Bab 3. Diangkat Keluarga

Terjadi keheningan beberapa saat di ruang keluarga ustadz Jefri. Baik Uma Siti maupun Airin saling menatap iba pada Galang yang masih menundukkan kepalanya. Sedangkan ustadz Jefri terdengar beristighfar seraya mengelus dada dengan tangan kanannya dan mengusap bahu Galang dengan tangan kirinya.

"Kamu benar-benar nggak ingat apa-apa, Nak?" tanya ustadz Jefri kembali memastikan. Galang hanya menggelengkan kepalanya pelan.

"Maaf ... maafkan saya harus berbohong. Saya rasa hanya dengan cara ini saya bisa tinggal dan mendapatkan apa yang saya cari selama lima tahun ini," batin Galang masih dengan posisi yang sama.

"Aba ... kita biarkan dia istirahat dulu. Pasti dia masih bingung dengan keadaan ini. Uma sama Airin mau siapkan makan malam. Aba ada janji sama ustadz Hafiz kan?" kata Uma Siti dan suaminya mengangguk.

"Nak, istirahatlah! Kami tinggal dulu. Kamu nggak perlu memaksa mengingat kejadian sebelumnya. Pelan-pelan aja dan kamu boleh tinggal disini sampai kamu ingat dengan identitasmu," kata ustadz Jefri kembali mengusap bahu Galang dan beranjak pergi. Galang masih tertunduk dengan anggukan pelan kemudian Uma Siti dan Airin juga beranjak pergi ke dapur.

Setelah mereka semua pergi, Galang pun mendongak menatap sekeliling ruangan sempit yang hanya berukuran 3x3 tersebut. Tentu saja ruangan itu tidak sebanding dengan setiap ruangan di rumahnya. Di depan Galang ada sebuah tv tabung 14 inci dan di sisinya ada tiga kursi rotan lengkap dengan meja yang terbuat dari rotan juga. Di atas meja itu ada dua toples berisi kacang tanah juga makanan ringan yang Galang tidak tahu apa nama makanan tersebut.

Di dinding di atas tv, ada beberapa foto yang menunjukkan bahwa keluarga ustadz Jefri adalah keluarga cemara. Galang benar-benar iri melihat senyuman di setiap foto-foto tersebut. Tentu dia juga punya, tetapi itu dulu karena sekarang semua foto yang berhubungan dengan sang Mama yang telah meninggal sudah di simpan rapi di dalam gudang.

"Sepertinya aku harus seperti ini terlebih dahulu. Berpura-pura amnesia. Papa pasti senang kalau seorang Galang nggak ada di rumah dan buat ulah," gumam Galang diiringi helaan napas panjang.

Galang pun menyibak selimut yang menutupi kedua kakinya. Dia pikir dia akan patah tulang atau cacat, tetapi pada kenyataannya Galang bisa menggerakkan kakinya dengan baik walaupun ada sedikit rasa sakit karena banyaknya luka lecet di bagian betis dan lutut.

Tubuhnya juga belum cukup kuat untuk berdiri, tetapi dia memaksakan diri. Dia ingin tahu seperti apa tempat tinggalnya sekarang. Namun saat dia akan melangkah, tubuh juga kakinya seperti tersengat listrik saking ada rasa sakit yang menjalar. Galang tidak mau jadi lemah dan akhirnya bisa melangkah walaupun dengan susah payah.

"Sial, ini pasti rencana Remos. Liat saja, suatu saat nanti aku pasti akan balas perbuatannya." Galang terus memaksa untuk berjalan karena penasaran dengan aktivitas Airin juga Uma Siti.

"Uma, kasian ya dia. Tapi kita panggil pemuda itu siapa ya Uma bagusnya?" kata Airin yang sedang sibuk mengiris bawang merah.

"Tanya dia aja mau dipanggil apa," jawab Uma Siti yang sedang mencuci piring.

"Gimana kalau Yusuf aja, Uma? Dia terlihat baik dan juga ganteng," kata Airin dengan nada dibuat-buat.

"Hust! Jaga ain, Airin! Kamu ini perempuan, nggak boleh begitu!" protes Uma Siti seraya memercikkan anaknya dengan air.

"Uma ... kan Airin bicara jujur," rengek Airin yang tidak terima sang Uma memercikkan air ke wajahnya.

Mendengar percakapan antara ibu dan anak tersebut, Galang mencoba menahan tawanya. Dia senang karena Airin terdengar menyukai seperti dia yang menyukai Airin sejak pandangan pertama.

