Perjalanan pulang dari tempat praktik dokter Pooh Long, di kota Nagoya pusat menuju toko sekaligus rumah mungil milik Cut Ha di kota Nagoya pinggiran, memakan waktu lebih kurang lima belas menit. Kali ini wanita itu tidak duduk di belakang, namun duduk di depan bersama pengawalnya.
"Aku ingin makan tekwan." Tiba-tiba Cut Ha bersuara. Tapi wajahnya berpaling ke jendela saat Khaisan menoleh.
Lelaki itu paham dengan apa itu tekwan, nama makanan berkuah segar dari Palembang yang sedap. Cukup ringan yang serupa dengan bakso. Namun, tekwan berasal dari daging ikan tenggiri bercampur sedikit sagu. Dibentuk bulatan-bulatan kecil atau bisa juga cuilan-cuilan pipih dan kecil. Khaisan ingat jika makanan khas daerah itu cukup sedap.
Cut Ha hanya menghela nafas dan segera turun saat Khaisan telah bersandar aman di latar parkir sebuah rumah makan khas Sumatra Selatan yang komplit. Bahkan terlihat juga kerupuk kemplang yang dikemasi dan di gantung-gantung di samping meja kasir. Cut Ha merasa tak sabar untuk membeli kerupuk itu beberapa kantung juga, Mariah pun sangat menyukainya.
Saat matanya sibuk berkeliling membelai kerupuk kemplang, Khaisan telah memilihkan sebuah meja di sudut dan menarikkan satu kursinya. Lalu berdiri di samping meja kursi dengan memandang lurus pada Cut Ha.
Wanita berambut halus sepinggang itu memang menuju meja yang dipilihkan Khaisan. Namun, menarik kursi lain dan duduk dengan abai tanpa melirik Khaisan sebentar pun.
Tidak masalah bagi sang pengawal. Kursi yang telah ditarik, dikembalikan masuk ke meja kembali dengan tenang. Kemudian menepuk tangan dan melambai pada seorang pekerja yang sedang berjalan buru-buru melewati mejanya. Pekerja itu berhenti dan nampak bimbang sejenak. Namun segera berpatah arah dan melangkah mendekati meja mereka.
Pandangan Khaisan pada Cut Ha cukup mudah dimengerti. Wanita itu paham jika Khaisan ingin dirinya membuat pesanan sendiri. Lelaki itu hanya mempercepat agar meja Cut Ha segera mendapat pelayanan.
"Dua porsi tekwan dan satu poci moka," sambut Cut Ha dengan cepat saat pelayan baru sampai di meja.
"Sudah," sambung Cut Ha saat pelayan berekspresi menanti. Pekerja lelaki itu mengangguk dan berbalik. Berjalan cepat meninggalkan meja Cut Ha.
Dua mangkuk tekwan panas dan satu poci moka beserta dua gelas, telah diantar ke meja. Cut Ha segera mengambil semangkuk tekwan dan mengaduknya dengan sendok. Menambah sambal dan kecap yang tersedia di meja, lalu kembali diaduknya.
Semilir angin dari perbukitan yang turun menghembus di area rumah makan sungguh nyaman dan segar. Juga membuat tekwan panas di mangkuk menjadi menguap dan dingin. Cut Ha merasa takjub dengan tempat pilihan Khaisan ini.
Namun, lelaki yang berdiri siaga dengan sesekali meliriknya, tidak sekalipun dipandang. Cut Ha nampak begitu menikmati satu mangkuk tekwan itu sendirian. Juga dengan satu poci moka yang beberapa kali sudah dituang ke dalam gelas kecil di meja.
"Ini milikmu, dan moka ini habiskan. Aku akan ke toilet," ucap Cut Ha setelah selesai dengan urusan tekwan di mangkuknya. Dia berdiri dan menunjuk sajian di meja dangan gerak dua matanya. Khaisan masih berdiri dan hanya menyimaknya.
Seorang pelayan mendekati meja setelah mendapat lambaian tangan dari Cut Ha.
"Berapa semua?" tanya Cut Ha dengan menunjuk ke arah meja. Khaisan masih berdiri dan tidak menyentuh makanan yang diberi oleh Cut Ha untuknya. Pegawai itu telah menyebut nominal total tagihan pada Cut Ha.
"Kartu??" gumam pegawai rumah makan bertanya dengan wajah yang bingung. Cut Ha nampak mengangguk sambil terus menyodor sebuah kartu yang dipegang pada pegawai di depannya.
"Aku terbiasa memakai kartu. Bukankah di sini juga menerimanya?" tanya Cut Ha dengan nada yang juga bingung.
"Maaf, kak. Alat gesek kami hanya satu dan sedang rusak. Menunggu perbaikan. Mohon maaf, sebaiknya menggunakan uang cash saja ya, kak," ucap pegawai rumah makan dengan sopan.
"Benarkah??" tanya Cut Ha dengan lirih dan ragu. Wajah cantiknya nampak pias. Kedua telapak tangannya sedang mengepal sebab bingung yang sangat.
"Betul, kak. Sudah dua hari ini alat itu rusak. Maaf lupa tidak memberi tahu." Pegawai rumah makan itu terlihat resah dan segan. Mungkin khawatir jika pembayaran kali ini tidak lancar sebab kelalaiannya sendiri.
"Bagaimana ini? Aku pun sungguh lupa untuk mengisi dompetku dengan uang fisik. Aku benar-benar lupa," ucap Cut Ha kebingungan.
"Ehemm!" Khaisan yang sedari tadi menyimak tiba-tiba berdehem. Pelayan dan Cut Ha sama-sama menoleh pada asal deheman.
"Ambil saja kembaliannya," ucap Khaisan sambil menyodor dua lembaran rupiah merah kepada pelayan. Yang langsung disambar pegawai rumah makan dengan senyum leganya.
"Terimakasih sangat, bang. Semoga urusan anda kian mudah. Permisi," pamit pelayan dengan wajah sangat cerah sambil berlalu undur diri.
"Sebentar lagi uangmu kuganti," ucap Cut Ha menyela cepat dengan memandang canggung pada Khaisan.
"Tidak perlu. Apa jadi ke toilet?" tanya Khaisan mengingatkan.
"Inimu?" tanya Cut Ha sambil menunjuk mangkuk tekwan satunya yang masih utuh pada Khaisan.
"Aku tidak ingin." Khaisan menjawab pertanyaan Cut Ha dengan terus berdiri di tempatnya.
Cut Ha nampak mendengus kesal. Kemudian berbalik dan berjalan cepat ke arah bangunan yang bertulis toilet umum di papan yang menggantung.
Cut Ha lenyap di balik pintu berpapan itu dengan tergesa. Sadar jika Khaisan berada di belakangnya membuntuti, perempuan itu justru buru-buru berjalan cepat demi menghindari kawalan bodyguardnya.
🕸🕸🕸
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
martina melati
pake qris... ayo trsfr rek via mobilebanking
2024-11-09
1
indy
masih penasaran, lanjut kk
2023-05-05
1
Sarah Kareem
sip lanjutkan
2023-05-05
1