183 Hari Menjadi Kekasih
Rahma memperhatikan jam yang menempel di dinding kamar kost. Waktu sudah menunjukkan tepat pukul tujuh, sudah waktunya ia berangkat ke kantor. Ia keluar dari kamar kostnya lalu mengunci pintu kamar.
Rahma berjalan keluar dari tempat tempat kost. Di depan tempat kost ia melihat Ibu Sumarni sedang bebelanja sayur di tukang sayur keliling. Rahma mendekati Ibu Sumarni.
“Bu, Rahma berangkat kerja dulu.” Rahma pamit kepada Ibu Sumarni.
Ibu Sumarni menoleh ke Rahma. “Hati-hati jalannya, Neng! Di pinggir jalan raya banyak trotoar yang bolong,” kata Ibu Sumarni.
“Iya, Bu. Rahma akan hati-hati. Assalamualaikum,” ucap Rahma.
“Waalaikumsalam,” jawab Ibu Sumarni.
Rahma berjalan menyusuri jalan menuju ke kantor. Kantor Rahma tidak jauh dari tempat kost hanya berjarak beberapa ratus meter saja. Jika ditempuh dengan berjalan kaki hanya memakan waktu lima sampai sepuluh menIt. Tergantung kecepatan Rahma berjalan.
Rahma bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara atau disingkat ASN di sebuah instansi milik pemerintah yang letaknnya tidak jauh dari tempat kost Rahma. Ia sudah lama kerja di instansi tersebut semenjak ia lulus kuliah. Kira-kira sudah setahun ia bekerja di instansi tersebut.
Rahma berjalan cepat menuju kantornya. Hari ini banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Ketika ia sampai di jalan raya ia berjalan di trotoar sambil memperhatikan trotoar. Di trotoar banyak sekali keramik yang sudah pecah, ada juga bolongan. Jika ia tidak memperhatikan jalan, kakinya akan ke jeblos ke gorong-gorong yang dalam. Atau kakinya akan terkilir karena tidak melihat lubang yang tidak dalam.
Tanpa sengaja ia melihat seorang kakek yang hampir jatuh, kakinya seperti keseleo. Untung si kakeknya berpegangan pada pagar sehingga ia tidak jatuh. Cepat-cepat Rahma mendekati kakek tersebut.
“Kakek tidak apa-apa?” tanya Rahma dengan wajah yang khawatir.
Kakek itu menoleh ke Rahma.
“Kaki Kakek keseleo, Kakek tidak melihat kalau ada lubang,” jawab kakek tersebut.
“Sakit tidak kakinya, Kek?” tanya Rahma.
Kakek itu menggerakkan kakinya.
“Sakit sekali kalau kakinya digerakkan,” jawab kakek tersebut.
“Maaf ya, Kek. Saya periksa dulu kaki kakek,” kata Rahma.
“Iya,” jawab kakek itu.
Rahma berjongkok dan memeriksa sekitar mata kaki kake. Ternyata di sekitar mata kaki kakek itu kulitnya agak kemerahan. Sepertinya kaki kakek itu keseleo. Rahma menoleh ke arah apotik di seberang jalan, apotik itu belum buka.
Bagaimana cara mengobatinya? tanya Rahma di dalam hati.
Rahma teringat ada rumah sakit ibu dan anak di sekitar situ. Ia mempunyai ide untuk membawa kakek itu ke rumah sakit tersebut.
“Kek, kita ke rumah sakit. Biar kaki Kakek diobati oleh dokter,” kata Rahma.
“Tapi Kakek tidak membawa uang,” ujar kakek itu.
“Saya yang akan bayar,” kata Rahma.
“Ayo, Kek.” Rahma membantu kakek itu berjalan. Kakek itu berjalan perlahan-lahan. Jarak rumah sakit dengan tempat kejadian hanya sekitar seratus lima puluh meter. Namun karena kakek tersebut jalan perlahan-lahan, mereka sampai di rumah sakit sekitar lima menit.
Akhirnya mereka sampai ke rumah sakit ibu dan anak. Rahma membawa kakek itu ke instalasi gawat darurat. Rahma menghampiri suster yang berjaga di ruang IGD.
“Sus, Kakek ini kakinya keseleo. Sekarang ia sulit berjalan karena kakinya sakit,” ujar Rahma.
Suster jaga menghampiri kakek lalu membawa kakek itu ke tempat tidur yang kosong. Rahma mengikuti dari belakang. Suster membantu kakek duduk di atas tempat tidur.
“Bapak tunggu dulu di sini! Nanti dokter jaga akan memeriksa,” kata suster.
Suster menoleh ke Rahma. “Teteh keluarganya?” tanya suster.
