Begitu banyak cobaan yang aku lewati, terkadang aku pasrah dan terkadang aku melawan. Sikap acuh tak acuh dari suamiku membuatku tak bisa tinggal diam, biarlah dia berpikir kalau aku ini istri yang cerewet, tapi keadaanlah yang membuatku demikian.
"Bantu aku ya Mas!" bujukku agar dia sedikit ikhlas menjalani perannya sebagai seorang ayah.
"Tapi aku capek, harusnya aku di sambut dengan secangkir teh atau cemilan kek. Tapi ini tidak, malah mengulurkan anak, ya … tambah lemes."
"Alah Mas … Mas, buat nya aja kamu semangat. Masa jagain anak sendiri gak mau, aneh kamu Mas. Yaudahlah ya, terima aja. Aku mau lanjut beberes setelah nenangin anak yang satunya."
"Tinggal tancap kan gampang."
"Udah, gak usah banyak cingcong. Urus aja tuh anakmu yang benar!"
"Tapi aku beneran capek, Tari."
"Tapi aku lebih capek, kita bagi tugas."
Aku tak peduli apapun perkataan mas Angga, berlalu pergi begitu saja sambil menggendong anak yang perlahan sudah mulai tenang dan tertidur. Cukup melelahkan, bekerja bagai kuda tanpa di gaji seperti kerja rodi.
Setelah menyelesaikan semuanya, aku hendak memasak. Namun, aku merasa mual saat mencium aroma minyak goreng yang sangat menyengat di indra penciumanku. Aku tahu kalau ini gejala kehamilan trimester pertama, berusaha keras aku menutup hidung agar tidak tercium aromanya.
Sekeras apapun aku berusaha tetap tak menghilangkan rasa mualku, aroma minyak goreng sudah begitu menusuk hidung. Aku yang tak kuat menahan segera berlari ke kamar mandi, mengeluarkan sisa makanan di perutku dan meninggalkan rasa lemas yang membuat tubuhku sedikit bergetar.
"Ih … jorok kamu, Tari. Masa lagi mau masak malah muntah, kan Ibu jadi jijik dan gak berselera makan masakan kamu."
Aku yang mabuk itu menatap ibu mertua dengan tatapan datar, dan kembali memuntahkan sisa makanan di dalam perut. "Namanya juga hamil, ya biasa kalau mual Bu."
"Ya, tapi ingat kondisi dan situasinya dong. Ibu yang tadinya lapar malah langsung kenyang lihat kamu mual."
Aku tak peduli dengan perkataan ibu. "Kalau begitu tutup saja mata dan hidung Ibu, maka masalah susah selesai." Jujur kesabaranku mulai terkikis, kalimat sarkastik yang di ucapkan ibu membuatku kesal dan geram sekaligus. Memangnya dia dulu hamil mas Angga dan Lisa apa gak mengalami fase morning sickness? Hah, sepertinya aku tidak perlu memasukkan ucapan ibu yang bagai tong kosong itu, karena tidak ada satu ucapannya yang memujiku sama sekali.
"Tapi gak gini juga kali."
"Terus aku harus apa Bu? Mual itu datang dengan sendirinya tanpa aku minta."
"Ini nih akibat gak pake KB, anak masih kecil itu mikir untuk punya adik."
"Aku hanya menuruti mas Angga." Wajahku mulai cemberut bercampur sedikit pucat, selama ini aku mengalah dan mulai sekarang aku pasti membela hak-hak ku sendiri.
"Angga sangat sial, punya istri modelan begini." Cibir ibu menatapku dengan sinis, aku hanya tersenyum tipis karena sudah terbiasa mendengarnya bicara begitu.
"Aku bahkan lebih sial punya suami seperti mas Angga, melarangku pakai KB tapi dia acuh pada anaknya." Biarlah aku di kata menantu durhaka, asalkan hati ini tenang karena berhasil mematahkan perkataan ibu mertuaku.
"Dasar menantu kurang ajar, sudah mulai berani melawanku rupanya." Gumam ibu yang masih terdengar di telingaku.
Aku menoleh dan tersenyum. "Capek hati aku Bu, selalu ucapan Ibu yang aku tahan di hati. Untuk seterusnya ibu bakalan shock, lihat saja nanti." Ucapku yang benar-benar pergi meninggalkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments