Bab 18. Pembelaan Mami

Papa Baskoro masih berdiri menatap kedua anaknya yang bertengkar, sedangkan Mami Laras masih mencoba memisahkan antara Galang juga Galih karena sudah ada darah di masing-masing sudut bibir mereka. Sebagai Ibu, tentu saja dia khawatir. Bukan hanya pada anaknya Galih, tetapi pada Galang juga.

"Galih, stop! Dia adik kamu!" teriak Mami Laras tidak menghentikan pertengkaran mereka. "Galih! Berhenti atau kamu liat Mama mati!" teriakan Mami Laras kali ini berhasil membuat Galang dan Galih berhenti. Keduanya saling menatap lalu melepaskan tangan yang masih memegang kerah baju dengan kasar.

Suasana hening beberapa saat. Keduanya menyeka darah di mulutnya masing-masing.

"Lain kali, mati lo!" ucap Galih lirih, tetapi masih terdengar jelas di telinga Galang.

"Jangan lain kali, sekarang kita selesaikan!" jawab Galang dengan tegasnya.

"Galih, masuk kamar!" titah Mami Laras.

"Terus aja begitu, Ma. Aku yang anak Mama bukan dia, Ma!" protes Galih sama sekali tidak dimengerti oleh Galang.

"Kamu dengar kata Mama tadi? Masuk kamar sekarang juga dan obati luka kamu sendiri," ujar Mami Laras membuat Galih mau tidak mau pergi dari ruangan itu setelah mengendus kesal pada sang Mama. Tentu saja kedua matanya juga tidak lepas memberikan sebuah tatapan kesal pada Galang sebelum dia benar-benar pergi.

Pastilah kalau tidak ada Mami Laras, mereka masih terus bertengkar sampai satu diantaranya benar-benar meninggal.

Papa Baskoro masih tidak ada pergerakan sama sekali. Wajahnya datar menatap Galang bahkan tidak menghiraukan Galih sama sekali yang biasanya mendapatkan pembelaan darinya. Entah apa yang sedang dipikirkan pria paruh baya itu.

"Galang, biar Mami obati dulu luka kamu, Nak," kata Mami Laras dengan sangat lembut mendekati Galang dan menyentuh sudut bibirnya yang berdarah.

"Nggak perlu repot-repot, saya bisa berobat. Saya akan pergi sekarang juga," jawab Galang melengos menghindari tangan Mami Laras yang akan menyentuhnya. Raut wajah kecewa terlihat jelas, tetapi seperti sebelumnya, Galang tidak peduli sama sekali.

"Galang ... tolong maafin Kakak kamu ya! Biarkan Mami yang mengobati luka kamu. Anggap aja sebagai permintaan maaf Kakak kamu. Mami akan ambilkan kotak obat sebentar. Tolong kamu duduk dulu ya?" Galang mengangkat satu alisnya heran.

"Ck, saya sudah bilang, nggak usah repot-repot. Anda juga harus tau kalau dia bukan Kakak saya dan saya bukan adiknya. Urus saja anak anda itu. Dia juga terluka, Nyonya Baskoro," ujar Galang dengan sinisnya. Mami Laras yang hendak pergi mengambil kotak obat pun urung.

"Galang, Mami harus bagaimana lagi sama kamu. Mami udah berusaha agar hubungan kita layaknya seorang ibu dan anak. Tapi kenapa kamu terus menolak apa yang Mami lakukan untuk kamu, Nak? Mami udah anggap kamu sebagai anak Mami, Galang. Andai Mama kamu tahu, pasti Mama kamu akan sedih lihat kamu seperti saat ini. Mama kamu orang yang baik dan kamu pasti nggak mau Mama kamu disana sedih dengan keadaan kamu sekarang," kata Mami Laras terlihat sendu.

Galang semakin heran. Penuturan Mami Laras seperti seorang Ibu yang merasa gagal mendidik anaknya. Galang sedikit paham dengan mimik wajah Mami Laras. Menang sudah banyak usaha yang dilakukan Mami Laras agar Galang mau menerimanya sebagai ibu sambung yang baik walaupun di luar sana banyak sekali ibu sambung yang jahat. Namun tidak ada kata menyerah pada Mami Laras agar Galang mau menerima kehadirannya. Dia menyadari itu semua.

