Gagah berjalan ke luar dari kamar mandi dengan tangan mengusap rambutnya yang basah dengan handuk kecil. Setelah Airin dan Tante Mira berpamitan pulang, Gagah langsung menuju kamarnya untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Meskipun dirinya sudah sempat mandi saat di kantornya sore tadi.
Gagah seorang perfeksionis termasuk dalam menjaga kebersihan tempat pribadinya. Jika perlu, keringat pun tidak dia biarkan menempel di tempat tidurnya.
Tok tok tok
Gagah menoleh ke arah pintu kamar saat mendengar ketukan pintu dari luar.
" Gah, Mama boleh masuk?" Tak lama suara Widya yang terdengar.
" Sebentar, Ma." Gagah segera memakai training dan kaos tanpa lengan yang sudah dia siapkan di tepi tempat tidur sebelum dia pergi mandi tadi.
Setelah memakai pakaian, Gagah lalu membukakan pintu untuk Mamanya.
" Ada apa, Ma?" tanya Gagah saat melihat Mamanya sudah berdiri di depan pintu.
" Gagah, menurut kamu gimana Airin itu? Cantik, kan?" Widya seolah tidak ingat waktu. Dia penasaran ingin tahu pendapat Gagah soal Airin.
" Apanya yang bagaimana, Ma? Menurutku standar saja." Gagah seakan enggan mengakui ketertarikannya pada Airin.
" Standar gimana? Mata sama tangan kamu saja tidak dapat dikondisikan begitu, kok!" Widya mengingatkan Gagah akan sikap putranya tadi pada Airin. Bahkan Tegar saja sampai menyindir adiknya itu.
" Dia itu sudah pernah menikah, Ma." Gagah berjalan ke arah kamar mandi untuk menjemur handuk yang tadi dia pakai. Dia tidak pernah sembarangan menyampirkan handuk, setelah memakainya dia akan menempatkannya kembali ke tempat semula.
" Apa salahnya dia pernah menikah? Dia bercerai pun bukan karena kesalahan dia, tapi karena suaminya yang kurang ajar itu. Bahkan suaminya itu sudah berselingkuh sejak awal pernikahan mereka. Artinya bukan karena Airin tidak becus mengurus suami, tapi karena suaminya itu tidak tahu diri!" Widya terus berusaha mempengaruhi Gagah agar dapat lebih dekat dengan Airin atau mau kembali bertemu dengan Airin.
Gagah menatap sang Mama dengan memicingkan matanya. Dia sungguh heran, kebanyakan para orang tua, terutama seorang ibu, biasanya menginginkan menantu wanita yang masih perawan untuk anak bujangnya, bukan seorang janda apalagi sudah mempunyai seorang anak. Tapi, Mamanya justru seolah memaksanya untuk menerima Airin.
" Kenapa kamu melihat Mama seperti itu?" Merasa anaknya terus saja memperhatikannya, Widya bertanya apakah ada yang salah pada dirinya.
" Tidak apa-apa," sanggah Gagah tak menjawab apa yang membuatnya memperhatikan Mamanya tadi. " Aku ingin istirahat, Ma. Sebaiknya tidak membahas hal itu lagi." Gagah berjalan ke arah pintu, berharap Mamanya itu keluar dari kamarnya agar tidak terus membahas soal Airin.
" Kamu ini ..." Widya menghempas nafas kesal. Lagi dan lagi, selalu gagal jika berdiskusi dengan anaknya itu soal calon pendamping untuk Gagah, padahal dirinya melihat sendiri ketertarikan Gagah pada Airin.
Gagah lalu berjalan ke arah tempat tidurnya. Tangannya menyingkap selimut lalu membaringkan tubuhnya dengan menaruh kedua telapak tangannya di bawah kepala. Dia menatap langit-langit rumahnya lalu mencoba memejamkan matanya mencoba mengistirahatkan tubuhnya.
Namun, tiba-tiba saja bayangan wajah Airin yang sedang mengembangkan senyuman seketika muncul saat dia menutup kelopak matanya.
Gagah mengerjapkan matanya seraya menggelengkan kepala mencoba menghilangkan bayangan Airin yang melintas begitu saja di pelupuk matanya.
" Si al! Kenapa tiba-tiba bayangan wanita itu muncul?" Gagah kembali bangkit dari tidurnya seraya mengusap kasar wajahnya.
" Kenapa bayangan wanita itu tiba-tiba muncul? Tidak pernah terjadi sebelumnya, ada wanita yang masuk dalam pikiranku seperti ini, apalagi belum benar-benar kenal." Gagah merasa heran dengan bayangan Airin yang tanpa diduga muncul saat dia memejamkan matanya.
" Ah, tidak-tidak! Ini pasti karena Mama terus-terusan mendesak aku menerima dia." Gagah menampik apa yang dia rasakan. Dan menganggap semua itu karena paksaan Mamanya yang menginginkannya dekat dengan Airin.
