Bab 8. Istri Kedua?

Setelah ganti baju khusus untuk mencari rumput yang diberikan oleh ustadz Jefri, Galang berjalan di belakang ustadz Jefri karena jalanan penuh dengan rumput gulma. Padahal mereka berdua berjalan sudah cukup lama, tetapi ustadz Jefri tidak juga berhenti.

"Aba, masih jauh?" tanya Galang penasaran.

"Nggak, kok! Di depan itu, rumputnya lebih hijau," jawab ustadz Jefri yang sebenarnya kasian melihat Galang. Namun Galang memaksakan diri untuk ikut padahal berjalan saja belum sepenuhnya pulih seperti sedia kala.

Galang masih mengekor saja sambil celingukan dan Galang melihat tebing. Galang jadi ingat dengan pohon besar yang ada di atas tebing tersebut. Ya, pohon itu adalah pohon yang menjadi saksi dirinya kecelakaan kemarin.

"Apa Aja sengaja ngajak aku kesini biar aku ingat sesuatu?" batin Galang menatap punggung pria yang sekarang menjadi ayahnya.

"Nah, Nak Yusuf kalau nggak bisa liatin aja nggak pa-pa. Takut kenak sabit juga kalau dipaksakan," kata ustadz Jefri yang kemudian berjongkok dan mengayunkan sabit untuk memotong rumput-rumput hijau kesukaan kambingnya.

"Eh, iya Aba. Saya coba aja. Lumayan kalau bisa bantu-bantu," jawab Galang yang ikut jongkok tidak jauh dari ustadz Jefri. Sekilas dia memerhatikan bagaimana cara menggunakan sabit. Setelah paham barulah Galang mengayunkan sabit ditangannya.

Sudut bibir pun menyungging saat ada segenggam rumput yang bisa dia dapatkan. Galang mencobanya lagi hingga akhirnya Galang bisa mendapatkan rumput untuk dimasukan ke dalam kantong bersama dengan hasil rumput ustadz Jefri.

"Wah, untuk pemula lumayan juga nih, Nak Yusuf. Langsung bisa main sabit," puji ustadz Jefri membuat Galang sedikit salah tingkah.

"Alhamdulillah, Aba. Saya senang kalau bisa bantu-bantu. Kesannya kan saya biar nggak makan gratis juga, hehe!" jawab Galang cengengesan. Ustadz Jefri ikut tersenyum.

"Kami menolong kamu itu ikhlas. Barang siapa yang memberikan pertolongan kepada orang lain, maka sesungguhnya dia sedang menolong dirinya sendiri. Begitu yang Aba dengar dari ceramah-ceramah," canda ustadz Jefri membuat Galang melebarkan senyumnya. Keduanya pun melakukan aktivitas mereka.

Belum selesai ustadz Jefri dan Galang mencari rumput, sudah terdengar suara knalpot motor sport dari atas tebing yang membuat Galang tiba-tiba berubah mood. Dia tentu saja paham jika itu adalah suara motor milik Remos. Orang yang merencanakan kecelakaannya dan pasti memanipulasi pada anak buah Galang sampai tidak ada yang mencari Galang satupun.

"Astaghfirullah. Mulai lagi," kata ustadz Jefri yang ikut mendongak ke atas tebing.

"Sering yang Aba ada balap motor begitu?" tanya Galang pura-pura tidak tahu apa-apa.

"Iya. Padahal kami warga disini udah melapor bolak-balik sama polisi, tapi nggak jera juga. Kasian aja orang yang rumahnya deket disana. Suka kebisingan. Apalagi kalau ada yang sakit, diusir malah semakin memainkan knalpot kebanggaan mereka itu," jawab ustadz Jefri yang kemudian kembali mengayunkan sabitnya.

Galang langsung mematung. Dia jadi ingat sikapnya beberapa waktu lalu yang malah meledek warga yang mengusirnya. Dia tidak berpikir sama sekali kalau knalpot kebanggaannya itu mengganggu orang sakit. Jalan di atas tebing itu memang cocok untuk area balap motor dan menujukkan seberapa hebatnya mereka. Namun tidak ada yang sadar kalau kesenangan itu ternyata menyengsarakan orang.

Padahal Galang cukup dikenal baik oleh beberapa orang tua yang memang selalu dia tolong terutama tentang bahan makanan pokok. Namun saat Galang sedang bad mood, dia juga bisa bersikap kurang ajar pada orang lain bahkan bisa memukul dan melampiaskan kekesalannya pada orang tersebut.

Galang ingat ada anak buahnya yang sampai patah tulang tangan gara-gara habis dia hajar. Padahal masalahnya sepele, tetapi karena perasaan sedang kacau, jadilah anak buahnya itu pelampiasan. Namun setelah sadar, Galang tetap bertanggung jawab penuh.

