Seperti kebanyakan wanita dan Ibu rumah tangga pada umumnya, setiap akhir bulan atau sebagian dilakukan ibu-ibu pada awal bulan, setelah menerima gaji atau jatah bulanan dari suami, mereka akan pergi ke supermarket untuk membeli kebutuhan bulanan. Begitu juga dengan Airin, siang ini, Airin beserta Luna ditemani oleh Tante Mira, mereka pergi berbelanja untuk kebutuhan dirinya, Luna dan juga keluarga Om Fajar.
Tante Mira mendorong troli berisi beberapa kebutuhan sehari-hari dan Luna yang duduk di dekat handle troli. Sementara Airin mencari-cari barang yang ingin dibeli.
" Tante, sini biar aku saja yang bawa, pasti berat ada Luna duduk di situ." Airin meminta troli yang dipegang oleh Tante Mira setelah memasukkan dua pak su su formula pertumbuhan untuk Luna.
" Tidak apa-apa, Rin. Cuma didorong seperti ini tidak berat, kok." tepis Tante Mira.
" Luna turun saja, jalan sama Mama, yuk! Kasihan Nenek, berat bawaannya." Airin .rnenunjuk ke dalam troli agar Luna melihat barang belanjaan yang dibawa oleh Tante Mira sangat banyak.
" Sudah, biarkan saja, Rin! Tante tidak berat juga, kok!" bantah Tante Mira tidak mempermasalahkan Luna yang duduk di troli.
" Ya sudah, Tante di sini saja menunggu, biar aku yang ambil barang yang mau dibeli. Aku mau ambil sabun dan perlengkapan mandi, Tante." Airin lalu kembali mencari barang yang dia butuhkan, sementara Tante Mira mengikuti perlahan dari belakang.
" Mira? Kamu Mira, kan?" Tiba-tiba seseorang menyapa Tante Mira ketika Tante Mira mendorong troli mengikuti Airin.
" Lho, ini Mbak Widya?" Tante Mira pun sepertinya mengenali orang yang menyapanya tadi.
" Iya, apa kabar kamu, Mir?" Widya dan Mira saling berpelukan, seperti orang yang sudah lama tidak bertemu.
" Alhamdulillah baik, Mbak. Mbak Widya sendiri bagaimana? Masih tetap cantik dan terawat gini badannya." Tante Mira memperhatikan penampilan Widya yang masih terlihat awet muda dengan bentuk tubuh yang masih langsing, tidak seperti dirinya yang bertambah sepuluh kilo gram dari berat sebelum menikah.
" Seperti yang kamu lihat sendiri, Mir. Masih dikasih sehat," jawab Widya.
" Sudah lama kita tidak ketemu, ya, Mbak?" tanya Tante Mira.
" Ada kali ya lebih dari lima belas tahun?" Widya menebak-nebak.
" Sepertinya iya, terakhir kita ketemu waktu kondangan di Jogya, kan?" Widya dan Tante Mira adalah sahabat saat mereka bergabung di sanggar tari tradisional di Jogya dulu. Widya adalah guru tari dari Mira kala itu.
" Ah, iya, benar. Waktu kondangan ke acara nikahan anaknya Bude Retno yang punya sanggar tari dulu," sahut Widya. Dia lalu menoleh ke arah Luna yang duduk di troli, mengingatkan dia akan cucunya sendiri, Clarissa.
" Ini cucu kamu, Mir?" tanya Widya kemudian.
" Cucu keponakan, Mbak. Cucunya kakak iparku." Tante Mira menjelaskan siapa Luna seraya mengusap kepala Luna. " Luna, ayo salim dulu sama teman Nenek." Tante Mira lalu menyuruh Luna menyalami Widya.
" Anak pintar ..." Widya pun ikut mengusap kepala Luna setelah Luna mencium punggung tangannya. " Oh ya, kamu sendiri sudah punya cucu berapa sekarang, Mir?" tanya Widya lagi.
" Cucuku baru dua. Baru dari anak yang sulung saja, yang bungsu masih sekolah, Mbak" jawab Tante Mira. " Kalau Mbak Widya sendiri punya cucu berapa?" Kali ini Tante Mira yang bertanya.
" Cucuku lima, Mir. Dari anak pertama ada dua, dari anak kedua ada tiga," jawab Widya.
" Tante, sabun yang warna birunya habis, kalau warna pink ini gimana?" Airin kembali datang membawa botol body foam di tangannya.
" Ya sudah. Itu juga tidak apa-apa," sahut Tante Mira. " Oh ya, Rin. Kenalin ini teman Tante waktu masih remaja. Tante Widya namanya." Tante Mira memperkenalkan Widya pada Airin.
" Saya Airin, Tante." Airin mengulurkan tangan pada Widya yang disambut dengan jabat tangan Widya.
" Ini anak kamu, Mir?" Agak ragu Widya bertanya karena tadi dia sempat mendengar Airin menyebut kata Tante.
" Airin ini keponakan aku, Mbak. Mamanya Luna ini," jelas Tante Mira.
" Oh, keponakan kamu." Widya menperhatikan Airin. Wanita di hadapannya itu mempunyai paras yang cantik, rambut panjang, kulit putih bersih dan juga tubuh yang proposional. Dia saja yang wanita terpikat melihat fisik Airin yang terlihat hampir sempurna, apalagi pria yang melihat.
" Seandainya Gagah mendapatkan istri, wanita seperti ini," hayal Widya tiba-tiba.
