Bab 19 PMM
"Hai!" sapa Dikta yang langsung turun tanpa menutup pintu mobil dan mematikan mesin.
Dalam sepersekian detik, Lani dan Briana hanya bisa terkesiap dan membeku. Mereka tanpa sadar kalau Dikta sudah mendekat. Pemuda itu bahkan menepuk tangan di hadapan kedua perempuan muda nan ayu itu, mengejutkan mereka.
Brian tersadar dan kemudian berdiri di depan Lani seraya menghadang, merentangkan kedua tangannya.
"Mau apa elo!? Pergi, Ta!" bentak Briana.
Ya jelas saja, usaha Briana sia-sia. Dikta menepis tangan Briana bahkan menariknya jatuh sampai terjerembab ke lantai parkir. Dikta tetap melangkah men-
dekati Lani.
"Semalam elu nongkrong di mana, Bri? Gue bisa kirim itu ke istrinya Pak Andrian loh, Bri." Dikta mengingatkan Briana dengan senyum iblis jahat tersungging di bibirnya.
"Maksudnya apa, nih?" tanya Lani tak percaya.
Apa mungkin yang baru Dikta bicarakan perihal Briana jalan dengan Pak Andrian? Mungkinkah Briana merangkap menjadi ayam kampus?
"Paham kan, Bri? Elu bisa gue aduin macem-macem nanti. Jadi daripada nanti elo kenapa-kenapa, mending minggir dari depan cewek gue!" titah Dikta.
"Gue bukan cewek elu lagi, Ta!" tukas Lani.
Namun, Dikta tak bergeming. Briana bahkan bangkit dan tetap berdiri tegak semakin rapat di depan Lani.
"Bri… minggir yuk!" bisik Dikta penuh ancaman.
Lani bisa merasakan tubuh Briana itu gemetar, saat perlahan Dikta semakin merangsek maju. Tiba-tiba, Briana mencengkeram satu tangan Dikta dan menariknya menjauh sambil menjerit.
"Laaaaaan! Lari, Lan! Cepeeet!!!"
Lani masih nge-bug terkesima, sampai ia tersadar dan kemudian dia berlari sekencang-kencangnya menuju koridor utama kampus.
"Lepasin tangan gue, Bri!" bentak Dikta.
Ditariknya tangannya sendiri dari cengkeraman Briana. Namun, Briana justru semakin mencengkeram erat-erat. Bahkan ia memeluk kuat Dikta. Perempuan blasteran itu sampai menggigit bibir kuat-kuat karena seluruh konsentrasinya tercurah ke situ. Dikta sampai berdecak.
"Lepas, atau gue cium elo nanti di depan Pak Adrian!" ancamnya.
Briana sempat tersentak, tetapi dia memilih tidak mengacuhkan ancaman itu.
"Oooh, elu nantang gue, ya!" seru Dikta.
"Ta, please jangan ganggu Lani. Cukup Ajeng aja yang elu sakitin! Atau jangan-jangan elu juga yang nyakitin Raisa sama Devan?!" Briana menuding.
Rupanya selama ini ia menerka kalau pembunuh berantai di Mapala Merah adalah Dikta.
"Terus, elu mau gue bikin kayak mereka?" Tiba-tiba Dikta menantang Briana seperti itu.
Dikta mengulurkan tangannya yang bebas dan meraih tubuh Briana seketika. Perempuan itu kontan menjerit dan seketika melepaskan tangan Dikta yang dicengkeramnya. Namun percuma, karena tubuhnya sekarang sudah berada dalam pelukan Dikta. Bukan dia lagi yang memeluk Dikta dari belakang dan berharap bisa membanting tubuh Dikta ala gulat yang pernah ia tonton di televisi.
Saat pelukan itu semakin mengetat, cepat-cepat Briana menahan dada Dikta dengan kedua tangannya dan memekik, "Lepasin gue, Ta!"
"Kan, tadi elu yang peluk gue. Harusnya elo tau kalau gue nggak akan pernah main-main!" bisik Dikta.
Sekujur tubuh Briana merasakan merinding ketakutan. Sosok Dikta bagaikan iblis kematian yang baru saja bangkit.
"Angkat muka elu, Bri! Hayo, jangan sampe gue paksa!" titah Dikta
Briana terpaksa membenamkan wajahnya di dada Dikta. Upaya terakhirnya untuk menghindari hal terburuk. Namun, ia tak menyangka kalau Dikta malah memeluk erat Briana dengan tangannya yang lain. Meskipun tatapannya datar dan wajahnya dingin.
"Putusin aja Lani, Ta. Kasian dia!" Briana malah seketika memohon dengan suara teredam karena wajahnya terbenam di dada Dikta.
