Bab 17. Bertengkar

"Maksud kamu apa, Galang?" tanya Tuan Aji sedikit marah karena baru kali ini dia mendengar sebuah penolakan. Apalagi penolakan itu berhubungan dengan anak perempuannya.

Papa Baskoro tentu saja gugup takut jika keuntungan yang sudah dia nantikan lenyap hanya karena ucapan Galang. Segera Papa Baskoro mencari cara untuk mengalihkan perhatian Tuan Aji dan harus bisa bicara dengan Galang agar memikirkan tawaran Tuan Aji yang tentu saja itu juga demi kebaikan Galang sendiri di masa depan nanti.

"Ah, sebaiknya kita segera makan malam aja, Tuan Aji. Nanti bisa kita sambung lagi ngobrolnya. Galang ... cepat aja Serly ke ruang makan. Tamu kita pasti sudah lapar," ujar Papa Baskoro yang sebenarnya ingin sekali marah pada Galang. Namun harus dia tahan.

"Nggak, saya mau dengar penjelasan Galang. Apa menurut kamu Serly ini kurang cantik, Galang?" tanya Tuan Aji masih dengan nada menekan.

"Tentu saja sangat cantik, iya kan, Galang?" sahut Papa Baskoro lagi-lagi menyela.

"Saya mau dengar darinya, Tuan Baskoro!" ucap Tuan Aji yang tidak suka ucapannya di sela sejak tadi oleh Papa Baskoro.

"Bukan begitu, Tuan. Semua wanita itu pada dasarnya cantik dimata laki-laki yang tepat. Sedangkan saya rasa, saya bukan laki-laki yang tepat untuk Serly, Tuan. Saya harap ada laki-laki yang lebih tepat dari pada saya untuk Serly," jawab Galang masih dengan kesopanannya.

"Galang, cukup!" sentak Papa Baskoro.

"Pa! Galang udah bilang nggak bisa kan? Kenapa nggak Papa kenalin sama Galih aja sih, anak kesayangan Papa itu! Kenapa harus Galang?" Tatapan Galang sangat jelas kalau dia sudah bulat dengan keputusannya. Namun Papa Baskoro terlihat semakin marah.

"Jadi kamu menolak menikah dengan Serly?" tanya Tuan Aji lagi yang tidak perduli dengan pertengkaran orang tua dan anak itu.

"Sepertinya yang sudah saya katakan tadi kalau say-" Belum Galang selesai bicara. Sebelah pipinya terasa nyeri dan panas akibat tamparan dari Papa Baskoro. Galang pun menatap sang Papa tanpa memperdulikan pipinya yang memerah.

"Pa!" seru Mami Laras. Namun tidak dihiraukan oleh suaminya.

"Kamu dididik untuk berbakti pada orang tua, Galang! Tapi apa, hah? Apa balasan kamu sebagai anak? Lima tahun Papa sabar ngadepin sikap kamu, dan sekarang ... sekarang kamu mau buat Papa ini malu? Apa susahnya tinggal bilang iya? Serly wanita baik-baik dan dari keluarga terhormat. Kamu bukan hanya menghina Papa tapi juga mau bunuh Papa secara perlahan, hah?" pekik Papa Baskoro yang benar-benar tersulut emosinya.

"Papa, sabar, Pa!" Mami Laras mencoba menenangkan suaminya, tetapi malah di tepis kasar oleh Papa Baskoro.

"Galang begini juga karena Papa," jawab Galang masih dengan nada datar. Dia tidak dendam sama sekali karena perbuatan sang Papa barusan. Andai Galang mau, dia juga bisa membalas pukulan sang Papa seperti kejadian sebelumnya.

Tuan Aji masih berwajah datar. Lagi-lagi dia tidak cukup peduli dengan pertengkaran yang baru saja dia lihat.

"Saya tanya sekali lagi, jadi ... kamu menolak Serly anak saya, Galang?" tanya Tuan Aji dengan penuh penekanan.

"Kalau Tuan Aji tetap ingin menjadi besan Tuan Baskoro, di rumah ini masih ada satu anak laki-laki yang prestasinya cukup dibanggakan oleh Tuan Baskoro. Saya sungguh minta maaf jika perkataan saya menyinggung hati Tuan Aji dan keluarga. Saya benar-benar tidak bisa menjadikan Serly sebagai istri saya karena selain istri saya sendiri butuh penguat iman."