Kali ini berbeda. Mami Laras menyebut mamanya bahkan seolah Mami Laras dan Mamanya begitu dekat. Hati Galang masih tidak bisa menerima itu semua.

"Nggak usah sok kenal dan sok akrab dengan Mama saya. Urus saja anak dan suami anda itu, Nyonya!" Galang tersenyum sinis kemudian menatap Papanya yang juga sedang menatapnya sejak tadi tanpa pergerakan sama sekali. Galang benar-benar dibuat kesal dengan sikap Papa Baskoro.

Mami Laras tidak berani lagi bicara. Galang tahu pasti jika ibu tirinya itu sedang menahan tangis lewat matanya yang berkaca-kaca. Dia memang merasakan rasa ketulusan dari Mami Laras, tetapi sejak ibu tirinya itu masuk ke rumah, Galang sudah menolak mentah-mentah wanita yang mencoba menggantikan peran sang Mama.

Saat itu juga Galang pun pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dia tidak peduli lagi dengan keluarganya. Galang sudah bertekad merubah hidupnya bersama keluarga ustadz Jefri.

...***...

"Kenapa bisa sampe kayak gini sih, Bos? Siapa yang melakukannya?" tanya Tomi yang sedang mencoba mengobati wajah Galang. Namun sejak kedatangannya yang mendapatkan banyak pertanyaan dari Tomi, Galang tidak bicara satu kata pun dan tidak juga menjelaskan apa yang sebenarnya telah terjadi.

Tomi memberikan kain yang berisi es batu untuk mengompres pipi Galang yang dipegang sendiri oleh Galang. Sedangkan kedua tangannya sibuk memberikan obat merah di sudut bibir Galang dengan rasa kesal. Pasalnya, sekalipun Galang tidak pernah kalah dalam bertarung ataupun mendapatkan luka seperti saat ini. Jelas saja Tomi kesal karena ini pertama kali selama lima tahun melihat Galang terluka.

"Pelan-pelan, Brengsek!" seru Galang seraya memukul bahu Tomi dengan es batu saat sudut bibirnya terasa perih dan seperti disengaja oleh Tomi. Namun Tomi tidak peduli dengan keluhan Galang dan terus memberikan obat dengan cotton bad.

"Lagian ditanya dari tadi diem aja. Biar gue yang kasih pelajaran, Bos," jawab Tomi masih dengan nada kesal.

"Aku udah bukan Bos kamu. Udahlah kita ngomong biasa aja. Aku harus membiasakan diri bicara sopan mulai saat ini," sahut Galang kembali menempelkan es batu di pipinya.

"Sebenarnya secantik apa sih tuh cewek sampe bisa buat elo berubah total begini?" tanya Tomi lalu beranjak dari hadapan Galang karena sudah selesai mengobati lukanya.

"Sangat cantik. Tapi bukan hanya kecantikannya yang buat aku kayak gini. Kamu nggak akan ngerti." Galang tiba-tiba tersenyum saat membayangkan wajah Airin.

"Rencana elo selajutnya, apa?" Tomi kembali duduk berhadapan dengan Galang seraya memberikan kopi kemasan dingin yang telah dibuka.

"Aku mau kembali dan tinggal disana setelah luka ini sembuh. Aku nggak mau buat mereka khawatir. Walaupun sebenarnya aku sendiri nggak tau pasti perasaannya, tapi aku udah janji dan aku pasrah andai dia menolak aku."

"Apa? Jadi kalian sebenernya belum resmi akan menikah?"

"Entahlah. Aku ragu bukan karena fisikku yang kurang tampan. Tapi karena keluargaku. Mereka pasti akan mempertahankan keluargaku nantinya."

Tomi menepuk bahu Galang beberapa kali sebagai tanda prihatin. Dia pikir Galang sudah menemukan kebahagiaan, ternyata Galang masih harus berjuang kembali.

"Gue percaya elo bisa mendapatkan kebahagiaan elo, Galang." Semangat Tomi membuat Galang tersenyum pada sahabatnya tersebut.

.........

Terpopuler

Comments

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

smg galang benar² menemukn kebahagiaany bersama kel ustdz jefri...sebenary ada rahasia apa ya sm ibu tiriy galang..lanjuut

2023-05-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!