Bel pulang sekolah berbunyi lebih awal kali ini karna beberapa guru mengadakan rapat, sehingga semua rencana yang di susun sebelum pulang sekolah pun lebih cepat terlaksana, termasuk Ella.
"Ra, hari ini gue gak ke kios nenek Lo ya" ucapnya saat mereka sedang menyusuri koridor.
"Mulai deh malesnya" Aurora mencibir.
"Kagak, Gue mau ke makam Papah dulu, habis itu mampir ke kios nenek Lo kalo keburu"
"Mau gue temenin?"
"Gak usah, kasian nenek Lo gak ada yang bantuin" tolak Ella.
Aurora terkekeh, Tau betul dengan jawaban Ella yang sesungguhnya, kalau Ella akan merasa malu saat Aurora menyaksikannya menangis di makam ayahnya, karna Ella jarang sekali menangis, mungkin hampir tidak pernah selama Aurora mengenalnya, hanya saat itu, sekali kalinya mengantar Ella ke makam Ayahnya.
"Ya udah hati hati"
Mereka pun berpisah di depan gerbang, mengambil jalan masing masing, Aurora harus berjalan melewati sebuah bangunan yang sedang ada proyek. Dia berjalan santai karna keadaan terlihat kondusif. Namun di depan sana, ia melihat Abra yang berjalan dengan jarak satu meter dari arahnya.
"Awaas!" teriak tukang bangunan di atas sana begitu melihat sebuah bata besar melayang jatuh dan akan menimpa cowok itu.
Abra mendongak, tak sempat menghindar karna kejadian mendadak tersebut, namun dengan gesit Aurora berlari dan mendorong tubuh Abra. Sehingga membuat keduanya terjerembab dan berhasil terhindar dari malapetaka itu.
"Lo gak papa?" tanya Abra masih ada dalam ketekejutan, dia menarik tangan Aurora dan membantunya berdiri.
"Gak papa kok" senyumnya seraya menepuk nepuk debu yang menempel di roknya. "Kok Lo ada di sini?"
"Gue gak bawa mobil, mobil gue mogok,.Lo sendiri? tumben jalan sendirian, dimana sahabat baik Lo itu?"
"Dia lagi ada urusan"
"Oh"
Keadaan menjadi canggung dalam sesaat.
"Emm, sebagai tanda terima kasih gue karna Lo udah nolongin, gimana kalo.gue tratir Lo makan?" tawar Abra merasa harus berhutang budi.
"Maaf, tapi sekarang gue harus ke.kios bantu nenek, lain kali aja ya" tolak Aurora sopan.
"Ya udah kalo gitu gue ikut ke.kios aja bantuin nenek Lo juga, gimana?" Abra memberi penawaran yang tak bisa Aurora tolak, Lagipula tidak ada Ella ia akan semakin di sibukan dengan banyaknya pembeli, mungkin Abra bisa mengganti peran Ella hari ini.
"Oke deal" senyumnya kemudian mereka berjalan beriringan, menuju kios yang tak jauh dari sekolah.
Sepanjang perjalanan Aurora diam diam memerhatikan Abra, percayalah, hatinya sedang meletup letup bagai kembang api di malam tahun baru.
"Lo itu Aurora yang satu ekskul bareng gue kan? di basket?" tanya Abra kembali bersuara.
"Iya, Lo masih inget?"
"Inget banget, dulu Lo yang selalu nantangin gue, tapi Lo selalu kalah" kekeh Abra.
Ya, mungkin Aurora akan mengalah demi kebahagiaan orang lain, tapi tidak tentang basket, hobi yang sangat dia cintai itu, tidak boleh ada yang mengalahkannya seorang pun.
"Gue yakin kali ini gue yang bakal menang kalau kita tanding"
"Serius? mau tanding?" tanya Abra bersemangat.
"Oke, besok di lapangan pagi pagi buta biar gak banyak orang" jawab Aurora tak kalah semangat, hatinya seperti dipenuhi kobaran api yang membara, entah api cinta atau api semangat, Aurora tidak tahu.
"Tapi kenapa Lo gak ada di ekskul sekarang?" tanya Abra setelah menyadari sesuatu.
