Tunggu Aku

Han menoleh saat mendengar suara muntah. Pria itu bergerak cepat ke arah Irish yang hampir tumbang ke lantai. "Kau tidak apa-apa?" Han bertanya panik sambil membenarkan letak kepala Irish di dadanya.

Ada darah segar di sudut bibir Irish. Han dengan cepat mengusapnya. "Kakak...." lirih Irish. Han coba mengalirkan energi spiritualnya pada adik Isaac itu. Energi tersalurkan, namun Irish masih terlihat lemah.

Hingga jiwa Isaac muncul di kamar itu. "Ikat dia." Dua patah kata yang langsung membuat Han melihat wajah Isaac. Dia tahu makna dari kata mengikat Irish, seperti ikatan mate di dunia lain. Dia dan Irish tidak akan terpisahkan lagi jika Han mengikat Irish. Di manapun mereka berada, keduanya akan bisa bertemu kembali.

"Tapi adikmu tidak akan terima. Dia saja benci setengah mati padaku." Tolak Han. Dia teringat bagaimana marahnya Irish saat tangannya disentuh oleh Han.

Isaac tertawa kecil. Ya, Han dan Irish baru saja bertemu, dan adiknya tipe yang susah sekali didekati. Berapa banyak pria yang memilih mundur saat berhadapan dengan Irish. Cantik, mandiri dan tidak mau mengalah, itulah Irish. Pria yang ingin dekat dengan Irish harus punya stok sabar yang unliminited alias tidak terbatas. Irish adalah biang kerok dalam keluarga Aditama. Bahkan adik mereka Ivan, yang seorang pria tidak sebar-bar Irish.

"Apa kau percaya pada ramalan? Ramalan di mana kaulah yang akan menjaga adikku."

Saat Isaac mengatakan hal itu, bisa Han rasakan kalau ada keputus-asaan dalam ucapan Isaac.

"Dari mana kau tahu itu?" Han tentu tidak percaya. Han baru mengenal kembar beda dunia itu tak lebih dari 12 jam, dan sekarang Isaac bisa berkata kalau dirinya yang bisa menjaga Irish. What the hell is going on? Menjaga diri sendiri saja masih kerepotan bagaimana bisa dia akan menjaga Irish.

"Dari mana aku tahu, itu tidak penting. Yang jelas, aku tidak akan bisa menjaga Irish selama hidupnya. Sampai waktunya aku harus pergi. Dan itu tidak lama lagi." Sendu dan sedih, itulah yang tersirat dalam ucapan Isaac.

Han sesaat melihat wajah sedih Isaac. "Bukankah dia sudah kalah? Jadi dia tidak akan mengejar Irish lagi." Ucapan Han membuat Isaac mengangkat wajahnya. Dia tadi mengusap lembut pipi Irish.

"Dia terluka, parah. Tapi dia akan kembali. Aku yakin itu. Jantungnya belum hancur. Dia pasti akan berusaha mengambil Irish lagi."

Han terdiam, dia sebenarnya sangat kepo soal siapa Irish, Isaac dan juga pria iblis yang baru saja dia lukai. Tapi sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya. Mengingat kondisi Irish yang tidak sadarkan diri. Gadis itu masih pingsan dalam pelukan Han.

*

*

Kredit Pinterest.com

Han membuka mata, pria itu berada di kamarnya setelah tadi pagi menyusup masuk ke biliknya melalui jendela. Ibunya akan kembali mengomel jika tahu Han pulang dini hari. Meski Han sedang menyatakan protes pada Maae-nya, tapi Han tahu kalau sang mama sangat menyayanginya. Semua kemarahan Maae-nya karena wanita itu sangat mengkhawatirkan keselamatan putra tunggalnya.

"Aku dan Irish akan pulang lusa."

Sederet kalimat dari Isaac membuat Han mengusak rambutnya, frustrasi. Sampai Han pulang, Irish belum juga sadar. Gadis itu masih setia menutup mata, meski Han dua kali memberikan energi spiritualnya.

"Apa yang harus aku lakukan?" gumam Han, menatap dirinya melalui pantulan cermin yang ada di kamar mandinya. Pria itu hanya memakai handuk di pinggangnya, hingga tubuh sempurna Han terpampang nyata. Tubuh yang membuat banyak kaum hawa menjerit ingin menyentuh.

Han dengan cepat memakai pakaiannya. Dia ada kuliah pagi, dan dia ingin bertemu paman Somchai-nya untuk berkonsultasi.

