Rendi memandang ke arah Rahma.
“Saya tidak mau menjadi kekasih Pak Rendi. Apalagi sampai menjadi istri Pak Rendi,” jawab Rahma dengan tegas.
“Kamu memiliki kekasih?” tanya Rendi.
“Saya tidak memiliki kekasih,” jawab Rahma.
“Lalu apa alasannya kamu menolak saya?” tanya Rendi penasaran. Rendi melipat kedua tangannya di atas dada sambil terus memandangi Rahma.
“Hati tidak bisa dipaksa. Apalagi saya belum mengenal siapa Pak Rendi,” jawab Rahma.
Rendi memajukan tubuhnya hingga menempel pada meja. Ia menyilangkan ke dua tangannya di atas meja.
“Kalau begitu kamu harus bicara sendiri ke kakek, kamu menolak untuk menjadi kekasih saya,” bisik Rendi.
“Kenapa harus saya yang bicara kepada Kakek? Kenapa bukan Pak Rendi saja yang bicara ke kakek. Kan Pak Rendi yang disuruh oleh kakek bukan saya,” kata Rahma.
“Karena kamu yang menolak saya,” jawab Rendi.
Rendi memundurkan lagi tubuhnya. Ia menyandarkan punggungnya pada kursi.
“Bagaimana? Sanggup bicara sendiri ke kakek?” tanya Rendi.
“Kenapa harus saya yang menjadi kekasih Pak Rendi. Bukankah Pak Rendi sudah memiliki kekasih?” tanya Rahma.
“Kalau saya sudah memiliki kekasih saya tidak akan duduk berdua dengan kamu di sini,” jawab Rendi.
“Jadi Pak Rendi tidak memiliki kekasih?” tanya Rahma.
Rendi menjawab dengan anggukan. Rahma menatap Rendi seakan tidak percaya orang seperti Rendi tidak memiliki kekasih. Padahal orang seperti Rendi akan mudah mendapatkan perempuan yang sempurna.
“Apa jangan-jangan Bapak.” Rahma tidak melanjutkan perkataannya.
“H*mo maksud kamu?” tanya Rendi.
Rahma menjawab dengan mengangguk.
Rendi memajukan tubuhnya lagi hingga menyentuh meja dan melipat kedua tangannya di atas meja.
“Dengar, ya! Saya ini lelaki normal. Malam ini saya akan membawamu menginap di lantai atas untuk membuktikan kalau saya adalah laki-laki normal,” ujar Rendi dengan suara pelan.
Rahma langsung membulatkan matanya, ia langsung mundur ke belakang.
“Jangan kurang aja, ya!” seru Rahma.
Rendi menyeringai melihat reaksi Rahma. Ia kembali ke posisi semula.
“Bagaimana?” tanya Rendi sekali lagi.
“Saya tetap menolak,” jawab Rahma.
“Oke, kamu boleh menolak. Tapi saya akan terus menjalankan permintaan kakek,” ujar Rendi.
“Kenapa Bapak tidak menolak permintaan kakek? Bapak punya hak untuk mencari jodoh pilihan sendiri,” kata Rahma.
“Sebelum saya jawab. Pernah tidak kamu melawan apa yang diperintahkan orang tuamu?” tanya Rendi.
Rahma berpikir sejenak. “Tidak pernah,” jawab Rahma.
“Begitu juga dengan saya. Saya juga tidak pernah melawan apa yang kakek perintahkan. Dari kecil saya dibesarkan oleh kakek dan ibu saya. Ayah saya meninggal ketika saya berusia delapan tahun karena kecelakaan pesawat terbang. Semenjak itu kakek yang menggantikan kedudukan ayah sehingga saya tidak pernah kehilangan figure seorang ayah,” ujar Rendi.
“Kalau begitu kita berteman saja. Kakek tidak akan tau kalau kita hanya sebatas teman,” kata Rahma.
“Oke, deal,” ujar Rendi.
Seorang karyawan restaurant datang membawa pesanan mereka. Karyawan itu menghidangkan makanan di meja.
“Kita makan dulu,” ujar Rendi.
Mereka pun menikmati makan malam mereka.
Setelah selesai makan malam mereka langsung pulang karena sudah pukul setengah sembilan malam. Rendi mengantar Rahma sampai di depan pintu pagar.
“Tunggu dulu sebentar. Saya mau titip sesuatu untuk tante Claudia dan kakek,” ujar Rahma.
Rahma masuk ke dalam tempat kost. Rendi menunggu di depan teras. Tidak lama kemudian Rahma keluar, ia membawa barang-barang yang cukup banyak. Ia memberikan semua barang-barang itu kepada Rendi.
“Apa ini?” tanya Rendi sambil memandangi barang yang diberikan Rahma.
“Itu oleh-oleh dari Lampung dan rantang bekas makanan,” jawab Rahma.
