Velingga tidak lagi memandang Khaisan. Cut Ha buru-buru menarik tangannya masuk ke dalam swalayan untuk berbelanja. Dua wanita dan dua anak-anak itu telah kalap dengan segala isi swalayan. Kini mereka tengah antri menuju pembayaran di kasir.
Khaisan mengikuti baris antrian dengan jarak tidak jauh di samping. Niat untuk mengenakan face mask di wajah yang sempat lepas, urung dipakai kembali. Dengan hanya berkacamata, Velingga sudah tidak mengenalinya sama sekali.
"Mama, aku gendooong.." Anak kecil perempuan yang dituntun Velingga tiba-tiba merajuk ingin digendong sang mama.
"Maaa, aku juga mau gendoong,," ucap anak lelaki yang tiba-tiba juga ikut minta digendong.
Velingga memiliki dua anak kembar, laki-laki dan perempuan sekaligus. Sungguh beruntung sekali wanita cantik itu. Meskipun saat melahirkan terpaksa menempuh jalan sesar.
"Aduuh, kan kita belum selesai benar belanjanya. Tante Cut ingin beli sepatu. Nanti dia kecewa, nggak mau lagi nemenin belanja lho.. Lagian mama mana bisa gendong dua, papa nggak ikut naaak,," bujuk sang mama pada anak di kanan dan di kirinya.
"Papa harusnya ikuut,," protes anak perempuan Velingga.
"Papa kan harus kerja, cari uang. Kalo udah libur, baru jalan-jalan sama papa," terang Velingga dengan lembut.
"Apa ini waktunya tidur siang, Ling?" tanya Cut Ha sambil memandang si kembar yang nampak mengantuk.
"Eh, iya Cut. Hampir tengah hari. Mereka pasti mengantuk," sahut Velingga dengan sorot mata resahnya.
"Aku gendong tante Cut. Adek gendong sama mama.." Anak lelaki Velingga tiba-tiba menyumbang ide bijaknya. Anak kecil berusia hampir empat tahun itu memandang Cut Ha penuh harap.
"Eh, Erick ingin kugendong? Mau?" tanya Cut Ha yang disambut dengan anggukan anak lelaki dengan nama Erick itu.
Erick langsung melepas tangan mamanya dan mengulurkan dirinya pada Cut Ha. Yang disambut dengan rengkuhan erat Cut Ha untuk digendongnya. Erik kini telah merangkul erat leher Cut Ha dan meletak kepalanya di pundak.
Setelah selesai dengan urusan kasir dan semua barang belanja dibawa Khaisan, mereka menuju lift untuk mengantar turun dan menamatkan acara belanja bersama. Cut Ha tidak ingin lagi mencari sepatu dan bersikeras pulang saja. Dengan alasan merasa iba pada Erick dan juga Erlika, anak perempuan Velingga. Sang sahabat pun mengiyakannya dengan ekpresi yang segan.
Khaisan tak sengaja memandang wajah Cut Ha yang meringis saat akan keluar dari lift dan saat membenarkan gendongan Erick di pundaknya. Cut Ha tidak hanya sekali saja meringis, namun nampak beberapa kali setelah Khaisan terus memperhatikan wajahnya. Wajah Khaisan pun menegang saat teringat sesuatu. Yang baginya sangatlah membahayakan diri Cut Ha.
"Biar aku yang menggendong," bisik Khaisan setelah mendekati Cut Ha agak rapat. Cut Ha berjalan pelan. Velingga dan Erlika telah berjalan agak jauh di depan.
Cut Ha hanya pasrah saat Khaisan mengambil Erick yang sudah tidur dari dekapannya. Membiarkan Erick dipanggul Khaisan dengan sangat mudah. Lelaki itu membawa barang belanja di tangan kanan dan menahan berat Erick dengan tangan kiri tanpa terlihat kesusahan.
Cut Ha merasa sangat lemah dan tak berdaya untuk mempertahankan Erick agar terus berada di pundaknya. Berfikir jika Khaisan mungkin sangat ingin menggendong anak dari mantan kekasihnya. Kini Cut Ha berjalan pelan paling belakang setelah Khaisan di depannya.
Velingga telah berlalu dengan sopir keluarga yang membawanya. Cut Ha memandang Khaisan yang juga sedang menoleh ke arahnya. Mereka saling pandang sejenak.
"Apa merasa puas, sudah menggendong anak Velingga?" tanya Cut Ha dengan senyum masam di wajah cantiknya.
"Berhentilah memikirkan orang lain. Apa kamu pura-pura tidak merasa sakit?" tanya Khaisan dengan posisi diam dan berdiri di tempatnya.
