Rey berkali-kali mengetuk pintu kamarnya bersama Airin. Sejak datang ke rumah, dia tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan kepada Airin, karena Airin tidak juga membukakan pintu kamar mereka. Sementara suara tangis Luna di dalam kamar terdengar dari luar kamar mereka.
" Airin, tolong buka pintunya, Sayang. Biar aku jelaskan." Rey berusaha membujuk walau terasa sulit untuk meyakinkan Airin jika dia tidak berselingkuh, karena pada kenyataannya dirinya menduakan cinta dan tubuhnya untuk wanita lain. Rey hanya berharap Airin dapat memaafkannya dan tidak melayangkan gugatan perceraian kepadanya.
" Rin, buka pintunya, Sayang. Aku tahu aku salah, tolong maafkan aku." Dari luar kamar, Rey terus memohon agar Airin mau menerima permintaan maafnya. Hingga beberapa menit berselang, pintu kamar pun dibuka oleh Airin.
Dengan lengan kiri menggendong Luna yang terus menangis, sementara tangan kanan menarik koper dan tangan kiri kerepotan menjinjing tas besar karena lengan kiri harus menggendong anaknya, Airin berniat pergi ke rumah Om Fajar, adik dari Mamanya.
" Sayang, kamu mau ke mana?" Rey terkesiap melihat Airin dengan koper dan tas besar di tangannya. Dia ingin mengambil Luna yang menangis dalam gendongan Airin. Namun, Airin menahannya.
" Lepaskan, Mas! Aku akan pergi dari sini bersama Luna!" Kemarahan terlihat di wajah Airin. Sementara mata wanita itu terlihat lembab karena banyak menangis.
" Sayang, tolong jangan seperti ini. Tolong maafkan aku, aku akan perbaiki kesalahan aku ini. Kita buka lembaran baru lagi, tapi tolong jangan tinggalkan aku!" Rey membujuk Airin agar tidak pergi.
" Aku tidak akan mengubah keputusanku, Mas! Aku ingin kita berpisah!" Tegas Airin dengan nada bergetar.
Rey menjatuhkan lututnya ke lantai hingga kini dia berlutut dan memeluk kaki Airin, menghalangi langkah Airin yang akan melangkah pergi dari rumah itu.
" Sayang, jangan seperti ini. Jangan tinggalkan aku! Jangan ambil keputusan terlalu terburu-buru. Kita harus bicarakan ini dengan kepala dingin. Kasihan Luna jika kita sampai berpisah." Rey menggunakan alasan putrinya agar Airin mengurungkan niatnya yang ingin berpisah.
Tatapan mata tajam langsung diarahkan pada sosok suaminya yang masih berlutut di kakinya.
" Kasihan Luna? Apa Mas memikirkan Luna saat Mas selingkuh dengan wanita itu!? Apa Mas memikirkan Luna ketika Mas asyik bercinta dengan wanita ja lang itu!?" Geram hati Airin karena Rey seolah menyalahkan dirinya jika sampai dirinya mengambil keputusan berpisah.
" Apa Mas merasa kasihan terhadap Luna saat Mas bersenang-senang di karaoke dengan wanita lain sepeti yang aku lihat tadi, hahh!?" Hardik Airin dengan terisak kencang karena dia sangat emosi pada suaminya.
" Mama .. huhuhu ..." Luna pun ikut terisak memeluk erat tubuh Airin, karena anak kecil itu merasa ketakutan mendengar suara kencang Airin yang membentak Rey.
" Aku akan secepatnya mengurus perceraian kita!" Tegas Airin berjalan menuju anak tangga.
" Airin, tolong maafkan aku! Aku berjanji aku akan memperbaiki diriku, memperbaiki kesalahan yang telah aku buat. Tolong jangan ajukan perceraian, Rin. Itu bukan jalan terbaik untuk memecahkan masalah ini." Rey tetap berusaha menahan Airin yang akan pergi.
" Lepaskan aku, Mas! Kalau tidak, aku akan suruh Om Fajar menjemput aku dan Luna dari sini!" Ancam Airin. " Bi, Bibi!" Airin berteriak memanggil ART
" I-iya, Bu." ART di rumah mereka yang sejak tadi mendengar pertengkaran majikannya dari bawah bergegas menghampiri Airin.
" Tolong bawakan koper sama tas ini ke teras!" Airin menyuruh ART nya membawa tas koper dan tas besar di tangannya. Meskipun Rey berkali-kali menahan, namun keputusan Airin untuk meninggalkan rumah itu dan meminta bercerai dari Rey sudah cukup bulat.