Galang tidak mau kehadirannya yang diam-diam itu diketahui oleh Airin juga Uma Siti, jadi Galang segera berbalik badan dan kembali ke kasur untuk berbaring. Galang benar-benar merasa beruntung karena sebelum melakukan balap motor, Galang menitipkan semua barangnya pada Tomi.

"Tunggu aja hadiah dariku, Tom," gumam Galang kemudian meraih remot yang ada di atas meja rotan yang tak jauh dari tempatnya berbaring.

Galang pun menyalakan tv tabung itu. Kebetulan acara malam itu masih siaran berita. Hal pertama yang dia lihat adalah seorang pria yang sedang memeluk seorang pemuda. Setelah beberapa detik, Galang sadar pria itu adalah Papanya dan orang yang dipeluk tadi adalah Galih, Kakak tirinya.

"Ck, benar-benar terlihat seperti anak dan ayah kandung. Aku iri sekali dengan Galih," gumam Galang segera mematikan saluran televisi itu dan meletakkan kembali remote tv di atas meja.

"Loh, Kakak tadi kayaknya ngidupin tv, kenapa dimatiin lagi?" tanya Airin yang tadi sempat mendengar suara tepuk tangan.

"Oh, itu ... em acaranya jelek," jawab Galang seraya tersenyum begitu manis. Galang jadi salah tingkah.

"Kalau butuh apa-apa, Kakak bisa panggil aku atau Uma. Kakak istirahat aja sambil tunggu makan malam ya?" kata Airin dengan sopan dan lemah lembut.

"Terima kasih." Airin mengangguk kemudian kembali ke dapur. "Gila nih cewek! Baru kali ini seorang Galang punya perasaan aneh kayak gini," gumam Galang lalu mengusap dada. Dia merasa anggota tubuhnya bekerja tidak wajar saat mendengar betapa menyejukkan tutur kata Airin.

Akhirnya karena dia tidak punya aktivitas lain, Galang pun memejamkan matanya berusaha menenangkan hati dan pikiran. Bukan itu saja, tetapi Galang juga sedang membayangkan senyum manis Airin dengan wajah cantik tanpa make up itu.

Namun baru Galang akan menggapai mimpi indahnya, ustadz Jefri datang.

"Assalamualaikum." Suara ustadz Jefri memaksa Galang untuk membuka mata.

"Wa'alaikumsalam, Aba kok udah pulang?" tanya Airin.

"Iya, ustadz Hafiz ternyata ada acara lain. Jadi kami berbincang besok aja. Gimana dia? Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Aba masih di ruang tamu bersama Airin. Namun percakapan mereka berdua terdengar jelas ditelinga Galang.

"Nggak, Aba. Dia baik-baik aja. Tapi, sebaiknya kita cari nama buat manggil Kakak itu. Masa iya kita panggil dia terus, Aba." Galang tiba-tiba tersenyum lebar dan segera memejamkan matanya kembali karena ada suara langkah kaki yang terdengar mendekat.

"Nak, apa kamu tidur?" tanya Aba seraya duduk di sisi Galang dan duduk di dekat ustadz Jefri.

"Ah, iya Aba. Saya ketiduran," jawab Galang pura-pura terkejut dan berusaha untuk duduk. Segera ustadz Jefri membantu memberikan dua tumpukan bantal untuk menopang punggung Galang.

"Nak, kami bingung mau panggil kamu apa, jadi apa kamu punya nama panggilan? Ya kalau nggak saya yang akan memberikan nama supaya kami gampang memanggil nama kamu," kata ustadz Jefri langsung disambut senyuman oleh Galang.

"Bagaimana kalau panggil saya Yusuf saja, Aba." Galang menjeda bicaranya dan melirik Airin yang terlihat terkejut. "Tadi waktu nonton tv saya rasa nama Yusuf bagus," lanjut Galang masih dengan senyum yang begitu manis. Ustadz Jefri hanya mengangguk sebagai tanda setuju.

"Kalau begitu, mulai hari ini kami akan panggil kamu dengan nama Yusuf. Mulai hari ini juga kamu jadi bagian keluarga kami. Nanti kamu bisa pakai baju saya, nggak pa-pa ya?" Galang langsung menggelengkan kepalanya.

"Saya belum mengucapkan terima kasih atas kebaikan Aba juga Uma dan Dek Airin."

........

Terpopuler

Comments

Ita rahmawati

Ita rahmawati

eh jd yusuf 🤭

2023-11-30

0

Sophia Aya

Sophia Aya

mampir thor, cerita nya cukup bagus 👍

2023-06-03

1

Dayu Mayun

Dayu Mayun

moga galang bisa berubah lbh baik

2023-05-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!