Bab 2. Pertolongan

"Satu ... dua ... tiga ... go!"

Setelah aba-aba tersebut, sepuluh pembalap yang sejak tadi berdiam diri segera melajukan motor kebanggaan mereka masing-masing, termasuk Galang. Kali ini geng motor yang mengikuti balapan tersebut bukan sembarang geng.

Mereka sedang memperebutkan posisi ketua geng karena banyak yang tidak suka dengan Galang. Mereka beranggapan Galang lembek dan terlalu baik hati sampai membagikan sembako juga beberapa bahan pokok pada janda dan tua renta juga orang-orang yang membutuhkan. Galang juga kerap menolong. Kebaikan itu benar-benar banyak yang tidak suka karena tidak menunjukkan wibawa seorang ketua geng motor.

Sikap itu juga dianggap tidak layak sebagai ketua geng motor selama dua tahun terkahir ini. Padahal tidak ada salahnya berbuat baik. Namun masih saja ada yang berniat jahat untuk membuat kecelakaan kecil pada Galang. Dia adalah Remos. Laki-laki yang usianya sama dengan Galang, yaitu dua puluh lima tahun. Remos selalu kalah melawan Galang dan dia punya banyak dendam. Untuk itu Remos merencanakan hal buruk pada Galang.

"Galang ... Galang ... Galang!" Banyak sekali para wanita yang begitu mengidolakannya Galang. Selain mempunyai wajah yang tampan dan mirip bule, Galang mempunyai tinggi badan yang ideal dengan postur tubuhnya. Itu kenapa Galang begitu diidolakan banyak wanita. Sayangnya teriakan itu memuakkan ditelinga Remos.

"Kita liat apakah mereka masih seperti orang gila seperti itu saat lu lenyap, heh!" batin Remos seraya menyunggingkan senyum pada Galang.

Laju motor semakin cepat melewati sirkuit. Semua orang yang mengikuti balapan itu fokus menatap jalanan yang cukup banyak belokan. Namun sayangnya fokus Galang teralihkan saat dua orang lawan bermainnya memepet motor Galang dan membawa Galang keluar dari sirkuit.

"Brengsekk!" teriak Galang malah membuat dua orang tersebut tertawa. Setelah membawa Galang keluar jalur, dua orang itu terus mencoba membuat Galang terjatuh sesuai dengan rencana mereka sebelumnya.

"Minggir, Bangsatt!" teriak Galang tidak membuat dua orang tersebut takut dan malah semakin menjadi.

Pada akhirnya Galang benar-benar jatuh ke dasar jurang yang sebenarnya tidak terlalu dalam, tetapi bebatuan dan semak belukar juga bekas pohon tumbang di jurang itu cukup membuat Galang terluka parah hingga kemungkinan bisa cacat. Dengan begitu, Galang tidak akan pernah bisa naik motor lagi.

"Mampus!" gumam Remos begitu mengetahui rencananya berhasil.

Galang yang masuk ke dalam jurang tersebut langsung tidak sadarkan diri. Namun dia sempat mendengarkan panggilan seorang wanita.

"Mas ... bangun, Mas!" Galang tidak bisa merespon walaupun sebenarnya dia ingin membuka mata.

...***...

"Belum bangun juga, Uma?" tanya pria paruh baya yang baru saja pulang dari masjid dan segera mengaitkan sajadahnya lalu menghampiri Galang yang sedang terbaring lemah di atas kasur single di depan televisi. Pria itu duduk di sisi Galang dan memeriksa keningnya apakah masih demam atau sudah turun.

"Belum, Aba. Gimana kalau kita bawa aja ke rumah sakit. Kita lapor polisi biar keluarganya tahu," usul wanita yang usianya tidak beda jauh dengan pria tadi.

"Tapi kita nggak ada uang, Uma. Bagaimana kalau kita susah cari keluarganya? Terus yang bayar biaya perawatan dia siapa nanti? Mau jual kambing lagi? Kayaknya nggak cukup deh. Ke rumah sakitnya juga naik apa coba?" sahut gadis cantik dengan jilbab instan menutup dada berwarna peach dan balutan gamis hitam yang juga duduk di sisi Galang.

Mereka kompak menatap Galang yang masih menutup mata. Belum ada gerakan sama sekali dari Galang sejak lima jam lalu. Namun ada sebuah keberuntungan, Galang tidak terluka parah. Dia hanya mengalami lecet dibeberapa bagian tangan juga kakinya padahal motor yang dia kendarai ringsek.

