Bab 6. Telur Bebek

Galang masih berdiri di depan rumah ustadz Jefri dengan mata yang masih berkaca-kaca. Kicauan burung mulai ramai saat matahari terbit. Ayam berkokok juga cukup ramai terdengar. Galang pun tersadar dari lamunannya dan mengusap pipi Basar karena air mata.

Udara pagi itu sangat segar dan angin sejuk yang berhembus ke tubuh Galang seperti memberikan energi berbeda padanya. Galang pun menoleh ke kanan juga ke kiri melihat sekeliling. Dia pun tersenyum.

Lingkungan di rumah ustadz Jefri benar-benar asri. Suara beberapa ayam juga bebek terdengar dari arah sisi rumah membuat Galang penasaran. Bukan itu aja, tetapi ada suara kambing juga. Galang jadi ingat ucapan Airin kalau untuk membawanya ke rumah sakit, keluarga ustadz Jefri itu harus menjual kambing. Bahkan biayanya mungkin juga tidak akan cukup. Galang kembali tersenyum.

"Sepertinya Abati seorang peternak. Keluarga ini pasti hidup bahagia. Nggak seperti aku," gumam Galang kemudian berjalan ke sisi rumah. Benar saja jika kedatangannya langsung di sambut suara bebek, ayam dan kambing yang kelaparan.

"Eh, Kak Yusuf, jangan!" cegah Airin saat melihat Yusuf akan membuka pintu kandang bebek yang terbuat dari bambu.

"Kenapa, Dek? Itu banyak telur bebek berserakan. Gemes deh pengen mungut. Emang kenapa kok nggak boleh ambil? Ada cara khusus ya?" tanya Galang heran.

"Aduh Kak Yusuf kan masih pake sarung sama baju putih juga. Takut najis kenak kotoran bebeknya. Kalau Kak Yusuf penasaran dan mau bantu-bantu, Kak Yusuf bisa ganti baju dulu, Airin tunggu Kakak nanti," jelas Airin dan Galang hanya mengangguk kemudian melangkah menuju pintu utama yang kebetulan ustadz Jefri juga baru pulang dari masjid.

"Udah bener-bener baikan, Nak Yusuf?" tanya ustadz Jefri seraya merangkul bahu Galang. Ustadz Jefri bermaksud mengajak berjalan bersama. Namun sentuhan tangan ustadz Jefri membuat Galang tertegun. Harusnya sang papa yang melakukan hal itu. Namun entah kapan terkahir Galang mendapatkan rangkulan dari papanya. "Kok diem aja?" tanya ustadz Jefri lagi.

"Eh, saya nggak pa-pa, Aba. Saya baik-baik aja. Saya malah merasa sangat nyaman tinggal disini. Ada Aba dan Uma yang baik. Lingkungan yang asri. Pemandangannya indah. Pokoknya semua yang ada disini benar-benar buat saya nyaman, Aba," jawab Galang tanpa ragu. Dia mengungkapkan isi hatinya dengan gamblang.

"Syukurlah kalau kamu nyaman, Nak," kata ustadz Jefri sambil menepuk bahu Galang tanpa melepaskan rangkulannya.

"Aba! Kak Yusuf tadi mau ikut mungut telur bebek. Buruan kasih baju ganti! Berisik nih!" teriak Airin dari sisi rumah karena kakinya sudah pegal menunggu Galang.

"Ayo, Nak! Aba Carikan baju Aba pas Aba muda dulu," kata ustadz Jefri dan Galang hanya mengangguk kemudian masuk ke dalam rumah bersama Galang.

Tidak butuh waktu lama, Galang pun kembali keluar rumah dan menghampiri Airin yang benar-benar menunggunya di depan kandang bebek.

"Kita mulai sekarang, Dek?" kata Galang sedikit membuat Airin terkejut.

"Eh, iya, Kak. Itu Kak Yusuf ambil dulu keranjang bambu itu buat wadah telur bebeknya," titah Airin dan Galang mengangguk kemudian mengambil keranjang bambu yang dimaksud. Setelah itu keduanya masuk ke dalam kandang bebek dan memungut satu persatu telur yang ada di tanah.

"Tiap hari bertelur, Dek?" tanya Galang.

"Iya, Kak. Alhamdulillah tiap hari bertelur asal makannya juga teratur. Apalagi bebek sukanya makan keong. Kadang susah cari keong jadi kadang juga ada bebek yang nggak bertelur," jelas Airin seraya meletakkan telur terakhir yang dia pungut di keranjang yang dibawa Galang.

"Kamu tiap hari cari keong dong?"

"Nggak juga. Kadang 2 hari sekali carinya." Keduanya pun keluar dari kandang bebek. "Kakak cuci telurnya ya! Jangan lupa hitung juga jumlahnya. Airin mau kasih makan bebek dan ayam dulu." Airin pun berlalu setelah Galang mengangguk paham.