" Saya permisi dulu, Tante." Airin kembali berpamitan karena dia akan mengambil barang belanjaan yang belum masuk ke dalam troli.
" Sayang keponakan kamu itu sudah menikah, kalau belum, ingin aku jodohkan dengan anak bungsuku si Gagah. Pusing aku mikirin anakku itu, Mir. Sudah masuk usia tiga puluh tahun, tidak juga cepat menikah, padahal kakak-kakaknya sudah punya anak." Widya mengeluhkan sikap anaknya.
" Keponakan aku baru saja pisah sama suaminya, Mbak," jelas Tante Mira. Namun, dia tidak bermaksud menjodohkan Airin dengan anak dari Widya, karena dia tahu, Airin masih trauma berumah tangga kembali.
" Pisah? Cerai?" tanya Widya.
" Iya," balas Tante Mira.
" Cerai kenapa?" Widya penasaran.
" Biasalah, Mbak. Adanya wanita lain dalam rumah tangga," cerita Tante Mira.
" Ya ampun, istrinya cantik kayak gitu, masih cari wanita lain? Memangnya seganteng apa mantan suaminya itu? Sampai berani meninggalkan keponakan kamu yang cantik itu, Mir?" Widyai penasaran dengan tampang mantan suami Airin.
" Perselingkuhan itu suatu penyakit dan bisa terjadi pada siapa saja, Mbak. Mau dia tampan atau tidak, mau dia kaya ataupun miskin, kalau sudah terkena virus selingkuh, seperti sudah tidak ada obatnya," sahut Tante Mira.
" Ah, benar juga, Mir. Kadang yang tampangnya pas-pasan sama belum mapan saja berani melakukan hal itu. Tidak mikir istri dan anak di rumah. Naudzubillahi min dzalik." Widya mengedikkan bahunya.
" Oh ya, nomer telepon kamu berapa, Mir? Biar kita bisa berkomunikasi lagi lain waktu." Widya mengambil ponselnya, siap menyimpan nomer telepon Tante Mira.
* 081x xxxx xxxx." Tante Mira menyebut nomor teleponnya.
" Oke, aku miscal, ya!" Widya lalu menghubungi nomer telepon Mira untuk meninggalkan nomer telepon miliknya di ponsel Tante Mira.
***
Widya membuka pintu kamarnya, membawakan sang suami secangkir teh herbal dan kue jahe yang siang tadi dia beli di supermarket.
Widya melihat Prasetyo duduk di sofa dengan koran di tangannya. Dia lalu berjalan menghampiri sang suami lalu duduk di samping Prasetyo sambil menyajikan makanan dan minuman itu di atas meja.
" Ini ada kue jahe, Pa. Tadi Mana lihat ada dijual di supermarket." Widya menunjukkan makanan kesukaan suaminya itu.
Prasetyo menutup dan melipat korannya. Dia lalu mengambil satu kue kering itu yang langsung meleleh jika sudah berada di dalam mulut, dan cocok dikonsumsi oleh orang tua yang kadang sudah kesulitan untuk mengunyah.
" Wah, sudah lama tidak makan kue ini, Ma." ucap Prasetyo, menikmati makanan kesukaannya.
" Iya, makanya waktu Mama lihat langsung Mama beli," sahut Widya. " Oh ya, Pa. Tadi di supermarket Mama bertemu dengan teman Mama waktu di sanggar seni tari. Dia punya keponakan wanita cantik, lho, Pa. Tapi memang sudah janda, katanya suaminya selingkuh. Mama mau kenalkan keponakan teman Mama itu pada Gagah, Pa. Papa setuju tidak?" Entah kenapa Widya terlalu memaksa mencarikan jodoh untuk putranya itu.
Guratan di kening Prasetyo langsung nampak saat mendengar istrinya itu berniat menjodohkan anaknya dengan seorang wanita yang pernah berumah tangga.
" Apa Papa tidak salah dengar?" tanya Prasetyo tak percaya pada pendengarannya.
" Salah dengar apanya, Pa?" tanya Widya.
" Mama ingin mencarikan calon istri untuk Gagah, wanita yang sudah pernah menikah?" Prasetyo bertanya kepada sang istri untuk meyakinkan jika pendengarannya tidak salah.
" Mama tahu sendiri bagaimana sikap anak bungsu Mama itu!? Apa dia mau dijodohkan dengan wanita yang sudah pernah menikah? Lagipula, Mama juga baru pertama kali ketemu wanita itu, kan? Mama belum tahu juga sifatnya seperti apa? Bisa-bisanya Mama sampai berniat menjodohkan Gagah dengan keponakan teman Mama itu. Jangan sampai kasus seperti Adinda kemarin terjadi lagi, Ma! Kita belum kenal dan tidak tahu watak aslinya, tapi sudah memutuskan melangkah ke jenjang hubungan yang lebih setius." Prasetyo menganggap istrinya terlalu gegabah mengambil keputusan. Apalagi mengingat sifat Gagah yang ingin segala sesuatunya mendekati sempurna.
*
*
*
Bersambung ...
Happy Reading
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
gia nasgia
janda semakin di depan ☺
2024-12-11
0
ciru
cakeep. Janda lebih menggoda
2023-10-31
2
Aidah Djafar
bener sih yg di biosngvsuami widya 🤔 tapi tenang aja Airin kan janda berkelas janda beretika baik lho🤔
2023-10-10
3