"Wooiii, anak lanang berani pulang rupanya." Ledek seorang wanita yang terlihat cantik diusia yang hampir memasuki kepala 5. Di sampingnya duduk sang ayah, yang hanya mengulum senyum melihat drama anak dan istrinya itu. Selalu saja seperti itu, sejak Han kecil sampai tinggi Han sama dengannya. Dua orang itu nampak tak pernah akur. Padahal keduanya saling menyayangi.

"Jadi Maae lebih suka aku tidur di tempat Lung Somchai atau di jalanan, dikelonin sama hantu-hantu cewek yang gak ada seksi-seksi-nya."

Si mama bergidik ngeri, sementara si papa meledakkan tawa. "Papa mah lebih rela Han dikelonin hantu, dari pada dia dikelonin cewek jadi-jadian atau malah ketemu TG (Transgennderr)."

Satu keplakan mendarat di lengan papa Han. Han tersenyum melihat dua orang tuanya itu. Selalu tertawa saat bersamanya. Han mengunyah sarapannya sembari sesekali mengulum senyum. Melihat maae dan phoo-nya yang kini malah berdebat sendiri soal cewek jadi-jadian yang baru saja jadi topik panas di meja makan keluarga mereka pagi itu.

"Jadi apa yang ingin kau tanyakan?" Paman Somchai bertanya sambil menuangkan Thai Tea. Thai Tea adalah minuman yang terbuat dari campuran teh hitam, adas manis, kapulaga, gula, bunga jeruk, dan susu. Jenis minuman ini disebut juga dengan Chayen. Teh ini bisa disajikan dengan tambahan susu atau tidak, dengan es atau hangat. Chayen, salah satu minuman teh khas dari Thailand.

Kredit Pinterest.com

Bukannya menjawab pertanyaan sang paman. Han justru melamun, tatapan matanya kosong. Pikiran pria itu terpaku pada ucapan Isaac, soal iblis pria yang akan datang kembali untuk membawa Irish. Seolah tahu dengan apa yang Han pikirkan, Somchai hanya bisa menarik nafas pelan.

"Jadi kau sudah bertemu dengannya?"

"Ahh...iya...siapa?" Han menjawab tergagap. Terkejut saat kesadarannya kembali.

"Dia....mereka...." Somchai duduk di depan Han. Pria itu menatap wajah keponakan tersayangnya. Han, pemuda yang kelahirannya bahkan membuat heboh beberapa wihara karena aura Han yang begitu kuat, membuat para pimpinan wihara di kota Chiang Mai berpikir kalau akan ada iblis yang lahir di kota mereka. Karena itu para pimpinan wihara itu berpakat untuk menggunakan energi spiritual mereka guna menyegel aura Han. Hingga yang sekarang mampu Han gunakan hanya seperempat dari kekuatan Han yang sesungguhnya. Jadi bisa dibayangkan betapa besar kekuatan Han. Segel dari para pimpinan wihara itulah yang dipakai Han sebagai gelang dengan simbol kepala naga.

"Mereka?" Han mengulangi perkataan sang paman.

"Mereka... kembar sepasang yang sebenarnya sudah terpisah ruang dan waktu tapi masih bisa bersama. Juga Raja Iblis yang menginginkan kembar perempuan yang masih hidup."

Han menarik nafas. Tidak heran jika sang paman tahu segalanya. "Lalu apa yang harus aku lakukan, Lung? Aku bingung. Aku ingin menolong Isaac untuk menjaga Irish. Tapi aku tidak tahu caranya. Lung tahu kan kalau pria itu sudah bisa membawa jiwa Irish ke dimensinya." Curhat Han.

"Semua tergantung padamu."

"Tapi semua kan sudah ditakdirkan. Bagaimana bisa aku melawan takdirku. Kalau ternyata garis nasibku tidak sesuai dengan keinginanku."

"Ya...kau tidak punya pilihan lain selain menjalani takdirmu."

Han mendengus kesal. Sang paman bilang semua terserah padanya. Tapi kalau ujung-ujungnya harus menjalani takdir, apa gunanya dia memilih takdirnya. Sama saja, tidak ada gunanya. Somchai tersenyum melihat kekesalan sang keponakan.

"Gan, dengarkan Lung. Semua memang sudah ada takdir masing-masing. Tapi saat ini kau masih bisa memilih, meski nanti akan kembali ke relnya, sirkuitnya, jalurnya. Dia akan membiarkanmu merasakan sakit akibat dari kesalahanmu dalam menentukan pilihan. Tapi yakinlah, setelah itu kau akan belajar dari kesalahanmu dan menjadi pribadi yang lebih baik. Jadi saran Lung, dengarkan kata hatimu. Kata hatimu akan sejalan dengan takdir yang telah ditentukan untukmu." Somchai berucap panjang lebar.

