelaki ini, lalu ia kembali melanjutkan perkataannya, "Tapi sekarang aku menyerah Mas, aku menyerah menjadi istrimu, aku menyerah memperjuangkan cintamu, karena aku tau semua itu akan sia-sia, seperti apapun yang aku lakukan kau tidak akan pernah melihat apa lagi mencintaiku, aku membebaskan mu dari pernikahan ini. Semoga kau bahagia dengan hidupmu, aku berharap takdir tidak akan pernah mempertemukan kita kembali dengan alasan apapun. Aku pamit Mas, jaga kesehatanmu."
Seno hanya menunduk mendengar ucapan pilu Rana, tanpa ingin membalasnya.
Dengan menahan gemuruh di dalam dadanya, Rana kembali menyeret koper dan berjalan menuju pintu keluar. Ia berjalan perlahan masih berharap Seno menahannya untuk sekali saja.
"Rana!"
Akhirnya, Seno menyebut namanya dan Rana langsung menghentikan langkahnya.
Apa Seno akan mencegah Rana pergi?
Itu hanya harapan Rana. Karena ketika ia menoleh, lelaki itu berkata.
"Kau mau pergi kemana, ini sudah malam. Aku bisa mengantarmu!"
Ya, yang namanya harapan akan tetep menjadi harapan. Semakin di harap akan semakin sulit untuk di harap.
(Ais, Otor ngomong apa sih)
Rana menarik nafasnya dalam-dalam dan berkata.
"Tidak perlu Mas, aku sudah meminta Aurel untuk menjemput ku."
Karena tau harapannya tidak akan pernah tercapai, tanpa ragu dan menoleh kebelakang, Rana berjalan dengan yakin, keluar dari rumah yang sudah menjadi saksi bisu perjalanan rumah tangganya dengan Seno yang penuh dengan kepalsuan.
Bersambung...
🍁🍁🍁🍁
Terima kasih sudah berkunjung ke cerita ini 🙏
Minta dukungannya ya 🤗
Tolong koreksi jika ada kesalahan dalam tulisan ini 🤗
Lope banyak-banyak untuk semuanya ❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Zerlynda Syakira
Gadis ditujukan perempuan yang belum nikah atau masih remaja sedangkan wanita ditujukan untuk perempuan yang sudah/pernah menikah atau perempuan yang sudah berumur
2023-12-26
3
Ma E
seandainya saya jadi Rana ga mungkin ngomong panjang kali lebar Thor..
2023-12-19
1
revinurinsani
dahhh pergi ajah deh jangan oon nyiain waktu mu rana
2023-12-07
2