"Ada apa, Pak?" tanya sopir yang mengantar Haidar, majikannya itu terlihat kebingungan berlari ke kiri dan ke kanan seolah mencari sesuatu.
"Pak, tadi ada orang kan? Apq bapak juga melihatnya? Gadis yang berbaju biru jalan di sini? Di mana dia? Bapak juga melihatnya kan?" tanya Haidar membuat supir itu pun menggeleng.
"Maaf Pak, saya fokus pada jalan, saya tidak terlalu memperhatikan."
"Aku yakin, Pak. Aku tadi melihat Joana," ucap Haider melihat sejauh matanya memandang. Namun, sosok yang tadi dilihatnya sudah tak ada lagi.
Setelah lama mencari. Namun, sosok yang tadi dilihat Haider juga tak kunjung ia temukan. Ia pun memutuskan untuk kembali ke mobil, sepanjang perjalanan ke hotel, ia terus melihat ke arah ponselnya, mencoba menghubungi nomor Joana yang masih tersimpan di sana. Namun, nomor itu sudah tak aktif lagi.
"Apa aku berhalusinasi, tapi jelas-jelas tadi aku melihat Joana. Apakah aku hanya mirip?" Haidar terus saja melihat sosok yang selama ini dirindukannya, jika memang gadis itu hanya mirip ia tetap ingin bertemu dengannya. Ia berharap semoga saja gadis itu memanglah Joana, ia sangat merindukannya.
Begitu sampai di hotel tempat ia menginap, Haidar tak bisa tidur. Ia terus menatap layar ponselnya di mana di sana terlihat foto Joana yang dijadikannya sebagai wallpaper, walau ia sudah memiliki Dini, bahkan telah menyentuh Dini seutuhnya sebagai seorang istri. Namun, perasaannya pada Joana sama sekali tak berkurang, ia berharap suatu saat mereka bisa bertemu lagi, Joana kembali hadir dan kembali padanya. Walaupun itu hal yang mustahil terjadi.
Hari berlalu dengan begitu cepat, setiap harinya Haidar selalu mencari sosok yang dilihatnya malam itu setiap ia pulang ke hotel. Namun, sosok itu hanya hadir sekali dalam pandangannya, membuat Haidar pun berpikir jika mungkin saja ia hanya berhalusinasi karena sangat merindukan Joana.
Setelah 3 hari akhirnya di luar kota, Haidar pun pulang, dia langsung menuju ke apartemennya di mana di sana Dini dan ibunya masih menginap, karena kesibukannya dengan pikiran Joana dan kenangannya membuat ia lupa menghubungi Dini.
Dini yang melihat Haidar datang langsung berdiri dan menghampirinya, mengambil tas dan berjongkok membuka sepatu sang suami.
Ibu yang melihatnya hanya tersenyum dia bisa melihat anaknya melakukan hal layaknya sebagai seorang istri, ia menyambut suaminya saat pulang kerja.
Dini yang sudah selesai membuka sepatu Haidar membawa sepatu itu ke tempat yang memang seharusnya diletakkan, kemudian masuk ke kamar menyimpan jas dan juga tas kerja suaminya, Haidar sendiri dan langsung melangkah menghampiri ibu yang duduk di sofa menyalaminya dan menanyakan kabarnya.
"Aku baik-baik saja, Nak," jawab ibu.
"Maaf ya, Bu. Aku baru sempat pulang dan menjenguk Ibu di sini, aku sangat sibuk dengan pekerjaan di kantor."
"Iya, ibu mengerti kamu pasti sangat sibuk dengan pekerjaanmu, ibu sudah merasa senang dan nyaman tinggal di sini, dan semua ibu dapatkan," jawab ibu masih dengan senyum di wajahnya.
"Mas, Mas mau makan atau mandi dulu?" tanya Dini yang menghampiri mereka.
"Aku sangat gerah, aku mau mandi dulu barulah kita makan, kalian sendiri apa sudah makan malam?" tanya Haidar di mana saat ini jam sudah menunjukkan pukul 08.00 malam.
"Iya, Nak. Kami baru saja selesai makan malam. Mandilah dulu nanti biar Dini yang menyiapkan makanan untukmu," ucap ibu membuat Haidar pun mengangguk dan permisi menuju ke kamar mereka, saat Haidar mandi Dini sudah menyiapkan pakaian ganti yang akan digunakannya.