"Kita tunggu saja dia sadar. Setelah itu kita tanya rumah dia. Uma masih ada uang kan buat ongkos pemuda ini nanti?" tanya ustadz Jefri, kepala keluarga di rumah sederhana tersebut.

"Masih Aba. Mungkin seratus ribu cukup ya?" jawab Uma Siti, istri dari ustadz Jefri.

"InsyaAllah cukup, Uma. Dulu waktu Airin ke kota nggak sampe segitu sih," sahut Airin, satu-satunya anak dari pasangan ustadz Jefri dan Uma Siti.

"Sayang sekali nggak ada kartu identitas yang membantu kita untuk menghubungi keluarganya. Pasti mereka mencari pemuda ini dan sangat khawatir. Mungkin juga dia kerampokan sebelum jatuh. Malang sekali nasibnya," kata Uma Siti terlihat sedih menatap Galang.

Namun siapa sangka ternyata Galang sudah sadar sejak beberapa menit yang lalu dan mendengar semua percakapan antara ustadz Jefri, Uma Siti juga Airin. Galang tiba-tiba sedih mendengar ucapan Uma Siti.

"Andai saja Papa khawatir, pasti orang yang paling dia khawatirkan adalah istri kedua juga anak tiri yang membanggakannya itu," batin Galang perlahan membuka mata menatap satu persatu tiga orang yang sedang duduk di sampingnya.

"Nak, kamu udah bangun? Apa yang kamu rasakan, Nak?" tanya Uma Siti sangat antusias melihat Galang membuka mata.

"Nak, siapa nama kamu? Dimana kamu tinggal?" Kali ini ustadz Jefri yang bertanya.

"Uma, Aba ... jangan buru-buru tanya ini itu. Airin ambilin minum dulu ya," kata Airin segera beranjak untuk mengambilkan segelas air.

Ustadz Jefri membantu Galang duduk. Walaupun ada banyak rasa sakit ditubuhnya, Galang mencoba untuk tidak merintih dan duduk bersandar bantal mengikuti bantuan dari ustadz Jefri.

"Saya Jefri, ini istri saya namanya Siti. Sedangkan yang tadi anak kami namanya Airin. Kami menemukanmu terluka dan kamu baru sadar setelah lima jam pingsan. Kamu sempat demam saat kami membawamu kemari. Tapi untungnya kamu nggak terluka parah," jelas ustadz Jefri tidak mendapatkan respon dari Galang. Dia masih sedikit bingung dan pusing.

Airin datang dengan segelas air dan memberikan pada ustadz Jefri untuk segera diberikan pada Galang. Perlahan Galang meminum air yang diberikan ustadz Jefri dan meneguknya cukup banyak. Dia tentu haus setelah lima jam menutup mata.

"Nak, kamu udah baikan? Kamu bisa ceritakan asal usul kamu?" tanya Uma dengan lemah lembut.

Galang masih diam. Dia kembali menatap bergantian tiga orang yang telah berbaik hati menolongnya. Ada rasa kagum saat Galang menatap Airin yang begitu cantik dan terlihat seperti gadis desa yang polos.

"Nak, siapa nama kamu?" tanya ustadz Jefri. Galang pun memikirkan sebuah ide yang menurutnya sedikit tidak masuk akal, tetapi dari sorot mata orang-orang yang berbaik hati padanya itu, Galang melihat sebuah ketulusan.

"Saya ... saya tidak tahu. Siapa saya? Apa kalian mengenal saya?" kata Galang pura-pura melupakan semuanya.

"Apa? Kakak nggak ingat siapa dan darimana Kakak berasal?" tanya Airin khawatir. Galang hanya menggelengkan kepalanya dengan raut wajah kebingungan.

"Nak, coba kamu ingat baik-baik bagaimana kamu bisa jatuh ke jurang?" tanya Uma yang juga khawatir.

"Tentu saya sangat ingat, tapi saya rasa kalian akan memberikan apa yang selama ini saya cari," batin Galang seraya tertunduk. Dia berakting seolah sedang merasa sangat sedih.

........

Terpopuler

Comments

Nandasintaa

Nandasintaa

kasian Galang mirip sama aq

2023-06-03

0

Dayu Mayun

Dayu Mayun

galang kurang kasih sayanf

2023-05-08

0

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

sepertiy galang mencari kasih sayang yg hilang de dr kel ustdz jefri..lanjuuut dobel up thoor

2023-05-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!