"Bagaimana kalau langkah yang kuambil akan membuat semua orang sedih. Dan resikonya...paman tahu kan?"

"Bahkan sejak lahir, kau sudah bertaruh nyawa untuk bertahan hidup." Somchai berkata sambil mengenang kelahiran Han.

Han menarik nafasnya dalam. Berulang kali pria itu melakukannya. Pukul tujuh malam, tiga jam sebelum penerbangan Irish kembali ke Surabaya. Han berjalan mondar mandir di kamarnya. Mengabaikan panggilan dari maae-nya untuk makan malam.

Pria itu lagi-lagi mengacak rambutnya. Sampai satu ucapan dari Somchai membuat Han menyambar jaketnya. Han langsung melesat keluar dari kamar.

"Maae, Phoo aku keluar dulu, bawa Ninja." Teriak Han, mengabaikan protes dari ayah dan ibunya.

"Dengarkan hatimu, kau akan menemukan jawabannya. Hatimu tidak akan membuat kesalahan."

Motor besar Han meliuk-liuk di jalan raya. Menghindari lalu lalang mobil yang berkeliaran di jalan besar. Motor Han masuk ke area bandara Internasional Chiang Mai. Meletakkan motornya di tempat parkir terdekat, beruntung masih ada satu slot kosong untuk motor.

Han segera melesat masuk ke bandara. Pria itu melihat papan pengumuman. Penerbangan menuju Juanda International Airport, status boarding pass on. "Sial!" Han mengumpat, padahal dia masih punya waktu dua jam sebelum pesawat take off.

"Jangan boarding dulu, please, tolong. Kumohon, Cuway kha (tolong dalam bahasa Thailand)."

Han berlari sekuat tenaga, naik ke lantai dua melalui eskalator, menuju ke gate B, tempat boarding pass ke Juanda International Airport berada. Dalam hiruk pikuk, banyaknya orang yang berada di sana. Han memutar tubuhnya, melihat ke kiri dan kanan, mencoba mencari di mana Irish berada.

"Give me a sign, please."

(Beri aku petunjuk, aku mohon)

Mata Han membulat sempurna melihat Irish yang tengah menenteng satu paper bag. Han bergegas berlari ke arah Irish saat gadis itu berjalan menuju pintu self boarding pass.

"Ai....tunggu!" teriak Han.

Merasa ada yang memanggil. Irish menoleh, bola mata gadis itu membelalak saat melihat Han, pria yang baru dia kenal sehari, bergerak ke arahnya. Han langsung memeluk tubuh Irish begitu berada di depan gadis itu.

Irish membeku saat pria tinggi besar itu mendekap dirinya erat, seolah tidak ingin berpisah. Saat itulah panggilan naik untuk penumpang dengan tujuan Surabaya, Indonesia, berkumandang.

Irish dengan cepat melerai pelukan Han, "Aku harus pergi." Irish berjalan menjauhi Han. Namun pria itu menahan tangan Irish, menariknya kembali, hingga gadis itu berbalik arah pada Han. Saat itulah Han mendaratkan bibirnya pada bibir Irish. Gadis itu terkejut dengan tindakan Han. Terlebih saat satu jari Han menyentuh kening Irish. Menekannya sedikit, hingga hawa panas terasa mengalir, mulai dari dahi Irish lalu menyebar ke seluruh tubuh gadis itu.

"Aku Yohan Aditya Elajar menandaimu, Irish Isabel Aditama untuk menjadi milikku. Perlindunganku akan selalu menyertaimu mulai detik ini, saat darahku mengalir dalam darahmu."

Petir menyambar di langit kota Chiang Mai, saat Han mengucapkan sebaris kalimat yang menjadi simbol kepemilikan pria itu atas Irish.

"Tunggu aku datang. Aku akan menjemputmu."

Mata Irish berkedip-kedip lucu saat Han melepas ciumannya. Gadis itu jelas tidak paham dengan apa yang baru saja terjadi.

****

Up lagi readers.

Jangan lupa tinggalkan jejak. Terima kasih.

****

Terpopuler

Comments

Chauli Maulidiah

Chauli Maulidiah

elajar? apa msh ada turunan dr devan kanigara elajar? 😃

2024-02-21

1

Asngadah Baruharjo

Asngadah Baruharjo

serruuuu THOORRR

2024-02-01

1

Damar Pawitra IG@anns_indri

Damar Pawitra IG@anns_indri

aseeeek ....
wes di keep Ris sama Han

2023-05-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!