"Aku sama sekali tidak merasa sakit lagi. Apa kamu diam-diam masih menyimpan sakit?" tanya Cut Ha dengan wajah yang serius.
"Bukan sakit hatimu yang kutanya. Tapi luka di punggungmu," ucap Khaisan sambil menyambar lengan Cut Ha dengan cepat. Tidak memberi kesempatan pada Cut Ha untuk menanggapi ucapannya.
Membawa wanita itu menuju tempat mobilnya diparkir. Cut Ha hanya patuh mengikuti dengan tegang. Tidak berusaha menarik tangannya dari Khaisan. Tidak menyangka jika lelaki itu begitu memikirnya dan kini berani menyentuhnya.
Khaisan meletak Cut Ha duduk di depan bersamanya. Wanita itu sangat supportif dan menurut. Jauh beda dengan sikap Cut Ha sebelumnya. Kini mereka telah meluncur di jalan menuju ke Nagoya.
"Apa luka di pundakmu sangat sakit? Bagaimana kalo kuantar ke tempat praktik dokter Pooh Long?" tanya Khaisan terdengar khawatir. Cut Ha menoleh dengan ekspresi tertegun. Khaisan mendadak seperti perhatian.
"Tidak sakit. Lagipula ini jam kerja, dia pasti di rumah sakit besar hingga sore. Ini bukan jadwal periksaku. Akan sangat sulit mendapat giliran. Sebab mereka mengadakan slot nomor antrian online," terang Cut Ha dengan pelan.
"Selain Pooh Long, dokter mana yang sekiramu mudah ditemui?" tanya Khaisan dengan menoleh pada Cut Ha agak lama.
"Tidak ada. Aku hanya ingin pulang ke rumahku lebih cepat. Aku ingin tidur saja, pengawal Khaisan," pungkas Cut Ha dengan nada yang lembut. Khaisan bahkan menolehnya hingga dua kali. Memastikan jika nada lembut itu memanglah benar Cut Ha yang berbicara.
Mereka sampai di rumah belakang toko tepat saat adzan dzuhur. Cut Ha pergi ke dalam rumah meninggalkan Khaisan yang selalu bisa menyusulnya dengan cepat.
"Cut Ha!" panggil Khaisan setelah menutup pintu. Tidak nampak Mariah, mungkin sedang menunaikan shalat dzuhur di dalam kamarnya.
Cut Ha berhenti dan setengah berbalik memandang Khaisan.
"Ada apa?" tanya Cut Ha dengan pelan.
"Akan kulihat lukamu,," ujar Khaisan setengah menyuruh.
Cut Ha nampak terkejut. Kemudian menggeleng dengan cepat.
"Tidak perlu. Sama sekali tidak sakit," sahut Cut Ha menolak.
"Aku akan istirahat." Cut Ha kemudian berbalik setelah selesai berkata.
Khaisan diam dengan berdiri ditempat. Menghembuskan nafas panjang dan meraup wajahnya sekali. Kemudian berjalan menuju wastafel dapur dan mencuci muka kusutnya di sana. Sebenarnya Khaisan merasa sangat lelah.
🕸
Khaisan duduk bersiaga di sofa ruang televisi. Sesekali memandang pintu kamar yang terus tertutup rapat dan tidak kunjung dibuka.
"Apa nonamu tidak akan keluar, Mariah?" tanya Khaisan dengan menoleh pada Mariah yang merebah di sofa.
"Mungkin dia tidur sudah dalam kamarnya, pengawal san," sahut Mariah dengan cepat di balik bentangan selimut lebarnya.
"Jika tiga puluh menit lagi tidak keluar, akan kulihat sendiri ke kamarnya," ucap Khaisan yang kemudian berdiri dan berjalan bolak-balik nampak resah.
Khaisan sepertinya tidak sabar. Merasa janggal dengan Cut Ha yang dari sore hingga malam ini terus mendekam di dalam kamarnya.
🕸🕸🍓🍎🕸🕸
Terimakasih adamu kak readers, yang senantiasa memberi dukungan karyaku..
Berikan Vote Monday kakak2 untukku yaa...
Terimakasih ..🙏😘🍎🕸
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Andina Jahanara
Dulu sempat terpikir Keke dapat membaca gelagat kalo Lingga n Rushqi saling suka... ternyata bener ☺️
2023-05-08
1
Andina Jahanara
Aku suka, Velingga n keluarganya muncul di novel ini kak 😍🙏
2023-05-08
1
Sarah Kareem
jangan2 cut Ha pingsan.. baguslah biar di gendong sama Khaisan.. hahahahahaha
2023-05-08
1