Bab 14. Galih dan Galang

Galang pulang ke rumah diantar oleh Tomi dengan motor hanya sampai depan pintu gerbang saja, karena Tomi tahu pasti jika Papa Baskoro melihatnya akan jadi masalah.

“Thank’s banget elo udah anterin gue pulang ke rumah,” ucap Galang mengangkat tangannya ke udara dan Tomi sambut dengan erat. Galang memeluk Tomi sekali lagi dan menepuk bahunya sebanyak dua kali.

“Gue yang harusnya bilang kayak gitu. Thank’s atas segala yang elo lakuin buat gue selama ini, kebaikan elo nggak akan gue lupain,” ucap Tomi, kali ini dia tidak mau lagi menitikkan air mata untuk laki-laki Galang.

“Ya udah, gue masuk dulu. Hati-hati lo di jalan. Cepet pergi, sebelum bokap gue lihat elo,” usir Galih dengan nada meledek, Tomi terkekeh dan menganggukkan kepalanya, menyalakan kembali motor lalu segera pergi tanpa menunggu apa pun lagi.

Galih menatap rumah yang ada di depannya, serasa enggan untuk kembali setelah dia menemukan sosok aba dan uma yang sudah dia anggap sebagai orang tuanya sendiri. Meski hanya beberapa hari saja bersama dengan mereka, tetapi Galang sangat nyaman dan menganggap mereka seperti orang tua sendiri.

Helaan napas terdengar dari mulut Galang, tetapi dia tetap harus masuk ke dalam sana untuk mengambil apa yang memang menjadi hal nya.

“Den Galang,” gumam satpam ketika melihat Galang di depan pintu dan membukakan gerbang untuk anak majikannya itu. Tampak penampilan Galang terlihat berantakan dengan wajah yang lecet di beberapa bagian tubuh. "Baru pulang, Den?" sapa satpam.

Galang hanya mengangguk tanpa berkata sama sekali. Langkah kakinya lebar memasuki pekarangan rumah yang luas itu. Belum juga Galang masuk ke dalam rumah, dia bertemu dengan Galih, sang Kakak tiri yang kebetulan akan naik ke dalam mobilnya untuk pergi.

Galih urung untuk masuk ke dalam mobil, dia kembali menutup pintu mobilnya dan melihat penampilan adik tirinya yang tampak tidak biasa. Melihat Galang pulang dengan memakai kaos biasa dan celana kain bukan celana jeans seperti biasanya, Galih menyunggingkan senyum pada Galang kemudian menghampiri sang adik tiri.

Galih berhenti tepat di hadapan sang adik membuat langkah kaki Galang terhalangi.

“Kebetulan banget lo pulang,” ujar Galih dengan tatapan mengejek, senyumnya tampak menyebalkan terlihat oleh Galang dan dia pun hanya berdecak melihat Galih.

“Memangnya kenapa? Bukannya elo seneng ya kalau gue nggak pulang?” tanya Galang. Galih hanya mengangkat kedua bahunya saja dan mencebikkan bibirnya. Benar-benar tidak ada keramahan antara dua saudara tiri tersebut.

“Nggak juga. Papa cariin elo, dan dia bilang malam ini akan kedatangan tamu penting, pas banget sama elo yang sudah pulang ke rumah. Jadi … gue nggak perlu capek-capek cari elo.”

“Ck, tumben nyariin. Biasanya juga gue nggak balik diem aja. Tapi gue nggak peduli siapapun yang datang," ujar Galang tidak peduli, Galang ingin pergi dari sana, tetapi Galih tidak memberikannya jalan seakan dia masih tidak puas untuk membuat sang adik menjadi kesal.

“Nggak peduli? Ck, sayang banget kalau elo nggak peduli. Tapi ini akan jadi kejutan buat elo. Buruan elo tanya deh sama Papa, kalau emang Papa cariin elo, mungkin … elo bakal tau siapa yang bakal datang,” ujar Galih. Galang mencoba berpikir sebentar, tetapi dia tetap tidak peduli akan siapa tamu yang akan datang.

“Gue nggak tau dan gue nggak peduli. Sekali lagi … gue nggak peduli soal tamu Papa. Minggir!” ujar Galang mengusir sang kakak agar memberikan jalan.

