Pandangan Khaisan yang menghunjam seperti akan menelan dan sengaja meneror jiwanya. Cut Ha kembali merasa gentar, waswas andai lelaki itu kembali ingin melampiaskan amuk amarah kepadanya. Itu mungkin saja andai Khaisan masih menyimpan rasa dendam di masa lalu.
"Siapa yang kamu pikir saat itu?" tanya nekat Cut Ha sebab Khaisan terus diam. Yang ditanya nampak membuang muka ke samping sejenak.
"Kamu, Cut Ha. Sebab aku sangat marah padamu," Khaisan menjawab datar setelah menoleh kembali pada Cut Ha.
Reflek wanita yang dimaksud mundur dengan cepat. Jawaban Khaisan yang tak disangka membuatnya kembali merasa takut. Ingin menjauh dari gapaian Khaisan seketika.
"Sebenarnya aku sudah sangat mengantuk. Lebih baik aku pergi ke kamarku saja," ucap Cut Ha kemudian sambil kembali melangkah mundur. Khaisan tetap tegak berdiri di tempat .
"Tidurlah, Cut Ha. Tapi jangan lupa. Aku berbuat kriminal hanya sekali saja waktu itu. Jadi kutekankan padamu, jangan merasa takut denganku," ucap Khaisan sebelum Cut Ha berbalik dan berjalan menuju kamarnya.
Khaisan sangat bersyukur telah mampu menguasai fitrah jiwanya. Rasa dendam amarah tidak lagi bersarang di jiwa dan raga. Tetap kukuh pada misi dan janjinya sebagai seorang penjaga bayaran yang loyal. Janji sumpah setia jiwa raga yang rela berkorban selama masa bertugas di hadapan para sepuh agensi tertancap kuat di benaknya.
Tidak ingin berkhianat di hadapanNya serta menjatuhkan martabat dan tempat agensinya. Sadar jika dirinya adalah salah satu aset agensi yang diutamakan, dibanggakan dan akan membawa nama baik masjid besar. Khaisan tidak pernah akan mengecewakan.
🕸
Mariah nampak hilir mudik di dapur. Khaisan yang duduk di ruang tengah, sama fungsi dengan ruang televisi, memandang asisten rumah itu dengan lelah.
Selain lelah dengan gerakan Mariah yang bolak balik tanpa henti, juga lelah dengan gaya tidurnya yang duduk. Seharusnya ini pekerjaan biasa dan mudah beginya. Namun, belakangan ini kelelahan lebih cepat di dapatnya.
"Mariah, ini sudah hampir pukul enam, apa nonamu tidak kamu bangunkan?!" tanya Khaisan sambil beranjak berdiri. Mariah berhenti bergerak dan menolehnya.
"Tidak pengawal Khaisan! Bangun sendiri dia. Tak pernah kubangunkan itu, nona Cut Ha!" sahut Mariah. Gadis itu sedang membawa kuah sop yang panas ke meja.
"Apa kamu punya kopi?" tanya Khaisan lagi pada Mariah. Gadis itu kembali menoleh tanpa gerakan.
"Ingin kopi rupanya anda, pengawal Khaisan?! Akan kubuatkan maukah anda?!" sahut Mariah pada Khaisan yang berjalan mendekati almari di dapur.
"Akan kubuat sendiri," sahut Khaisan sambil membuka almari. Ada sebuah mesin mini racik kopi di sana.
Mulai paham, kenapa Cut Ha sangat sayang pada Mariah. Gadis berdarah negara sebelah itu sangat ringan tangan dan tanggap. Tentu saja memiliki asisten rumah yang cekatan adalah impian banyak tuan. Tak terkecuali Khaisan sendiri orangnya.
Pengawal gagah itu tidak hanya membuat satu kopi, namun dua cangkir kopi. Yang satu diletaknya di meja makan. Yang satu lagi dengan cangkir yang sama persis, di bawanya ke ruang tengah bersama buah apel yang disambarnya dari meja.
Khaisan kembali duduk di sofa meski dengan gaya yang siaga. Lelaki itu belum pernah menunjukkan sikap santainya selama bertugas. Hanya tegap dan siaga yang terus saja dinampakkan.
Ceklerk!!
Cut Ha telah keluar dari kamarnya dengan rambut tak diikat. Matanya sangat redup dan sayup. Berjalan menuju dapur dan singgah di meja makan. Memandang sekilas pada Khaisan yang telah berdiri di sampingnya.
"Sebaiknya kamu tidak usah terlalu formal mengawasiku. Aku ini manusia biasa, bukan artis dan aku sangat suka kebebasan. Aku sangat risih dengan tempelanmu," ucap Cut Ha dengan nadanya yang kesal.
Khaisan tetap berdiri di tempatnya. Memandang lurus Cut Ha, kini sedang mengambil kopi yang tadi dibuat oleh Khaisan.
Merasa lega jika kondisi wanita itu cukup baik tanpa meminta agar Khaisan pergi meninggalkan kepengawalan terhadapnya. Juga tanpa mengusir Khaisan dari rumahnya. Atau menghubungi agensi pengawal masjid besar. Cut Ha tidak lagi mengungkit dan kini sedang asyik menyeruput kopinya berterusan.
"Mariah!" seru Cut Ha tiba-tiba. Yang dipanggil buru-buru datang dan berdiri di depannya.
"Apa hal anda, nona Cut Ha?!" tanya Mariah dengan memandang seksama.
"Apa moka habis? Tapi kopi ini enak sekali. Kamu ternyata pintar meracik kopi, Mariah." Cut Ha memuji dengan memandang Mariah penuh senyum.
"Tapi moka tidak habis, nona Cut Ha. Itu kopi bukan saya yang pergi meracik!" seru Mariah dengan jujur. Mariah nampak memandang Khaisan sejenak. Lalu melempar senyum sambil memandang wajah Cut Ha.
"Lalu siapa ini yang buat, Mariah?" tanya Cut Ha dengan gumaman yang dalam.
Matanya melirik Khaisan yang juga sedang memandang datar padanya. Kemudian menoleh lagi di meja ruang tengah. Ada cangkir yang sama dengan miliknya. Cut Ha menduga jika itu adalah cangkir kopi yang sama dengannya.
"Mariah, itu cangkir siapa?!" seru Cut Ha bertanya.
"Cangkir kopi punyanya pengawal Khaisan, itu," sahut Mariah yang kembali sudah datang mendekat.
Wajah cantik bangun tidur yang nampak baru dibasuh itu menghadap Khaisan. Ada rasa enggan di wajahnya.
"Jadi, ini milikmu?" tanya Cut Ha sambil menunjuk cangkir kopi yang isinya bahkan sudah hampir habis di seruput.
"Jangan segan, habiskan saja," sahut Khaisan dengan nada yang abai dan tenang.
Cut Ha memandang Khaisan dengan memegangi cangkirnya.
"Pergilah. Kamu pergilah ke meja itu. Habiskan kopimu di sana. Tidak perlu menungguiku seperti ini. Aku tidak nyaman," Cut Ha berbicara serius. Nada dan ekspresinya benar-benar ingin agar Khaisan menjauh.
Hanya diinginkan untuk pergi ke posisi lain, tidaklah masalah bagi Khaisan. Segera diikutinya keinginan Cut Ha. Khaisan telah duduk di sofa televisi dengan menghadap ke meja makan. Sambil terus berusaha memandang Cut Ha dari duduknya.
🕸🕸🍓🍓
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
As Lamiah
semangat tour semoga sehat selalu 💪💪😘 semangat tour untuk kisah
2023-05-08
0