7. Garis takdir

Flashback

Kobaran api meluap luap menjilat semua yang ada di sekitarnya, jeritan orang orang dan suara mobil pemadam kebarakan bersatu oadu menekakakkan telinga.

Aurora yang masih berusia tujuh tahun itu meronta ronta dalam pelukan seorang ibu.

"Lepasin Bu, di dalam masih ada Ibu sama Nenek!" teriaknya serak.

"Jangan kesana, bahaya, biar petugas aja yang nyelamatin mereka!" tutur Ibu tetangga tak melonggarkan pelukannya.

Para petugas pemadam kebaran itu berhasil membawa jasad Ibu dan nenek dalam keadaan yang sudah tak bernyawa. Meski tidak terdapat luka bakar, nampaknya kabut asap yang membuat pernapasan mereka terganggu.

Nenek!

Orang yang pertama kali Aurora lihat, dia berlari dan menarik narik nenek dari gendongan badan kekar petugas.

"Bangun Nek!" air mata Aurora berjatuhan, menetes pada wajah nenek yang menghitam karna asap.

Srep!

Aurora merasakan sesuatu, tanda keajaibannya mulai bekerja, dimana ruhnya terasa di tarik lewat ubun ubun, dan cahaya silau keemasan di atasnya membuat dia senyap seketika. Rasanya sakit, bagai sakaratul maut, tapi tak lama, saat cahaya itu masuk dalam tetes air matanya dan menyerap ke permukaan wajah nenek yang terkena air jejak air mata.

Nenek mengerjap, aliran darahnya kembali mengalir, dan perlahan ia membuka mata. "Aurora!"

"Nenek bangun?" memeluknya gembira meski tidak tahu apa yang barusan itu terjadi.

"Bagaimana bisa kamu melakukannya, nak?" tanya nenek menyadari sesuatu.

"Malikat nek, ada malaikat" jawab Aurora asal.

"Ibu kamu..."suaranya melemah.

"Ibu!..." Aurora berlari menghampiri Ibunya yang tak jauh dari nenek. Sama seperti yang dia lakukan sebelumnya, Aurora mulai menangis, memejamkan mata, berharap keajaiban kenbali terjadi padanya, namun sayang, ibunya tetap tak bergeming dan tak terjadi apapun pada diri Aurora.

"Ibu kenapa nggak bangun?" mengguncang bahu ibunya.

Nenek pun menghampiri Aurora dengan sisa tenaganya, memeluk cucu kesayangannya yang yatim sejak dua bulan dalam kandungan.

"Nggak bisa sayang, kekuatan kalian sama, nggak bisa disatuin" Nenek memeluk erat Aurora yang menangis kencang, dia sama sekali tidak mengerti apapun, dia hanya ingin ibunya kembali.

~Flashback end

************

Nenek tersadar dari lamunannya, matanya yang sudah berlamur itu mengeluarkan cairan bening yang tak bisa di tahan.

"Nenek jangan nangis!" ucap Aurora menghapus air matanya.

"Mungkin karna ini kamu menjadi manusia terpilih, tuhan tidak akan memberi keistimewaan pada orang yang salah, kamu kuat nak, kalian berdua kuat, nenek bangga"

Ketiganya kembali berpelukan, isak tangis haru, penuh sesak, cinta, dan tragedi, berdesir dalam darah masing masing.

"Jadi maksud nenek, Ella kena kutukan?" tanya Ella kembali pada topik semula.

"Bisa dibilang begitu, Kamu telah membebaskan ruh yang tersimpan sejak berabad abad lalu, dan ruh itu menemukan wadah yang sesuai untuk mengulang kembali kisah yang sudah terlewat ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu"

"Maksudnya nek?" tanya Ella dengan tubuh yang sudah meremang karna cerita nenek terdengar mengerikan.

"Temukan pasangan sepatu kaca itu dan simpan kembali ke tempat dimana kamu memecahkannya"

"Ella harus ke rumah Ibu tiri buat ngambil pasangannya?"

"Iya, firasat nenek sepatu itu ada di sana"

"Kalau nggak dapet?"

"Seperti yang nenek bilang, kamu terkutuk dengan akhir yang kamu buat sendiri, hancur bagai kepingan kaca yang kamu jatuhkan"

Dengan susah payah Ella menelan salivanya, dia harus ingat itu baik baik.

"Tapi jangan sampai ibu tiri kamu tau keberadaan sepatu itu, dia bisa merusak segalanya"

Ella tertegun, apakah nenek itu seorang indigo? dia seakan tahu semuanya, tapi apapun itu, Ella percaya dan harus patuh pada ucapannya sekarang.

......................

...****************...

...----------------...