Galang menyingkirkan tubuh Galih dengan tangannya ke samping. Dia pun pergi masuk ke dalam rumah.

Galang tiba di kamar dan langsung membereskan pakaiannya ke dalam tas. Segala sesuatu yang dia butuhkan segera dimasukkan ke dalam sana, termasuk aset yang ditinggalkan oleh sang Mama. Sekotak perhiasan yang memang Mama mewariskan untuk menantunya kelak juga sebuah kartu debit di dalamnya yang tidak pernah Galang gunakan sudah masuk ke dalam tas ransel beserta pakaiannya.

"Aku ingat uang di dalam sini ada lebih dari 5M. Uang ini cukup untuk aku memulai usaha nanti," gumam Galang tersenyum mengingat wajah Airin.

Saat dirasa semua yang dia butuhkan cukup, Galang pun menutup tasnya. Namun Galih tiba-tiba masuk ke dalam kamar.

“Elo mau minggat?” tanya Galih dari ambang pintu, tubuhnya bersandar dengan kedua tangannya terlipat di depan dada.

“Bukan urusan elo!” jawab Galang sinis. Kedua matanya masih fokus pada foto sang Mama yang ada di atas nakas. Galang mengambil bingkai foto itu dan memasukkan ke dalam tas.

“Ya memang bukan, tapi apa elo nggak takut Papa akan marah?” kata Galih sok ramah.

“Nggak masalah. Toh di sini gue emang udah nggak pernah dianggap, kan? Udah ada elo sebagai anak kesayangan dan kebanggaan.” Galih tertawa renyah mendengar ucapan adik tirinya, mereka memang tidak pernah akur sedari dulu.

“Elo yang menghindar. Jangan salahkan yang lain!” Galang menghentikan gerakan tangannya yang sedang menutup tas yang mana dia baru memasukkan foto sang Mama lalu berdiri tegak, menatap sang kakak dengan marah. Gegas dia mendekati Galih dan mengambil kerah bajunya.

“Jangan salahkan orang lain? Pikir sendiri, apa yang bikin gue kayak gini!” bentak Galang, tetapi Galih tidak merasa takut atau gentar sama sekali meski adik yang ada di hadapannya tengah marah. Galang tahu Galih tidak akan takut karena dia selalu mendapatkan pembelaan dari Papanya. “Elo nggak pernah tau rasanya ada diposisi gue!” teriak Galang lagi dengan keras sehingga terlihat urat-urat yang menyembul di rahang dan pipinya.

Galih melihat kemarahan di mata Galang, tetapi dia diam saja dan memilih untuk menepiskan tangan Galang dari kerah bajunya. “Gue memang nggak tau, dan gue nggak peduli. Diam di rumah, Papa yang perintahkan!” ucap Galih, kemudian pergi dari kamar Galang.

Galang tidak peduli dengan ucapan Galih, dia meneruskan memasukkan beberapa barang ke dalam tas. Terserah akan ada siapa lagi yang datang, dia tidak peduli karena merasa tidak memiliki kepentingan dengan orang lain.

Saat Galang akan pergi, Papa Baskoro sudah pulang ke rumah bersama dengan mama tirinya dan melihat Galang ada di rumah sedang menggendong sebuah tas ransel dan tampak akan pergi.

“Galang!” panggil Papa Baskoro saat Galang sudah sampai di depannya. Galang tidak menjawab panggilan itu, hanya menatap dua orang yang sangat tidak ingin dia lihat. “Mau kemana kamu?” tanya Pak Baskoro.

“Iya, Nak. Bawa tas begitu besar, kamu mau ke mana, Nak?” Kali ini mama tirinya yang bertanya.

“Kemanapun aku pergi, itu bukan urusan kalian,” ucap Galang kemudian mulai melangkah kembali.

........

Terpopuler

Comments

Ita rahmawati

Ita rahmawati

mau ada siapa sih

2023-11-30

0

Safni Mardesi

Safni Mardesi

galih ga punya urat malu udah merebut orang tua galang.

2023-06-05

0

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

smg galang bisa keluar dr rmh ortuy dan bpky galang ga menahany...sprriy galang mau di jodohin atau gmn ya..thoor jangan smp galang di tahan bpky ya..kasian airin..lanjuut semangat up

2023-05-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!