Rendi membawa semua barang-barang yang diberikan Rahma.
“Berat, ya? Saya bantu bawa,” ujar Rahma.
“Tidak usah! Saya bisa bawa sendiri. Kamu masuk ke dalam! sudah larut malam,” kata Rendi.
“Saya pamit pulang. Assalamualaikum,” ucap Rendi. Rendi keluar dari halaman tempat kost.
“Waalaikumsalam,” jawab Rahma. Rendi berjalan meninggalkan tempat kost. Rahma langsung menutup kembali pintu pagar lalu masuk ke dalam rumah.
***
Hari ini adalah hari sabtu Rahma libur bekerja. Ia memutuskan untuk tidak kemana-mana karena ia harus membuat laporan dinas luar ke Lampung. Dari subuh Rahma sudah mencucu pakaian. Cuciannya menumpuk karena ia pergi dinas luar sehingga ia belum sempat mencuci pakaian. Selesai menjemur pakaian, ia pun mandi dan membeli sarapan. Ia makan sarapan sambil mengetik laporan dengan menggunakan laptop. Tiba-tiba teleponnya berdering. Rahma mengambil ponselnya yang tergeletak di atas tempat tidur. Di layar ponselnya tertulis nomor yang tidak ia kenal. Rahma mengerutkan keningnya.
“Nomor siapa ini?” tanya Rahma kepada dirinya sendiri.
Rahma menjawab telepon tersebut, “Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam. Rahma, ini Tante Claudia,” ujar Ibu Claudia.
“Oh, Tante Claudia. Rahma kira siapa, soalnya nomornya tidak Rahma kenal,” kata Rahma.
“Tante mau bilang terima kasih atas oleh-olehnya. Banyak sekali oleh-olehnya,” ujar Ibu Claudia.
“Sama-sama, Tante. Kebetulan Pak Barli mampir ke toko oleh-oleh membeli oleh-oleh untuk anak dan istrinya. Jadi Rahma sekalian membeli oleh-oleh untuk teman-teman di kost dan Tante,” kata Rahma.
“Rahma lagi apa?” tanya Ibu Claudia.
“Lagi ngetik, Tante. Mengerjakan laporan dinas luar kemarin,” jawab Rahma.
“Tante mengganggu, ya?” tanya Ibu Claudia.
“Tidak, Tante,” jawab Rahma. Padahal di dalam hatinya ia berkata, iya tante.
“Ya sudah, selamat bekerja. Assalamualaikum,” ujar Ibu Claudia.
“Waalaikumsalam.” Ibu Claudia mengakhiri pembicaraan.
Rahma menyimpan ponsel di atas tempat tidur. Baru saja ia hendak mulai mengetik, tiba-tiba terdengar notifikasi pesan masuk. Rahma mengambil ponselnya. Ada satu pesan masuk dari Pak Sultan. Rahma membuka pesan tersebut. Pak Sultan mengirim foto beliau yang sedang makan keripik pisang. Rahma tertawa melihat gaya Pak Sultan ketika sedang makan keripik, persis seperti anak kecil yang sedang memamerkan makanannya. Di bawah foto tersebut ada tulisan.
[Terima kasih keripiknya. Kakek suka, rasanya enak. Bisa jadi teman minum kopi.]
Lalu Rahma membalas pesan Pak Sultan.
[Hati-hati makan keripiknya! Banyak yang keras. Nanti gigi Kakek bisa pecah.]
Pak Sultan membalas pesan Rahma.
[Kakek ****-**** dulu keripiknya biar tidak keras lagi.]
Rahma menaruh ponselnya dan melanjutkan pekerjaannya. Belum lama ia mengetik tiba-tiba terdengar suara dering telepon.
“Siapa sih yang mengganggu?” tanya Rahma dengan kesal.
Rahma mengambil ponselnya dari atas tempat tidur. Tertulis di layar ponselnya Pak Rendi calling.
“Ngapain sih nelepon pagi-pagi? Apa dia nggak tau kalau aku banyak kerjaan?” Rahma menggerutu sendiri. Dengan kesal Rahma menjawab paggilan itu.
“Assalamualaikum,” ucap Rahma.
“Waalaikumsalam. Rahma temani saya main golf!” ujar Rendi.
Rahma menghela nafas mendengar perkataan Rendi.
“Pak, saya tidak bisa. Saya sedang membuat laporan,” jawab Rahma.
“Sabtu kemarin saya tidak bisa main golf karena kamu mau datang ke rumah. Sekarang saya tidak bisa main golf karena kamu tidak bisa menemani,” ujar Rendi.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
si sweet
2023-07-25
1
Yani
Dasar Rendi maksa
2023-07-15
1
Iluhwid Ajha
ciiieeeee pak rendi
2023-07-08
1