Bab 16 PMM
Begitu Tyo dan Lani tiba di bagian koridor yang sepi, pemuda itu melepaskan genggamannya dan menghadapkan tubuhnya ke arah Lani.
"Jujur deh, elu lagi suka sama orang, ya?" tanya Tyo.
Lani sontak terperangah.
"Nggak, kok!" bantah Lani seketika.
"Jangan bohong, deh. Gue tau dari Dikta," sahutnya.
"Hah, Dikta?" Lani menatap Tyo dengan mata terbelalak. Wajah gadis itu langsung pucat.
"E-elu, elu tau dari Dikta?" tanya Lani tergagap.
"Iya. Makanya itu gue juga kaget!" desis Tyo.
Lani sampai terduduk di lantai. Sepertinya terkena terjangan kilat di siang hari.
"Iya apa nggak, Lan?!" bentak Tyo.
"Nggak tau, lah! Gue bingung!" sahut Lani.
"Gue bukan mau marah sama elo. Gue cuma mau tau aja, Lan. Jadi, berita itu bener apa nggak?" Tyo menyusul Lani duduk di sampingnya.
Seketika kepala Lani langsung tertunduk lunglai bersimpuh di kedua lututnya.
"Gue cuma suka ngeliat dia aja, kok. Nggak lebih beneran, deh," ucap Lani lemah.
Tyo menghela napas dalam. Dibetulkannya kacamata tebal itu.
"Lan, masalahnya bukan karena elu cuma suka doang sama dia. Masalahnya, Dikta udah tau soal itu!"
"Yah ... abis gimana, dong? Rasa suka itu nggak bisa diatur-atur, Yo!" sanggah Lani.
Sesaat Tyo terdiam.
"Gue tau, lo terpaksa pacaran sama Dikta gara-gara Raisa, kan?" ucap pemuda itu pelan.
"Nah, itu elu tau! Gue pingin jalan bukan cuma sama cowok cintanya bertepuk sebelah tangan sama gue. Ummm, tapi gue maunya gue yang suka sama dia dan dia suka sama gue. Ya, saling suka gitu. Lagian gue suka sama cowok yang baik. Bukan yang model preman pasar kayak si Dikta itu," sungut Lani.
Tyo berdecak lalu menghela napas.
"Ckckck, gini aja deh, Lan. Untuk sementara jauhin dulu itu cowok. Bisa habis nanti dia. Elu haru selesaikan dulu urusan lo sama Dikta," pinta Tyo.
"Gue udah selesai sama dia tau!" sahut Lani.
"Dia belum ngerasa putus sama elu, Lan!" sentak Tyo.
"Duh, gimana sih… gue jadi kepingin nangis tau," sahut Lani.
Tyo tidak bisa menjawab. Selama ini, Dikta yang selalu memutuskan mantannya dan membuat para mantannya putus asa. Sikap dingin dan tak acuh seorang pria biasanya terjadi kalau pria itu sudah mulai bosan.
Lalu, dia akan menghentikan usaha tetap bertahan seorang perempuan untuk tetap bisa berada di sebelahnya, dan akhirnya mereka pergi dengan membawa sakit hati. Bisa dibilang kaum perempuan itu di "ghosting" oleh kaum pria.
Namun, kali ini berbeda. Dikta biasanya tak pernah peduli jika mantannya ada yang mengubah sikap menjadi pendiam. Nilai akademiknya turun, menjadi playgirl, bahkan pindah kampus demi menghindari Dikta. Lani sangatlah lain bagi Dikta.
"Kayaknya dia sayang banget sama elo, Lan," lanjut Tyo.
"Gue nggak sayang sama dia, Aristyo Hermawan!" Lani bersungut-sungut lalu bangkit seraya berkacak pinggang lalu kembali membentak, "Lo nggak bisa ngeliat, ya? Lagian sayangnya dia itu nakutin, tau nggak? Bikin gue selalu paranoid!"
Lagi-lagi, Tyo menghela napas dalam. T
Dia harus terpaksa harus mengakui kebenaran kata-kata itu.
"Tyo, kok Dikta bisa tau gue lagi suka sama cowok?" tanya Lani pelan.
"Dia bener-bener sayang sama elo, Lan. Makanya dia peka. Dia ngerasa elu lagi suka sama cowok lain," ucap Tyo.
"Udah lama lagi sebelum kita naik gunung. Tapi, gue nggak nyangka aja kalau masalah ini baru dibahas ama elu," ucap Lani.
"Pokoknya elu harus waspada sama Dikta," ucap Tyo lalu melangkah pergi meninggalkan Lani.
...***...
Di rumah Raisa.
Pukul sembilan malam, Rangga sedang berada di kamar untuk mempersiapkan buku-buku pelajaran untuk esok. Tiba-tiba, terdengar suara jendela yang dihantam dengan keras.
"BRAK!"
Jendela kamar Rangga setelah terbuka lalu tertutup kembali sekaligus terkunci seketika. Rangga berusaha untuk tidak panik dan mencoba untuk membuka kaca jendelanya kembali.