"Oh, begitu? Ummm, tapi nanti elo yang gantiin Lani, ya?" tantang Dikta dengan nada lebih melunak.
Briana hanya terdiam. Seketika perempuan muda itu mengangkat muka.
"Elo itu kurang ajar, bajingan banget ya!" maki Briana.
Dikta lantas tersenyum lebar. Pria itu malah menundukkan kepala dan mendekatkan bibirnya ke arah bibir Briana.
"Bri, gue bisa habisin bibir elu dan tarik lidah elu sampai putus, loh!"
Embusan napas Dikta sangat terasa di bibir Briana kala pemuda itu berucap.
Namun gerakannya terhenti mendadak, hanya sekian mili menjelang bibir mereka akan bersentuhan. Briana tentu saja pucat pasi. Ini pertama kalinya dia melihat wajah Dikta dalam jarak yang teramat dekat. Mata hitamnya yang tajam ternyata benar-benar menakutkan. Pantas saja para mahasiswa juga takut pada sosok Dikta. Ditambah tubuh pria itu tinggi dan kekar.
"Tapi sayang, Bri, selera gue bukan cewek busuk kayak elu!" Dikta melepas pelukannya dari Briana dan kembali mendorong perempuan itu sampai jatuh.
Setelah balik badan dan berjalan menuju Jeep-nya, Dikta segera melesat meninggalkan tempat itu untuk mencari Lani.
Rara uang melihat perlakuan Dikta pada Briana langsung datang membantu Briana untuk bangkit. Briana memeluk Rara seraya menangis.
"Hubungi Raja sama Tyo, Ra," isak Briana.
Rara segera meraih ponselnya untuk menghubungi Raja dan Tyo. Sedangkan Briana menghubungi Lani berkali-kali, tetapi sahabatnya itu tidak jua mengangkat sambungan ponselnya.
Tak lama kemudian, Raja dan Tyo sampai ke hadapan Rara dan Briana. Raja langsung membagi tugas.
"Kamu cari Lani berdua Briana, Ra. Jangan pisah pisah, ya! Kalau kamu ngeliat Lani atau Dikta, langsung kontak aku atau Tyo!" titah Raja.
"Oke, Ja." Rara mengangguk.
"Pokoknya, jangan deketin mereka, ya. Cukup dari jauh saja. Kayaknya Dikta nggak bisa diajak ngomong baik-baik apalagi bercanda," ucap Tyo menimpali.
"Gila aja luh, Yo! Ya iyalah! Gue malah takut curiga kalau Dikta yang ngabisin temen-temen kita," sahut Briana.
"Ah, masa sih?" Tyo mengernyit.
"Pokoknya kalian hati-hati, ya!" pinta Raja mengusap bahu Rara.
Sang gadisnya mengangguk. Dia sudah tahu itu. Raja lalu menepuk bahu Tyo.
"Ayo, Yo, kita cari Dikta! Nanti kita misah pas cari dia. Nah, kamu cari di gedung-gedung tengah, aku ke belakang, oke!" Raja memberi titah.
"Kok, jadi elu ngatur gue, Ja?" Tyo jadi merasa pesuruh Raja.
"Ya elah, Yo, ini lagi darurat gini iyain aja apa!" ucap Raja.
Akhirnya Tyo mengangguk. Raja dan Tyo lantas berpisah. Raja langsung melesat ke bagian belakang kampus. Jeep milik Dikta sempat berhenti sesaat di depan motor Raja yang terparkir begitu saja di dekat mulut koridor utama.
Sementara itu, Briana dan Rara berlari menuju ke koridor utama. Langkah pertama, mencari Lani di gedung perpustakaan, lalu mereka berlanjut ke gedung fakultas mereka sendiri.
Raja juga menanyakan pada beberapa mahasiswa yang dia temui untuk mencari keberadaan Dikta. Sempat terlintas pikiran tentang dugaan Briana kalau Dikta mampu dengan nekat menghabisi anggota Mapala Merah. Namun, apa iya tuduhan Lani benar?
Berbeda dengan Rara, ia masih memikirkan tentang buku harian Lani yan mencurigakan. Rasanya, Rara ingin kembali ke kamar Lani dan membuka lembaran buku kulit beludru itu. Namun kini, fokusnya satu yang harus ia jalankan, mencari Lani terlebih dahulu.
...******...
...To be continued, see you next chapter!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
makin mencurigakan 😏😏😏
2024-01-01
1
Rumini Parto Sentono
penuh misteri.....
2023-08-14
0
rodiah
patut di curigai tuh lani...
2023-05-14
0