"Cih, Lo pasti nyari nyari gue kan, makannya Lo sadar kalo gue keluar" kekeh Aurora.
Abra menyenggol Aurora iseng, seperti yang selalu ia lakukan dulu. "Jangan ge'er Lo, gue seneng aja karna udah gak ada yang berisik kaya Lo di tim"
Aurora berhenti terkekeh dan mulai serius. "Gue sibuk, gue musti bantuin nenek gue usaha, kasian dia udah tua, masa iya gue tega banget ngebiarin dia kerja keras sendiri, makannya gue gak ikut kegiatan lain di sekolah"
"Bagus deh, Lo emang anak baik" senyum Abra mengacak pucuk rambutnya sedikit kasar, sampai rambut rapih Aurora berantakan di buatnya.
"Abra Lo..."
"Kamu gemes deh, kaya Kunti!" ledek Abra buru buru lari.
"Awas Lo ya, Abracadabra....."teriaknya dua belas vol, ia berlari mengejar pria itu di iringi dengan canda tawa mereka.
Apakah Aurora jatuh cinta padanya? tidak, dia tidak boleh jatuh cinta, Aurora tidak tahu bagaimana perasaan Abra padanya, lagipula setelah mendengar pembicaraan Abra dan Ella di jam istirahat saat di lapangan tadi, Abra begitu dekat pada Ella. Seperti ada Cinta yang tersembunyi di matanya untuk gadis itu.
Mereka cocok, seperti Pangeran dan putri, sementara Aurora, dia butuh waktu seratus tahun untuk mendapatkan ciuman cinta sejatinya dari pangeran yang akan mematahkan kutukannya dari penyihir jahat.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di sisi lain, Ella sudah bersimpuh di makam sang ayah, dia mulai mengoceh banyak hal.
"Apa kabar Pah? gak tau kenapa, hari ini Ella kangen banget sama Papah" ucapnya parau.
Wush!
hembusan angin menerpa dengan hangat, seakan alam menjawab pernyataan Ella.
"Kenapa sih Papah harus ngasih nama aku Cinderella? hidup aku jadi kaya Cinderella beneran Pah, Anak yatim piatu yang di siksa sama ibu dan kedua kakak tiri, dan sekarang mecahin sepatu kaca di toko nenek sihir itu, hidup Ella udah di kutuk" racaunya tak jelas.
"Ella juga gak seperti yang Papah harapkan, Ella gak bisa jadi kebanggaan Papah" Ella mulai menangis terisak. "Tapi Ella kangen Pah, Ella pengen peluk Papah sebntaar aja" lanjutnya.
Ingat sekali, Dulu Papah selalu menggendongnya setiap dia pulang bekerja, ayah selalu memeluknya sebelum tidur, membacakan dongeng, dan menemaninya bermain. Ella anak tunggal yang sangat dimanja, sebelum neraka datang menghampiri hidupnya. Membuat kehidupan Ella berubah seratus delapan puluh derajat.
" Ella pamit ya Pah, Ella nggak bisa lama lama, maafin Ella, Semoga Papah selalu bahagia di sana" ucapnya kemudian mengecup nisan ayah dan meletakkan karangan bungq di sana.
Ella pergi setelah rasa rindunya sedikit berkurang, menyusuri jalanan yang di padati pejalan kaki begitu ia keluar dari daerah pemakaman.
Tak jauh dari sana, terletak wahana bermain, anak anak maupun orang dewasa, selalu dipadati pengunjung. Apalagi sore hari seperti ini, banyak orang yang datang walau hanya sekedar menikmati hangatnya cahaya matahari.
Hiruk pikuk suasana sekitar membuat Ella merasa miris, lagi lagi, yang membuatnya iri adalah keharmonisan keluarga di sekitarnya. Melihat senyum anak anak yang ceria, di penuhi rasa cinta dan kasih sayang dari orang tua mereka.
Ella sangat iri, namun senyumnya terbit saat mengingat satu hal.
Ibu Tiri!
Mungkin, kalau dia pulang ke rumah dan bisa mengubah ibu tirinya, Ella akan mendapat cinta dan kasih sayangnya.
Manusia bisa berubah seiring berjalannya waktu kan? Tidak salah kalau Ella mencobanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments