Waktu saat ini menunjukkan pu kul 11.45 menit. Sudah memasuki waktu istirahat. Para karyawan bank istirahat secara bergantian karena bank tetap melakukan pelayanan saat jam istirahat. Namun, pelayanan agak sedikit terhambat karena ada beberapa counter yang tutup karena ada sebagian customer service atau teller yang bertugas sedang istirahat makan siang.
Di kursi antrian nasabah customer service pun tidak nampak nasabah yang mengantri. Setelah pagi tadi sempat ramai dengan beberapa nasabah, menjelang siang justru sudah tidak ada nasabah yang menunggu di kursi tunggu.
" Rin, mumpung sepi, kamu dulu atau aku dulu yang istirahat?" tanya Fani pada Airin.
" Kamu dulu saja, deh, Fan! Aku masih belum lapar," tolak Airin.
" Ya sudah, aku duluan, ya!?" Fani membereskan mejanya, lalu mengambil dompet dari tasnya. Namun ketika dia hendak bangkit dari kursi, matanya mendapati sosok Rey yang muncul dari arah pintu masuk.
" Wah ... ini sih jatahnya kamu duluan yang makan siang, Rin. Arjunamu sudah menjemput, tuh!" ucap Fani kemudian.
Airin sontak menolehkan wajahnya ke arah Fani, lalu mengikuti arah pandangan Fani, hingga kini dia melihat Rey sedang berjalan ke arah mejanya.
Sontak Airin terbelalak dengan kedatangan mantan suaminya itu ke tempat kerjanya saat ini. Tentu saja kehadiran Rey di tempatnya bekerja sangat tidak diharapkan olehnya. Apalagi sampai saat ini, Airin masih menutupi soal perceraiannya dengan Rey, walaupun di kartu tanda penduduk milikinya status pernikahannya telah berubah menjadi cerai hidup.
" Hai, Mas Rey. Baru kelihatan lagi. Mau jemput Nyonya makan siang, ya?" sapa Fani ramah. Dulu saat masih bersama, Rey kadang datang menjemput Airin sekedar untuk makan siang.
Rey mengerutkan keningnya mendengar ucapan Fani, seolah jika dirinya dan Airin masih bersama dan mengisyaratkan jika Fani belum mencium perceraiannya dengan Airin.
" Hei, Fan. Iya, kemarin memang sibuk terus." Rey justru senang karena teman mantan istrinya itu tidak mengetahui jika saat ini dia dan Airin telah berpisah.
" Kamu duluan saja istirahatnya tidak apa-apa, Fan. Dia hanya sebentar, kok!" Tak ingin memberi angin segar bagi Rey, Airin justru berkata dengan tegas. Bahkan, Airin sampai menyebut kata 'Dia' pada Rey di hadapan Rey. Satu kata yang menurutnya tidak sopan, namun dia sudah terlanjur sakit hati pada pria yang dulu pernah dicintainya itu,
" Yakin, nih?" Fani terlihat heran, dia mulai merasakan ada yang aneh dengan interaksi antara Airin dan Rey. Namun, dia berpikir jika Airin dan Rey sedang bertengkar hingga interaksi mereka terlihat dingin dan kaku.
" Iya, kamu duluan saja," ucap Airin memastikan.
" Ya sudah." Fani akhirnya bangkit dan keluar dari meja kerjanya. " Mas Rey, aku tinggal dulu," pamit Fani.
" Oke, Fan." sahut Rey.
Setelah berpamitan, Fani pun melangkah meninggalkan Airin dan Rey berdua. Walaupun jiwa kepo nya seketika muncul, namun dia harus menahan. Setidaknya setelah istirahat nanti dia akan bertanya pada Airin untuk mencari tahu.
" Ada apa kemari?" tanya Airin dengan nada ketus.
Rey menarik kursi di hadapan Airin lalu mendudukinnya tanpa meminta persetujuan dari Airin.
" Aku ingin minta ijin, aku berniat mengajak Luna ke Bali Minggu depan, bertemu dengan Kakek dan Neneknya." Rey menyebut alasan menemui Airin.
Airin terbelalak dengan rencana yang diucapkan oleh Rey. Orang tua Rey memang tinggal di Bali walaupun bukan asli orang Bali. Dan Airin menduga jika kedua orang tua Rey juga belum tahu tentang perceraian mereka. Seperti dirinya yang menyembunyikan perceraiannya dari rekan di kantornya, Rey pun melakukan hal yang sama terhadap orang tuanya. Karena jika orang tua Rey tahu, mantan Mama mertua Airin pasti akan menghubungi Airin. Apalagi jika tahu penyebab mereka berpisah karena kasus perselingkuhan, pasti orang tua Rey akan membela dirinya ketimbang membela Rey.
