6. Sihir

Masih dalam keterkejutan, Ella menatap Abra penuh rasa bersalah, apa katanya pada nenek penjaga toko barang antik tadi? Kembaliannya ambil saja?! Astaga, Ella malu sekali, dia terlalu menyepelekan harga sebuah benda.

Abra memegang pundak Ella, dan sedikit menenangkannya. "Gue gak marah, cuman tadi doang"

Tubuh Ella makin melemas, pantas saja suasana di toko tadi terasa mencekam, ternyata dia menjatuhkan barang semahal itu.

Diapun beralih memeluk gadis mungil dihadapannya dengan erat. "Maaf, maafin aku!"

Degh!

Jantung Ella berdegup kencang dengan tiba tiba, kepalanya di dera rasa sakit yang luar biasa, pandangannya pun kabur, hampir hilang kesadaran jika Rapunzell tidak balas memeluknya. usapan tangan kecil itu seakan memberi Ella tenaga, terasa dingin bagai ditempelkan es batu berbentuk tangan dipunggungnya.

"Kakak benar benar Cinderella, seorang putri"

Akhirnya pelukan itu terlepas, Ella kembali berdiri, dan menggelangkan kepalanya berharap rasa pusing itu hilang.

"Kamu..." Mata Aurora melotot, menatap Rapunzel dengan wajah terkejut, dia seperti melihat suatu keanehan pada gadis kecil itu, namun memilih tak mengatakan apapun.

"Kenapa Ra?" tanya Ella menyadari kalau Aurora pasti merasakan sesuatu.

"Kita pulang sekarang!" ajaknya nampak ketakutan.

Tanpa menunggu jawaban Ella, Aurora cepat meraih tangannya dan membawanya pergi. Membuat Abra dan Rapunzell keheranan menatap dua sejoli yang lari terbirit birit seperti sudah melihat Iblis jelek.

**************

Setelah merasa jauh dari rumah menyeramkan itu, baru Aurora melepas cekalan tangannya yang membekas di pergelangan tangan Ella, mencengkram kuat saking takutnya.

"Kenapa sih Ra?"

"Anak itu punya sihir"

"Apa?" tanya Ella tak mengerti.

"Apa yang Lo rasain saat dia peluk Lo tadi?"

"Dingin, dan itu kaya nusuk banget, kepala gue sampe pusing" jawab Ella masih tidak mengerti.

"Kita harus tanya nenek, dia pasti tau sesuatu" Aurora mengambil langkah lebar lebar.

Terkadang Ella memang tidak mengerti sikap Aurora yang aneh ini, sejak pertemanan mereka dulu, dia memang sudah seaneh ini, dia selalu melihat apa yang orang lain tidak bisa lihat, Neneknya bilang, itu adalah garis keturunan dari nenek moyang mereka.

"Nenek! Nenek!" panggilnya setelah mereka sampai 30 menit dari rumah Abra.

"Di belakang Nak" sahut nenek yang tengah memberi pupuk pada tanamannya.

Tanpa basa basi, Aurora menjelaskan apa yang mereka alami hari ini, mulai dari toko barang antik, sepatu kaca pecah, dan bocah bernama Rapunzel itu penuh dengan mistis.

Sementara respon nenek biasa saja, dia hanya menyimpan peralatan kebunnya kemudian memegang kedua tangan mulus Ella. Di pegang lama, setelah itu dia menatap Ella begitu dalam.

"Kenapa Nek?"

"Kamu harus bertanggung jawab, karna ulahmulah kebahagiaan itu hancur, sampai kamu mengalahkan semua musuhnya, kembalikan sepatu kaca itu" jelas nenek tegas

"Tapi gimana? sepatu kacanga udah pecah, susah buat cari gantinya nek, lagipula itu harganya mahal" elak Ella frustasi.

"Kamu punya sebelahnya lagi" jawab nenek.

Dahi Ella bergelombang, terlihat bingung. "Maksud nenek?"

"Coba cari di rumah lamamu!"

"Apa?" Ella makin keheranan. "gak bisa Nek, aku gak bisa balik lagi ke rumah itu, aku ga mau"

Tentu tidak, Ella benci ibu dan kedua kakak tirinya, mereka sudah menganggapnya tiada dan itu sebuah keuntungan baginya.

"Kalau nggak, Hidup kamu akan hancur sama seperti kepingan sepatu kaca itu"

"Apa hubungannya Nek?" tanya Ella masih belum mengerti juga.

"Ella" nenek mengelus rambut Ella, "Dunia itu penuh misteri, penuh keajaiban, bahkan sesuatu yang mustahil bisa saja terjadi, sama seperti kehidupan kamu, Kamu bisa hidup kembali lewat air mata Aurora, dan Aurora memiliki keajaiban dengan ketulusan air matanya sehingga membuat kamu bisa hidup lagi, tentu semua itu ada timbal baliknya, dan Aurora harus siap menanggung semuanya, bahwa umurnya akan berkurang empat tahun setiap kali dirinya berkorban untuk orang lain " Jelas nenek dengan lembut.

Ella tidak percaya itu, dia melirik pada Aurora yang tersenyum padanya, menyembunyikan air mata jauh di pelupuk matanya. "Apapaun demi Lo!"

Perasaan Ella campur aduk, dia tidak bisa berkata kata lagi, matanya yang bicara, menumpah ruahkan rasa syukur pada tuhan atas hadirnya Aurora dalam hidupnya.

"Nenek juga tidak tahu mulai dari mana garis takdir ini tercipta, Nenek sendiri tidak memeiliki kemampuan sehebat Aurora, tapi nenek yakin kalau semua kekuatan yang kami punya itu akan berguna bagi orang lain" jelasnya sekali lagi . "Aurora sudah berkorban dua kali, untuk nenek dan untukmu!"

Ella kembali menatap Aurora. "Berarti umur Lo berkurang delapan tahun?"

Dengan ikhlas Aurora mengangguk, "Gak papa, selagi gue bisa liat orang orang yang gue sayang bahagia"

Mereka berpelukan penuh rasa haru, nenek yang melihat hal itu hanya bisa tersenyum miris, menatap kedua gadis dengan garis takdir mereka yang begitu unik. Membuat nenek kembali mengingat keistimewaan yang Aurora miliki kala itu.

********

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!