14. Pulang ke neraka (1)

Tepat pukul tujuh malam, akhirnya mobil tiba dan terparkir di pelataran rumah besar dan megah itu, kekayaan yang seharusnya Ella miliki, kehidupan menyenangkan yang seharusnya Ella rasakan.

"Lo yakin mau balik ke rumah itu?" tanya Aurora begitu mereka turun dari mobil dan membawa koper Ella.

"Yakin, gue harus bisa nemuin sepatu kaca yang kata nenek ada di sini," jawabnya penuh percaya diri.

BRUK!

Aurora tiba tiba memeluknya dan menangis. "Kalo Ibu tiri Lo ga berubah dan makin menjelma jadi nenek sihir, Lo balik lagi ke gue ya, gue gak mau kehilangan Lo buat yang kedua kalinya, dan kalo pun itu terjadi, gue bakal ngorbanin sisa umur yang gue punya"

Nafasnya sesak, dadanya terasa panas, Ella jadi bawa perasaan dan menangis terisak dalam pelukan Aurora.

"Makasih udah mau jadi sahabat gue, gue ga tau harus bayar hutang budi gue kaya gimana, Lo ibu peri gue, yang penuh keajaiban" Hanya itu yang bisa Ella katakan. Membuat Aurora turut menangis.

Lain hal dengan Abra yang sama sekali tidak mengerti kemana arah pembicaraan mereka, begitu membingungkan.

Mereka pun melepas pelukan menyesakan itu, beralih pada Abra yang juga merentangkan tangannya.

"Gue juga mau peluk!"

Abra benar benar memberinya sebuah pelukan, yang membuat jantung Ella berdegup tak karuan. Tubuhnya membeku, apalagi saat Abra menggerakan tangannya untuk mengelus rambutnya.

Rasanya nyaman, hangat, dan menenangkan!

"Lo kurus banget sih" dengus Abra memecahkan lamunan Ella yang langsung mendorongnya kasar.

"Berani Lo ya macem macem sama gue?" tanya Ella galak. "Peluk peluk segala bau anjing Lo"

"Bilang aja seneng, gak usah ngeles" cibir Abra. "Aurora aja pengen di peluk gue"

Aurora yang di tatap keduanya langsung terkekeh hambar. "Ogah"

"Emang ya, cewek kebanyakan malu malu kucing"

"Udah sana deh, Lo tuh berisik banget jadi cowok, sana pulang!" usir Ella benar benar risih dekat dengan cowok itu.

"Oke deh, Tuan putri Cinderella, moga betah di rumah indah Lo ini dan bisa ngembaliin sepatu kaca adek gue" Senyumnya seraya menepuk nepuk bahu Ella.

Ella tersenyum haru kali ini, dua orang sahabat, yang memberinya semangat, Ella berharap, orang yang sayang padanya bertambah.

Setelah kepergian mereka, Ella masih mematung di tempat, menarik nafas panjang dan mempersiapkan diri, Ibu dan kedua kakak tiri pasti masih menganggap kalau dirinya meninggal.

Karna pada saat itu, Ella dan Aurora meminta para Bodyguard Kalia untuk tak memberitahukan hal tersebut dan membiarkan Ella tetap di katakan mati pada mereka agar dirinya aman. Dan Ella percaya jika para Bodyguard itu setia dan tetap menyimpan rahasia, karna para Bodyguard itu adalah Bodyguardnya ayah, Jika bukan karna uang, Ella jiga yakin kalau mereka ingin membantu kehidupannya yang menyedihkan.

"Gue harap, kalian berubah setelah dua tahun gue ninggalin rumah ayah"

Ella mulai melangkahkan kakinya, mendekati pintu besar yang tertutup rapat, taman dan ayunan di pinggir rumah, kembali membuat langkahnya terhenti.

Kenangan masa lalunya berputar, tentang dirinya yang sedang duduk di atas ayunan sambil di suapi Bibi Rosy, menunggu ayah pulang bahkan hingga.larut malam, Bibi Rosy setia menemaninya.

Ella kembali melangkah, berani membuka pintu tak terkunci, kemudian mematung, mengedarkan pandangannya melihat isi rumah yang memiliki banyak perubahan.

Seperti bukan rumahnya, terlihat lebih indah dan gemerlapan dari sebelum dia pergi.

Baru Ella akan mengambil langkahnya lagi, tiba tiba seorang wanita cantik datang dan menatap Ella dengan syok, matanya melotot dan mukutnya menganga, wanita itu sangat ketakutan.

Ya, Angela!

"Maaah!..." panggilnya dengan nada bergetar karna takut.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Cemberut mulu Lo dari tadi!" ujar Abra menuju perjalanan pulang.

"Lo pengen juga di peluk gue?" tanya pria itu terlalu berisik.

"Bukan gitu"

"Kenapa? Lo sedih karna harus berpisah sama temen Lo?"

Aurora terdiam.

"Dia masih sekolah di sekolah kita kan? besok juga ketemu anjir, kaya mau di tinggal ke luar negri aja Lo" Abra menyentil dahi Aurora sedikit keras.

"Aww, sakit tahu" ringis Aurora kesal.

"Lagian zaman sekarang tuh ada hape, Lo bisa telponan atau panggilan video, jangan lebay, gak mungkin juga kan Lo gak gak punya hape" cerocos Abra benar benar berisik.

"Astaga Abracadabra, lama lama Lo jadi kaya burung beo, cerewet banget jadi cowok, pusing gue dengernya" bentak Aurora yang sepertinya mulai tertular virus Ella yang sedikit barbar.

"Ya maaf" kini pria itu diam dan fokus menyetir.

Sebetulnya dia juga khawatir pada Ella, entah kenapa, semenjak kedekatan mereka karna sepatu kaca itu, perasaan Abra jadi semakin kuat, walau belum lama mengenal Ella.

......................

...****************...

...----------------...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!