Dini sendiri menyiapkan makan malam untuk suaminya, memindahkan makanan yang baru saja datang ke piring dan menatanya di meja makan.
Di rumah itu tak ada asisten rumah tangga yang memasak, hanya ada Yana, ibu dan juga Dini sendiri. Haidar tak suka jika ada orang lain di tempatnya karena selama ini Haidar tak pernah memasak di rumah itu, hanya ada buah dan juga minuman kaleng yang selalu mengisi kulkasnya. Adapun makanan berat, ia akan membeli dari luar.
Sama halnya selama Dini menginap di rumah itu, makanan selalu datang di saat jam makan, Haidar sudah memesan dan memintanya diantar ke apartemennya.
Setelah Haidar mandi ia pun langsung menuju ke ruang makan, menghampiri sang istri. Dini menemani suaminya makan sambil sesekali bercerita, menanyakan banyak hal tentang kejadian yang dialaminya beberapa hari lalu.
Semenjak kejadian itu Dini tak pernah keluar rumah dan hanya tinggal di apartemen Haidar, takut jika sampai kejadian beberapa hari yang lalu kembali terulang.
"Kamu tak usah takut, memang ada banyak yang ingin mencelakakanku begitupun orang-orang di sekitarku, tapi kamu tenang saja aku pasti akan melindungimu."
"Pernikahan kita tinggal beberapa bulan lagi, apakah setelah kita bercerai kehidupanku masih seperti ini? Maksudku apakah masih ada bahaya yang mengincarku?" tanya Dini di mana pertanyaan itu selalu menghantuinya di beberapa malam terakhir ini.
"Tentu saja tidak, jika kita sudah bercerai mereka tak ada keuntungan lagi jika mencelakakanmu, berbeda dengan sekarang karena mereka tak mau aku memiliki keturunan dari pernikahan ini, jika itu sampai terjadi, hal itu akan mempertegas posisiku sebagai pewaris di keluarga ini, apalagi jika aku sampai memiliki seorang anak laki-laki."
"Anak?"
"Iya, karena cucu kakek berjumlah 3 orang, anak dari 3 orang anak kakek. Cucu pertama kakek sudah memiliki empat anak dan semuanya perempuan, mereka sama sekali tak ada keahlian memimpin perusahaan. Aku sendiri yang tengah dan belum memiliki anak, mereka terus mengganggu jika aku dekat dengan seorang wanita, termasuk calon istriku yang telah tiada. Mereka tak ingin jika aku sampai menikah dan memberikan keturunan untuk kakek.
"Bagaimana dengan yang terakhir?" tanya Dini saat Haidar tak membahasnya.
"Dia sama denganku, dia belum menikah dan menurut penyelidikanku ada masalah dengannya. Aku tak terlalu mengkhawatirkannya, ia mempunyai masalah pada kelaminnya dan mungkin tak akan bisa memberikan keturunan."
Dini tak terlalu mengerti tentang masalah mereka, ternyata semua itu adalah masalah perebutan kekuasaan di keluarga mereka. Namun, yang ia tahu saat ini mereka sudah menikah dan hanya satu tahun. Dini harus hati-hati dalam berhubungan badan, di mana saat pertama dia memberikan mahkotanya kepada sang suami, Haidar tak menggunakan pengaman, bisa saja Dini hamil dan jika itu terjadi entah apa yang akan terjadi pada bayinya jika Haidar tak menginginkannya dan tetap menginginkan perceraian mereka setelah satu tahun, ia harus hati-hati kedepannya.
Malam hari mereka kembali tidur di kamar yang sama dan Haider kembali meminta haknya, mereka kembali melakukan hubungan layaknya suami istri dan kali ini mereka lagi-lagi tidak menggunakan pengaman, membuat Dini sangat khawatir, ia membaca sebuah artikel tentang apa saja yang bisa menyebabkan kehamilan dan cara menundanya.
"Bagaimana ini, aku harus hamil atau tidak. Aku harus membiarkan benih Haidar tumbuh dalam rahimku atau mencegahnya?" gumam Dini melihat Haidar yang tertidur pulas setelah menikmati malam panas mereka.
Rekomendasi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Faurina Rina
enjoi aj bro🤭😀
2024-04-01
2
Praised94
terima kasih
2024-02-02
2
qeeraira
haduuuuuuuuh kasian Dini jakalau wanita masalalu Haidar kembali 🥺🥺 walaupun belum ada cinta tapi perasaan nyaman sudah ada bisa menyakitkan
2023-05-16
3