Bab 9. Tekad Galang

Galang masih tidak bisa percaya jika Airin akan dijadikan istri kedua dari seorang Gus. Memang dalam Islam diperbolehkan menikah hingga empat kali. Hanya saja di zaman modern seperti saat ini, menjadi yang kedua itu dianggap sebagai pelakor dan wanita yang buruk karena masuk ke dalam rumah tangga wanita lain untuk menjadi ratu.

Kedua tangannya Galang pun mengepal kuat. Tadinya dia mundur alon-alon karena pasti kalah saing dengan akhlak juga agama dari Gus Ipul. Namun saat ini tentu saja bukan itu yang Galang artinya. Tekadnya jadi lebih banyak untuk mendapatkan cinta Airin sebab tidak semua wanita mau dijadikan yang kedua ataupun diduakan.

"Aba ... tolong jelaskan!" lirih Galang masih menahan emosinya.

Ustadz Jefri masih menatap lurus ke depan tanpa ada kata untuk beberapa saat lamanya. Galang melihat raut wajah kesedihan dan dia tidak berani bertanya apa-apa lagi karena pertanyaan sebelumnya belum ada jawaban. Galang ingin sekali mendesak ustadz Jefri untuk segera menjelaskan apa yang baru beberapa menit lalu dia katakan.

"Bagaimana mungkin seorang ayah rela anaknya menjadi yang kedua?" batin Galang masih mencoba menahan emosinya.

Cukup lama mereka berdua diam dengan pikiran masing-masing, hingga akhirnya ustadz Jefri pun menghela napas panjang beberapa kali dan terdengar suara istighfar lirih oleh Galang. Ustadz Jefri pun tertunduk seperti sedang memikirkan beban berat.

"Aba, apa yang saya bisa bantu? Aba juga terlihat nggak mau Airin menikah? Saya akan bantu apa pun demi Aba dan keluarga Aba bisa bahagia. Saya ada sekarang juga karena Aba, jadi ... beritahu saya apa yang bisa saya lakukan, Aba?" tanya Galang memberanikan diri.

"Kamu benar, Nak. Aba nggak rela anak Aba jadi istri kedua. Apalagi pernikahan itu bukan karena cinta sebab Airin tidak tertarik sama sekali dengan laki-laki yang telah beristri. Airin terlalu baik untuk berkorban. Aba takut dia menderita menjadi istri kedua. Atau bisa saja dia nanti dibuang setelah memberikan keturunan. Semua ini hanya karena hutang Aba." Galang membulatkan mata.

"Hutang? Aba hutang dengan ustadz Jefri? Atau hutang dengan anaknya? Berapa banyak sampai Aba harus mengorbankan kebahagiaan Airin dan menjadikan dia istri kedua, Aba?" tanya Galang sedikit terbawa emosi.

Ustadz Jefri pun menatap Galang. Sejujurnya ini semuanya juga bukan kemauan ustadz Jefri. Namun tidak ada kata saat keduanya saling menatap. Beberapa detik kemudian, ustadz Jefri kembali menatap lurus ke depan setelah meneguk air mineral untuk melegakan tenggorokan yang sejak tadi sesak karena menahan tangis.

"Tiga tahun lalu Airin sakit dan harus dioperasi karena usus buntu. Saat itu nyawanya hampir tidak tertolong. Aba sudah mengeluarkan semua tabungan Aba bahkan tabungan untuk berangkat umroh, tapi ternyata Airin belum bisa dinyatakan sembuh total dan harus berobat jalan. Aba pinjam uang ustadz Hafiz 15 juta. Setelah satu tahun kami kembali bangkit, sayangnya saat itu Aba malah kecelakaan dan harus dioperasi karena pembuluh darah pecah. Aba hampir terkena stroke. Alhamdulillah atas izin Allah Aba sembuh. Tapi hutang Aba jadi 50 juta karena Aba saat itu nggak bisa ngapa-ngapain selama enam bulan."

Galang benar-benar mendengarkan dengan seksama apa yang sedang diceritakan oleh ustadz Jefri. Galang ikut sedih karena ternyata keluarga cemara yang dia anggap selalu mendapatkan kebahagiaan pernah mengalami masa sulit. Seharusnya Galang tidak merasa sebagai orang paling malang sedunia, bukan!