“Iya,” jawab Rahma.
“Silahkan ke loket pendaftaran untuk mendaftar!” kata suster.
“Baik, Sus,” jawab Rahma. Kemudian suster meninggalkan tempat itu.
“Kek, saya ke loket pendaftaran dulu,” ujar Rahma.
“Maaf, Kakek sudah merepotkanmu,” kata kakek.
“Tidak apa-apa, Kek,” jawab Rahma.
Rahma mencatat nama dan tempat tanggal lahir kakek. Sedangkan alamat dan nomor telepon Rahma menggunakan alamat dan nomor ponselnya sebahgai penanggung jawab.
Rahma keluar dari ruang IGD menuju ke loket pendaftaran. Untung antrian loket pendaftaran tidak banyak sehingga Rahma bisa cepat mendaftarkan kakek tersebut. Setelah selesai mendaftar Rahma kembali ke ruang IGD.
Ketika Rahma sampai di ruang IGD kakek sedang diperiksa kakinya oleh dokter. Rahma memperhatikan dokter yang sedang memeriksa kaki kakek. Akhirnya dokter selesai memeriksa kakek.
“Bagaimana dengan kaki kakek?” tanya Rahma.
Dokter itu menoleh ke Rahma. “Tidak apa-apa. Hanya keseleo biasa,” jawab dokter.
“Tetapi Kakek sulit berjalan, ia merasa kesakitan,” kata Rahma.
“Mungkin karena kakinya bengkak jadi Kakek merasa kesakitan. Nanti saya kasih obat penghilang rasa sakit. Untuk mengurangi bengkak pada kaki akan saya berikan salep dan obat,” ujar dokter.
Setelah selesai memeriksa kaki kakek, dokter itu pergi. Tidak lama kemudian datang suster, ia memberikan resep obat kepada Rahma.
“Ini resep obat yang harus ditebus di apotik,” kata Suster.
Suster itu juga memberikan kertas lain.
“Ini tagihan IGD, bayar di kasir,” kata suster.
“Baik, sus. Saya titip kakek saya,” jawab Rahma.
“Iya, Teh,” jawab suster.
Rahma mendekati kakek.
“Kakek tunggu di sini. Saya mau bayar di kasir,” kata Rahma.
“Iya,” jawab kakek.
Rahma keluar dari ruang IGD menuju ke kasir. Tidak berapa lama Rahma kembali, ia membawa slip pembayaran. Ia memberikan slip pembayaran ke suster dan kakek diperbolehkan pulang.
Rahma memapah kakek keluar dari ruang IGD lalu menuju ke apotik yang berada di rumah sakit itu. Rahma mendudukkan kakek di kursi.
“Kakek tunggu di sini. Saya mau menebus obat dulu,” kata Rahma.
“Tidak usah, Neng. Nanti saja kakek yang menebus obat,” ujar kakek.
“Tidak apa-apa, Kek. Biar kaki kakek bisa cepat diobati,” kata Rahma.
“Tunggu sebentar, ya.” Rahma meninggalkan kakek, ia menuju ke loket obat dan memberikan resep obat kepada karyawan apotik. Tidak lama kemudian Rahma kembali, ia duduk di sebelah kakek. Menunggu nama kakek dipanggil.
Setelah menunggu beberapa menit akhirnya nama kakek pun dipanggil.
“Bapak Sultan Wijaya.” Kasir apotik memanggil nama kakek. Rahma langsung berdiri dan menghampiri kasir apotik. Ia membayar obat kakek. Setelah itu ia kembali duduk dan menunggu obat.
Kakek menoleh ke Rahma. “Neng. Obatnya mahal, ya?’ tanya kakek.
“Tidak, Kek. Harga obat segitu tidak terlalu mahal. Sekarang yang penting kaki kakek bisa cepat sembuh,” jawab Rahma.
Kakek memperhatikan baju yang digunakan Rahma. Pakaian Rahma mirip seperti seragam yang biasa digunakan oleh ASN.
“Neng mau berangkat bekerja?” tanya kakek.
“Iya, Kek,” jawab Rahma.
“Jadi kesiangan gara-gara harus mengantar Kakek,” kata kakek.
“Tidak apa-apa, Kek. Tadi Rahma sudah ijin ke atasan Rahma. Lagi pula kantor Rahma dekat dari sini,” ujar Rahma.
“Dimana kantor, Neng?” tanya kakek.
“Di dekat tempat Kakek hampir terjatuh,” jawab Rahma.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Mryn
baca ah 😁
2024-02-14
0
Yani
Mampir ah... tertarik sama judulnya
2023-07-15
2
reni rili
wah nama kakek nampaknya mencerminkan keadaan ekonominya
2023-05-09
1