Airin menatap tajam ke arah Rey. Permintaan Rey sudah pasti tidak akan dia terima. Bukannya dia berniat menjauhkan Luna dari kakek neneknya. Dia hanya tidak suka jika Rey akan memanfaatkan Luna untuk melemahkannya.
" Minggu depan aku cuti, jadi aku ingin membawa Luna ke rumah orang tuaku," jelas Rey.
" Kenapa bukan wanita selingkuhan Mas saja yang Mas ajak ke rumah orang tua Mas!? Sekalian dikenalin sebagai calon menantu!" ketus Airin dengan dada meletup-letup, namun dia menahan suaranya agar tidak terdengar banyak orang.
" Airin, aku sudah minta maaf, aku sudah menyesal," ujar Rey menanggapi sindiran Airin.
" Pelankan suaranya! Aku tidak ingin orang memperhatikan kita!" Airin memperingatkan agar mantan suaminya itu tidak bicara dengan volume tinggi.
" Dan aku tidak mengijinkan Mas membawa Luna ke Bali!" tegasnya kemudian.
" Aku juga berhak atas Luna, Airin! Dia juga darah dagingku, kamu tidak bisa melarang aku bertemu dengan anakku termasuk membawa Luna pergi bersamaku menemui kakek dan neneknya! Lagipula hanya beberapa hari saja di Bali, kok!" Rey memprotes keputusan Airin yang dia anggap mau menang sendiri, sementara sebagai Papa kandung Luna, dia pun merasa berhak menikmati waktu bersama dengan putrinya.
" Tidak usah bermain playing victim! Merasa terdzolimi karena tidak aku kasih kesempatan membawa Luna pergi! Berhentilah berpura-pura perduli terhadap Luna! Karena saat Mas memutuskan selingkuh, Mas sama saja menyakiti hati Luna! Bukan hanya aku yang sudah Mas khianati, tapi juga Mas sudah mengkhianati Luna! Apa Mas tidak berpikir bagaimana jika suatu saat Luna tahu jika Papanya sudah menyakiti hati Mamanya? Bagaimana perasaan Luna saat mengetahui Papanya sudah mengkhianati Mamanya sejak awal pernikahan!?" Airin menahan untuk tidak mengeluarkan air mata saat mengungkit soal pengkhianatan mantan suaminya itu, padahal hawa panas sudah mulai menyerang daerah sekitar matanya.
" Sebaiknya Mas pergi, aku sedang bekerja dan harus melayani nasabah!" Airin mengusir Rey, karena dia melihat ada nasabah yang datang dan duduk di kursi antrean customer service. Airin lalu menekan tombol mesin pemanggil untuk memanggil antrian.
" Nomer antrean B tiga puluh delapan, silahkan ke costumer service satu." Mesin operator itu memanggil nasabah yang datang untuk maju ke meja Airin.
" Mari silahkan, Bu." Airin bangkit menyambut nasabah yang nampak ragu mendekat karena Rey masih bergeming.
" Maaf, Pak. Saya harus menerima nasabah." Bicara dengan nada formal, Airin mengusir secara halus Rey dari kursi di depan meja yang diperuntukkan bagi nasabah yang akan dilayaninya. Membuat Rey mau tidak mau terpaksa pergi meninggalkan Airin.
Seandainya saat ini tidak ada nasabah yang akan dilayaninya, rasanya ingin Airin berlari ke toilet untuk sekedar meneteskan air matanya. Karena walaupun dia berusaha untuk tegar, tidak dapat dipungkiri jika rasa sakit hati itu masih menganga, dan dia masih belum bisa melupakan begitu saja pengkhianatan yang sudah dilakukan Rey terhadapnya.
***
Tok tok tok
" Permisi, Pak. Saya hanya ingin mengingatkan, apa Bapak jadi pergi ke Central Bank bertemu dengan Pak Andika?" Dewi mengingatkan jadwal kerja Gagah yang akan berkunjung ke bank untuk tanda tangan perpanjang hutang modal usaha yang sudah jatuh tempo.
" Hari ini?" tanya Gagah memastikan.
" Benar, Pak. Rencananya hari ini." Dewi membenarkan.
" Ya sudah, kita berangkat sepuluh menit lagi. Kamu ikut, Wi." sahut Gagah.
" Baik, Pak. Saya siapkan dulu dokumen yang harus saya bawa." Dewi pamit meninggalkan ruangan bosnya.
*
*
*
Bersambung
Happy reading ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
gia nasgia
Nggak sengaja bertemu kali ya😂
2024-12-11
0
Chu Shoyanie
janda ketemu bujang is begin....😘😘😘
2023-12-31
0
ciru
cakeep.
2023-10-31
0