Tidak jauh dari kandang bebek itu, ada keran air dan Galang pun berjongkok disana untuk mencuci telur bebek yang dia bawa satu persatu tanpa rasa jijik sama sekali. Padahal telur-telur itu banyak menempel kotoran dan menimbulkan bau.

Belum Galang selesai mencuci semua telur itu, Airin ikut berjongkok di sisi Galang dan membantu mencuci telur hingga selesai.

"Airin tadi nyuci enam, Kak. Kak Yusuf nyuci berapa telur?" tanya Airin begitu selesai. Bukannya menjawab Galang malah tersenyum dengan deretan gigi putihnya. Airin mengangkat satu alisnya heran menatap Galang.

"Maaf, lupa nggak ngitung." Galang masih meringis.

"Astaghfirullah, Kak Yusuf!" Airin menggeleng pelan. "Kalau gitu buruan itung lagi! Nanti yang ngambil telurnya keburu datang kesini." Airin kembali berjongkok. Begitu juga dengan Galang dan memindahkan telur ke keranjang rotan lainnya seraya menghitung. Setelah itu keduanya baru menjumlahkan semua telur yang mereka hitung.

"Jadi total 25 telur, Dek," kata Galang kembali tersenyum.

"Berarti ada 3 bebek yang nggak bertelur. Alhamdulillah kemaren ada tujuh yang nggak bertelur sekarang cuma 3," sahut Airin yang ikut tersenyum seraya bersyukur.

"Emang totalnya berapa, Dek?"

"Ada 30 bebek tapi yang 2 kan bebek jantan. Ini masukin kantong ya, Kak. Sebenar lagi Ibu Elis kesini ambil telurnya buat bikin telur asin."

"Satu telur harganya berapa, Dek?"

"Tergantung pasaran, Kak. Kadang dua ribu, kadang bisa sampai empat ribu." Galang mengangguk kemudian mengambil kantong plastik yang ada di atas keran air tadi.

Benar saja jika Ibu Elis datang tepat pada waktunya setelah Galang selesai memasukan semua telur bebek itu ke kantung plastik.

"Wah, Airin ... siapa itu? Calon suami kamu ya?" tanya Ibu Elis yang terpesona dengan kegantengan Galang.

"Ah, Ibu Elis, ngaco!" sahut Airin segera. Galang heran karena seharusnya Ibu Elis tidak mengira dia calon suaminya sebab Airin dijodohkan dengan anak ustadz Hafiz.

"Nggak pa-pa dong, nggak perlu malu-malu," kata Ibu Elis lagi.

"Assalamu'alaikum, Ibu Elis. Saya Yusuf. Saya kemarin kecelakaan dan keluarga Airin yang menolong saya," sapa Galang seraya sedikit membungkukan badan.

"Wa'alaikumsalam. Ramah banget sih kamu. Kalian cocok loh kalau jadi suami istri. Ganteng dan cantik, pasti anak kalian imut-imut," canda Bu Elis.

"Ini, Ibu telurnya. Semuanya ada 25 butir ya, Bu. Sebaiknya Ibu buru-buru pulang. Takut kesiangan nanti jualannya," kata Airin seraya memberikan kantung plastik pada Ibu Elis dan merengkuh bahu Ibu Elis agar segera menjauh dari Galang dan segera pergi.

"Loh, kan Ibu belum selesai bicara, Airin!" kata Ibu Elis ngotot ingin menoleh ke belakang untuk menatap Galang.

"Udah, Ibu Elis buruan pulang. Ini udah jam berapa loh!" kata Airin masih dengan posisi yang sama.

Mau tidak mau Ibu Elis pun beranjak.

"Uangnya ...."

"Besok lagi aja!" Airin segera memotong pembicaraan Ibu Elis agar segera pergi. Setelah Ibu Elis pergi, Galang menghampiri Airin.

"Kenapa diusir secara halus, Dek?" tanya Galang membuat Airin terkejut.

"Astaghfirullah, Kak Yusuf! Nggak pa-pa. Jangan dianggap ya omongannya Ibu Elis," jawab Airin seperti salah tingkah.

"Iya, Dek. Nggak pa-pa." Galang ingin sekali mengungkapkan bahwa dia menyukai Airin. Namun dia tahu diri bagaimana hidupnya saat ini. Sedangkan calon suami Airin adalah anak seorang ustadz. Galang jelas mundur alon-alon.

........

Terpopuler

Comments

Ita rahmawati

Ita rahmawati

bisa galang bisa 😁
kamu kannpernah mondok juga jd bisa jd calon ustad nih 🤣🤣

2023-11-30

0

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

sebelum janur melengkun tikung aja ga pa2 suf..kan klu jodoh ga kmn..

2023-05-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!