"Sungguh, lo nggak berguna sekali, Galang," batin Galang yang hanya bisa tersenyum masam mengingat kelakuan dirinya.

"Nak Yusuf, kalau capek istirahat aja. Itu dibawah pohon," ucap ustadz Jefri yang menunjuk sebuah pohon besar yang tak jauh dari tempat mereka mencari rumput dengan dagunya. Galang menoleh. Di bawah pohon itu ada sebotol air mineral juga kotak makanan yang entah apa isinya.

"Nggak, Aba. Nanti aja bareng sama Aba," jawab Galang yang melanjutkan aktivitasnya.

Cuaca pukul sepuluh pagi itu sudah mulai terik. Galang tentu tidak biasa ada di bawah sinar matahari terlalu lama karena hampir satu jam dia berjongkok dengan ayunan sabit. Keringat yang keluar akibat panas juga karena aktivitasnya itu semakin banyak bahkan baju yang dia pakai sudah cukup basah.

Ustadz Jefri yang melihat Galang kelelahan benar-benar tidak tega dan akhirnya memutuskan untuk berhenti istirahat.

"Ayo, minum dulu!" ajak ustadz Jefri seraya berjalan menuju pohon besar yang dimaksud tadi. Galang pun mengangguk. Kakinya sedikit kesemutan karena terlalu lama berjongkok.

Berbeda dengan sebelumnya, di bawah pohon besar dan rindang itu, Galang merasa angin yang berhembus membuat rasa capeknya hilang. Apalagi dahaga yang dia tahan sudah larut dengan beberapa tegukan air mineral yang dibawa oleh ustadz Jefri.

"Ada roti, Nak Yusuf mau?" tanya ustadz Jefri dengan menyodorkan kotak makan. Galang hanya menggeleng pelan. "Ini yang buat Airin sendiri. Namanya kue nastar. Dalamnya ada selai nanas," lanjut ustadz Jefri dan Galang pun mengambil kue nastar yang ada di kotak makan tersebut. Ustadz Jefri tersenyum, tetapi senyumnya seolah sedang memperlihatkan kesedihannya.

Galang tidak berani bertanya. Dia hanya menikmati kue nastar yang begitu lembut dan lumer di mulutnya. Baru kali ini juga Galang mencicipi kue nastar itu. Apalagi yang membuat kue itu adalah orang yang diam-diam dia suka.

"Sebenarnya Airin nggak mau menikah, tapi karena keadaan, dia pun menerima ta'aruf Gus Ipul." Tiba-tiba Aba membuka pembicaraan yang memang sedang Galang tunggu. Galang menoleh menatap ustadz Jefri yang terlihat menatap tanpa arah.

"Memang Gus Ipul ini nggak ganteng, Aba?" tanya Galang malah terdengar meledek. Ustadz Jefri pun menatap Galang dan tersenyum.

"Ganteng. Anak ustadz rata-rata ganteng dan cantik kan? Karena mereka tirakat pas istrinya hamil. Menurut kamu, Airin cantik nggak?" Galang terdiam saat ditanya tentang Airin. "Kok diem aja? Menurut Nak Yusuf, anak Aba nggak cantik ya?" sambungnya. Galang tertunduk seraya menyunggingkan senyum.

"Hanya orang gila yang bilang Dek Airin nggak cantik, Aba. Bahkan menurut saya, orang buta saja bisa tahu kalau Dek Airin itu cantik hanya lewat suaranya," jawab Galang dan ustadz Jefri kembali tersenyum.

"Banyak yang ingin meminang Airin sejak satu tahun ini. Tapi ... dia belum mau menikah dengan alasan belum siap pisah dengan Abati dan Uma. Namun suatu saat Airin tiba-tiba mau menerima ta'aruf Gus Ipul."

"Kalau Dek Airin menerima, kenapa Aba terlihat sedih? Sepertinya masalahnya nggak sederhana."

Ustadz Jefri kembali menatap lurus ke depan.

"Nak Yusuf benar. Aba sedih karena Airin akan dijadikan istri kedua." Jawaban ustadz Jefri membuat jantung Galang seperti berhenti berdetak.

"Apa? Istri kedua? Kenapa Aba setuju?"

........

Terpopuler

Comments

Ita rahmawati

Ita rahmawati

trus knp,,yg lain ditolak malah merima yg udh punya bini 🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️

2023-11-30

0

rodiah

rodiah

penasaran kenapa airin mau di jadiin yang kedua padahal bertentangan sama hatinya...

2023-06-12

0

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

ayo bilng galamg klu kamu yg mau nikahin airin
.

2023-05-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!