***
Hampir satu bulan sekali, Airin berkumpul bersama keluarga Liliana dan keluarga Ambar. Tentu saja, mereka membawa suami dan anak-anak mereka. Ketika masih bersama Rey, Rey pun sering ikut menemani Airin dan Luna. Tujuannya tentu saja untuk menjaga silaturahmi ketiga sahabat itu.
Saat ini, Luna dan anak-anak Liliana dan Ambar sedang berada di Kidz Zone didampingi suami Liliana dan Ambar yang mengawasi anak-anak. Sementara Airin, Liliana dan Ambar menunggu di food court.
" Dari sekarang kamu harus belajar membuka hati kalau ada pria yang mau serius sama kamu, Rin." Saran Liliana.
" Aku belum memikirkan ke arah sana. Aku mau fokus membesarkan Luna saja dulu, Li." Airin beralasan.
" Kamu jangan hanya memikirkan diri sendiri, Rin! Tuh, kamu tidak lihat Luna? Kasihan lihat dia tidak ada Papanya, sementara melihat Vio, Fatih dan Al didampingi Papa-Papa mereka." Ambar ikut menimpali.
" Ambar benar, Rin. Kamu juga harus memikirkan Luna, dong! Dia masih kecil, apalagi anak perempuan. Dia butuh figur seorang Papa ke depannya. Jangan sampai rasa trauma kamu terhadap pria, membuat kamu kamu mengorbankan kebahagiaan Luna untuk mendapatkan kasih sayang seorang Papa." Liliana mencoba meluruskan jalan pikiran Airin yang masih tertutup karena rasa sakit hati dan trauma akan disakiti lagi dalam pernikahan.
" Kamu harus berpikiran positif, Rin. Tidak semua pria itu breng sek seperti Rey." nasehat Liliana kembali.
" Lili benar, Rin. Memang tidak harus secepat ini, tapi bukan berarti kamu menutup hati rapat-rapat pada pria yang berusaha mendekati kamu." Ambar menambahkan.
" Oh ya, Rin. Mas Eko bilang, ada teman kantornya yang berstatus duda karena istrinya meninggal satu tahun lalu. Usianya tiga puluh lima tahun, belum punya anak. Tadinya Mas Eko mau kenalkan dia ke kamu. Gimana? Mau tidak aku kenalkan dia?" Suami Liliana bahkan berniat mengenalkan Airin pada teman kantornya.
" Hmmm, nanti saja, Li. Jangan sekarang," tolak Airin. Dikenalkan dengan Gagah saja dirinya sudah pusing takut Gagah tertarik padanya, ditambah lagi ingin dikenalkan dengan teman suaminya Liliana.
Ddrrtt ddrrtt
Suara ponsel Ambar tiba-tiba berbunyi saat mereka asyik berbincang.
" Halo, kenapa Pa?" Tatapan mata Ambar mengarah ke arah Kidz Zone. " Oh, iya, iya, Pa." Ambar mengakhir sambungan teleponnya dengan suaminya.
" Rin, Luna nangis katanya." Ambar menyampaikan apa yang dikatakan suaminya lewat telepon.
" Luna nangis?" Airin seketika bangkit lalu berlari ke arah Kidz Zone.
" Mbak, saya mau ambil anak saya. Dia nangis di dalam." Airin meminta ijin kepada penjaga area permainan anak agar diijinkan masuk ke dalam mengambil Luna.
" Oh, silahkan, Bu." Penjaga permainan itu mempersilahkan Airin masuk.
" Luna, kenapa nangis, Sayang?" tanya Airin pada Luna yang sedang dalam gendongan Sonny, suami Ambar. Dia pun lalu mengambil Luna dari tangan Sonny.
" Luna berebut mainan sama anak lain, Rin." Sonny menjelaskan.
" Makasih, Mas." Airin perlu mengucapkan rasa terima kasih pada Sonny yang sudah menjaga Luna bersama Eko.
" Mama, olang itu nakalin Luna ..." Luna lalu menunjuk pada seorang bocah sebaya Luna yang sedang menatapnya.
Airin mengerutkan keningnya saat melihat bocah itu tak lain adalah Clarissa.
" Ateu Ailin ..." sapa Clarissa saat melihat Airin.
" Ica?" Airin mendekati Clarissa. Namun pandangannya mengedar mencari Ayuning di area itu. " Ica sama siapa ke sini?" tanya Airin pada Clarissa.
" Cama Om Gagah, Ateu ..." Clarissa lalu menunjuk ke arah seorang pria yang terlihat serius menelepon berjarak sekitar lima belas meter dari tempat mereka saat ini. Seketika itu juga mata Airin terbelalak mendapati sosok Gagah di tempat yang sama dengannya saat ini.
*
*
*
Bersambung ...
Maaf, kalo update nya telat, soalnya lagi menyelesaikan novel on going lainnya bulan ini. Insya Allah awal Juni update rutin dan lebih panjang isi bab nya, makasih 🙏
Happy reading❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
gia nasgia
jangan menutup hati mama Airin 🥺cieee Gagah pasti senang ketemu aute cantik 😊
2024-12-11
0
ciru
cakeep
2023-10-31
0
Aidah Djafar
ketemu lagi Airin vs gagah
2023-10-10
0