"Gus Ipul sudah menikah sejak lima tahun lalu, tapi belum diberi keturunan karena ternyata istrinya mengidap miom kista dan harus berobat jalan. Dokter mengatakan untuk mendapatkan anak, persentasenya kecil. Ustadz Hafiz pun mengajukan permohonan agar Airin mau menikah dengan anaknya sebagai istri kedua dan hutang akan dianggap lunas. Bukan itu aja, tapi Airin akan mendapatkan apa yang dia mau asalkan bisa hamil karena ustadz Hafiz ingin segera mendapatkan cucu."

Ustadz Jefri kembali beristighfar dan menghela napas berat. Matanya berembun, tetapi dengan segala kekuatan dia pun menahan agar cairan bening itu tidak jatuh membasahi pipi. Setelah beberapa saat dia kembali menatap Galang dan menepuk bahunya. Senyum hambar terlihat jelas. Galang hanya bisa membalas senyuman itu dengan senyuman manis.

"Airin langsung setuju saat ustadz Hafiz mengutarakan permohonan itu karena Airin tahu jika Aba akan kesulitan membayar hutang kami. Bahkan semua ternak yang kami punya pun nggak akan cukup jika dijual. Aba nggak bisa apa-apa saat Airin memaksa agar kami setuju."

Ustadz Jefri pun beranjak dan kembali dengan sabitnya karena kantong rumput untuk pakan kambing belum penuh. Dia juga tidak mau terbawa suasana dan membuatnya terlihat lemah di mata Galang. Walaupun sebenarnya ustadz Jefri sudah sangat lemah sebab tidak bisa mencegah pernikahan anak satu-satunya itu untuk menjadi istri kedua.

"Aba ... bagaimana caranya mendapatkan uang sebanyak itu dengan cepat? Saya akan bantu, Aba." Galang ikut beranjak. Ustadz Jefri berbalik badan dan kembali tersenyum hambar.

"Sudahlah. Uang segitu nggak bisa di dapatkan dengan waktu singkat. Kamu bekerja banting tulang seharian juga mentok satu hari cuma 100-150 ribu. Mau berapa tahun kamu ngumpulin uang itu, Nak?" Ustadz Jefri memang terlihat pasrah. Namun tekad Galang sudah bulat. Bukan hanya karena Airin, tetapi karena dia juga merasa berhutang nyawa dengan keluarga ustadz Jefri.

"Aba ... bukannya ada Allah yang maha pemberi. Saya sedikit ingat kalau sering baca sholawat maka urusan kita akan dipermudah. Kenapa Aba begitu pesimis? Apa Aba meragukan kebesaran Allah? Nggak ada yang nggak mungkin bagi Allah, Aba. Aba bilang apa yang akan kita pinta akan Allah beri. Saya akan coba Aba. Aba bisa minta waktu pada ustadz Hafiz kalau saya akan melunasi hutang-hutang, Aba."

"Astaghfirullah ...." Ustadz Jefri terlihat berkaca-kaca dan mengucap istighfar beberapa kali. Tentu apa yang dikatakan Galang semuanya benar. Dia juga terharu dengan tekad dan niat baik Galang. Namun sudah ada perjanjian antara dirinya dengan ustadz Hafiz.

"Aba ... saya yakin saya bisa bantu, Aba. Saya yakin saya bisa menyelamatkan Dek Airin dari pernikahan yang nggak diharapkan itu," ucap Galang penuh tekad. Ustadz Jefri tersenyum. Kali ini senyum itu berbeda dari sebelumnya.

"Kita selesaikan cari rumputnya dulu ya. Nanti kita bahas di rumah, keburu tambah panas kalau kita tunda lagi." Galang pun mengangguk dan mengambil sabitnya kemudian kembali mencari rumput bersama Abati.

"Aba tenang aja ... saya rela menjatuhkan harga diri saya demi kalian. Mungkin sudah saatnya seorang Galang Prakoso tunduk pada Baskoro," batin Galang dengan kedua tangan yang mengepal. Tentu saja bukan uang yang besar andai Galang meminta pada Papanya. Namun Galang akan berusaha terlebih dahulu sebelum dia benar-benar menjatuhkan harga dirinya.

........

Terpopuler

Comments

Ita rahmawati

Ita rahmawati

klo sering menangin lomba masa gk ad sisa uangnya sm sekali,,kan cuma 50 juta,,hrusnya cuma dikitlah segitu mah bagi org kaya sprti mereka 😅

2023-11-30

0

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

semangaat galang demu airin dan aba ya..gmn caray kamu pura² ingatan lamu kembali...lanjuiut

2023-05-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!