Flashback off
***
Airin menciumi pipi gembil putrinya yang berusia tiga tahun. Saat ini, mungkin Luna lah penyemangat hidupnya setelah hatinya dibuat hancur lebur oleh Papa dari Luna. Namun, Airin tidak menyesali soal keputusannya yang dia ambil untuk berpisah dengan Rey, Dia tidak sudi dimadu. Baginya lebih baik berpisah daripada terus merasakan sakit hati atas pengkhianatan yang dilakukan oleh sang suami.
" Mama pergi kerja dulu, ya, Nak!? Luna di sini sama Nenek dulu. Nanti Mama pulang, Mama akan belikan Luna mainan." Airin mengusap kepala buah hatinya itu dengan perasaan miris. Mestinya di usia Luna saat ini, bocah cilik itu mendapatkan perhatian ekstra dari kedua orang tuanya. Namun, kini justru orang tuanya harus berpisah.
" Hole, Mama beliin Luna belbi, ya, Ma!?" Luna bersorak dengan meloncat-loncat meminta dibelikan boneka Barbie oleh Mamanya.
" Boneka Barbie? Ya sudah, nanti Mama belikan. Tapi, kalau Mama kerja, terus Luna sama Nenek Mira, Luna harus menurut sama Nenek. Jangan nakal, kalau ingin Mama belikan bonekanya. Luna mau menurut tidak?" Airin memberikan syarat kepada anaknya jika Luna ingin mendapatkan hadiah yang diinginkannya.
" Iya, Mama." Luna menganggukkan kepalanya.
" Anak pintar ..." Airin terkekeh seraya mengacak rambut lembut putrinya itu yang panjang sebahu.
" Mama cama Luna ndak pulang-pulang ke lumah Papa? Luna kangen cama Papa, Ma." ucap Luna yang masih belum jelas artikulasinya mengatakan jika dirinya sangat merindukan Papanya.
Airin merasa sedih harus membuat Luna berpisah dari Papanya, namun ini adalah hal terbaik untuk mereka semua.
" Luna, kok, masih mengganggu Mama, sih?Mama Airin 'kan mau kerja. Luna sama Nenek saja di sini."
Untung saja Tante Mira datang di saat yang tepat. Tante Mira bahkan langsung menggendong tubuh Luna lalu menaruh di lengannya.
" Mama Airin mau kerja buat beli es krim untuk Luna. Luna suka es kirim, kan?" Tante Mira mencu bit gemas pipi Luna meskipun tanpa tenaga.
" Luna ndak mau es klim, Nek. Luna mau beli belbi. Kata Mama kalau Luna ndak nakal, Mama mau kasih Luna belbi, Nek " Luna menolak ditawarkan es krim karena dia sudah dijanjikan mainan kesukaannya.
" Wah, Mama mau belikan Barbie, ya?" Tante Mira mengusap pucuk kepala Luna.
" Iya, Nek. Tapi Luna ndak boleh nakal." Luna sepertinya paham akan syarat yang diberikan oleh Mamanya.
" Iya, dong! Anak pintar tidak boleh nakal. Luna 'kan anak pintar." Tante Mira menyahuti.
" Nek, kok Papa ndak jemput Luna, Nek? Kok Luna tidul di lumah Nenek telus?" Sejak keluar dari rumah Rey, Rey hanya diberikan kesempatan bertemu dengan Luna hanya dua kali, itu pun tidak lama.
" Papa tidak menjemput Luna karena Papa sedang pergi kerja di luar kota yang jauh, Nak." Airin harus berbohong soal Rey. Tidak menungkin memberitahu kenapa Rey tidak juga datang menemui Luna.
" Pelgi jauh naik kapal telbang, ya, Nek?" Tanya Luna kembali.
" Iya naik kapal terbang, lalu kapalnya jatuh ke laut, meledak dan terbakar." Tiba-tiba dari arah pintu kamar terdengar suara Feby, anak bungsu Tante Mira yang ingin ikut berangkat ke sekolah bersama Airin menimpali ucapan Luna.
" Hush, kamu ini, Feby! Jangan bicara seperti itu pada anak kecil!" Tante Mira menegur putrinya.
" Habis aku kesal sama Kak Rey, Ma!" Feby beralasan kenapa dirinya sampai bicara seperti itu.
" Kalau kapal telbang Papa telbakal, Papa Luna kena apinya Ndak, Ma?" Luna bertanya dengan nada kecemasan, karena bocah cilik itu mengerti arti kata terbakar.
*
*
*
Bersambung ...
Happy Reading ❤️
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
gia nasgia
Airin sdh benar mengambil keputusan
2024-12-10
0
Elisanoor
Kalo blm bercinta masih bisa di pertahankan, tp klo udah berbagi peluh itu udah fatal bgt .
2023-11-26
2
👸 Naf 👸
🤍🩶🤍🩶🤍
2023-10-22
1