Galang tertunduk. Bukan menyesal, tetapi sebagai wujud rasa hormatnya pada Tuan Aji juga Serly yang terlihat sejak tadi ingin sekali bicara.

Benar saja, saat ruang keluarga itu hening beberapa detik, Serly segera melangkah mendekati Galang. Dia pun berdiri tepat di sisi Galang.

"Galang ... kenapa kamu jadi begini? Kita cukup dekat saat kita kuliah dulu. Kamu juga udah tau kalau aku cinta sama kamu, kan? Aku rela pake hijab, Galang. Aku rela melakukan apa pun demi kamu, asal kita menikah. Aku cinta sama kamu Galang. Kita bisa melewati semuanya bersama," kata Serly penuh harap dan terlihat bersungguh-sungguh. Mama Citra hanya bisa menangis di sisi Mami Laras yang mencoba menenangkan.

"Serly, kita pulang! Jangan rendahkan diri kamu di depan laki-laki yang nggak punya perasaan yang sama dengan kamu." Tuan Aji segera menarik paksa tangan sang anak untuk menjauh dari Galang.

"Pa, Serly mau-"

"Cukup! Kita pulang sekarang!" Serly pun tertunduk dengan keadaan pipi yang sudah basah.

"Tuan, kita bisa bicarakan lagi. Mari kita duduk dulu seben-"

"Lupakan tentang kerja sama kita, Tuan Baskoro!" Setelah itu tidak ada lagi yang bisa mencegah kepergian keluarga Pangestu.

Galang sendiri masih dengan posisi yang sama, sedangkan Mami Laras segera mengambil air dingin untuk mengompres pipi Galang karena khawatir. Papa Baskoro masih mencoba menahan amarahnya yang hampir memuncak.

"Pa, Galang pergi sekarang. Galang pastikan kalau Galang nggak akan kesini lagi," ucap Galang akhirnya angkat bicara dan berbalik badan menatap sang Papa yang sedang tertunduk dengan kedua tangan yang mengepal.

"Galang, biar Mami kompres dulu pipi kamu, Nak. Takutnya nanti bengkak!" kata Mami Laras mencoba menempelkan kain di pipi Gakang. Sayangnya Galang menepis tangan sang ibu tiri tersebut. "Galang, Mami bener-bener khawatir. Sebentar saja, hm?" bujuk Mami Laras masih berusaha menempel kain dingin untuk mengompres pipi Galang.

"Nggak perlu! Terima kasih rasa khawatirnya. Saya pamit, assalamu'alaikum." Galang pun mulai melangkah melewati sang Papa yang belum juga merubah posisinya.

"Galang, elo gila ya?" seru Galih yang muncul dari ruangan lain. Sebenarnya sejak tadi juga Galih mendengarkan percakapan juga pertengkaran antara Galang dan Papa Baskoro.

Mendengar seruan Galih, Galang pun menghentikan langkah kakinya dan kembali berbalik badan menatap Galih.

"Kenapa? Elo mau ikut campur? Sebaiknya elo nggak usah sok peduli," sahut Galang.

"Lang, sadar! Lo udah terlalu jauh dari kami. Bukannya kita saudara? Pikirin masa depan Lo, pikiran Papa kandung elo, Lang!" kini nada bicara Galih berbeda dari biasanya.

Namun Galang malah menafsirkan kalau Galih hanya cari perhatian Papanya. Galang pun menyunggingkan senyum menatap Galih yang terlihat peduli yang seperti benar-benar berperan sebagai seorang Kakak yang baik.

"Ck, dia Papa lo, Galih. Hanya elo anaknya, bukan gue. Selanjutnya, gue mau cari kebahagiaan gue sendiri ... tanpa kalian!"

Galih merubah raut wajahnya dan berjalan terus mendekati Galang. Sekian detik kemudian, Galang mendapatkan beberapa pukulan di tubuhnya termasuk pipi hingga sudut bibirnya pun berdarah.

"Galih, stop!" teriak Mami Laras hendak melerai. Namun Galang malah membalas pukulan Galih dan terjadilah adu fisik diantara Kakak juga adik tiri itu.

........

Terpopuler

Comments

Ita rahmawati

Ita rahmawati

masih penasaran sm galih juga mamanha..beneran baik atau cuma topeng 🤔🤔

2023-11-30

0

Safni Mardesi

Safni Mardesi

nyesek hidup sebgai galang cm jadi alat untuk menumpuk harta dan popularitas..

2023-06-05

0

Astin Mahmud

Astin Mahmud

thor upnya yang banyak dong

2023-05-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!