"Kok, jendela gue kebuka dan nutup sendiri, ya?" Rangga mendekati jendelanya.
Anak muda itu mencoba membukanya. Namun, bukannya terbuka justru Tanhga merasa seperti ada sesuatu yang menahan pintu agar tidak terbuka. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya Rangga menyerah dan hanya diam di atas ranjangnya.
Tiba-tiba, suara ketukan di jendela terdengar. Rangga menoleh ke arah jendela yang masih ditutupi gorden. Rasa takut bercampur rasa penasaran mulai saling bersaing untuk mendominasi. Dalam hati, Rangga menghitung satu sampai tiga. Lalu, dengan cepat menarik gorden ke arah samping untuk melihat siapa yang mengetuk jendela kamar. Dan ternyata, tidak ada siapa pun di sana.
Ponsel Rangga tiba-tiba berdering. Dia melihat ada nama Adam yang menghubunginya. Adam merupakan kakak kelas dari Rangga disekolah.
"Halo?" sapa Rangga.
"Ga, elu besok bawa tongkat pramuka, ya! Kalau bisa lima biji!" seru Adam dari dalam ponsel.
"Kak, gila aja gue disuruh bawa lima biji. Gimana gue bawanya?!" sungut Rangga.
"Elu minta bantuan dong sama anggota pramuka yang lain! Oke, Ga?"
Panggilan Adam tak dijawab karena Rangga tiba-tiba melihat sesosok rambut panjang melintas di luar depan jendela kamarnya.
"Rangga? Woi! Elu denger gue, kan?" seru Adam lagi.
"Iya iya! Gue matiin dulu, ya. Kayaknya gue lihat kakak gue mau main ke rumah," ucap Rangga lalu menutup sambungan ponselnya.
Di seberang sana, Adam terlihat bingung. Karena setahu pemuda itu, sosok kakak perempuan Rangga sudah meninggal dan kini hanya Rangga anak satu-satunya yang tersisa.
Perasaan tak enak pun mulai menjalar ke seluruh tubuh, hawa mulai dingin, dan sifat tenang Rangga sirna begitu saja. Rangga berusaha mendekat ke jendela. Mendadak kemudian, wajah pucat milik Raisa muncul seketika seraya kedua tangannya menggebrak kaca jendela.
"Wuaaaaaaaaaaa!"
Rangga memekik dan mundur beberapa langkah sampai terjatuh.
"Ranggaaaaaaaaa." Suara Raisa terdengar menyayat kala memanggil nama anak muda itu.
"Kak Raisa!" pekik Rangga.
Sosok yang menyerupai Raisa itu menembus kaca jendela dan memasuki kamar Rangga.
"Hai, Rangga….."
Lantai kamar Rangga seketika penuh dengan tetesan cairan berwarna merah yang berasal kedua kaki Raisa yang penuh luka dan bersimbah darah.
"Kakak! Balasan dendam elu, Kak! Elu harus hidup dengan tenang … eh, mati dengan tenang, Kak! Mama juga pengen elu mati dengan tenang. Gue nggak perduli elu mau apain tuh orang-orang yang pernah bikin elu kecewa! Gue ikhlas asal elu tenang, Kak!" tukas Rangga.
Barang-barang di kamar Rangga berterbangan seolah ada badai besar yang datang melanda. Dan tak lama kemudian, barang-barang itu berjatuhan satu persatu.
Sosok Raisa yang tubuhnya bersimbah darah mulai tersenyum menyeringai dengan mata hitam yang melotot ke arah Rangga. Lalu, dia menghilang.
...***...
Di pohon nangka seberang rumah Rangga. Tante Silla, kuntilanak senior di kawasan komplek rumah keluarga Prayoga menghampiri kuntilanak baru penunggu pohon nangka tersebut.
"Ratu Silla, tadi aku habis nakutin anak iseng yang suka kencing di pohon ini terus buang puntung rokok di sini, loh," ucap Sisi si kuntilanak baru itu.
"Wah, anak cowok yang di rumah itu?" tunjuk Silla ke rumah Rangga.
"Iya, yang rambutnya keriting itu. Hahaha, dia pikir aku itu hantu kakaknya gara-gara muka aku darah semua. Dasar blo'on tuh anak, hihihihi." Sisi tertawa puas.
"Bagus bagus, emang pantes tuh anak nakal digituin. Aku juga gemes kalau dia suka coret-coret tembok rumah warga pakai pilok," sahut Silla dengan geram.
Lantas Silla membawa Sisi untuk berkumpul dengan para kuntilanak lainnya di kebun sekolah.
...******...
...To be continued, see you next chapter!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
ada ya perkumpulan Kunti jadi bikin ngakak bacanya 🤣🤣🤣
2024-01-01
0
Maz Andy'ne Yulixah
Tapi gara2 sisi nakutin rangga,pasti rangga bakal bunuh satu persatu geng mapala,apa jangan2 yang bunuh emang rangga ya🤔🤔
2023-07-14
0
Ayuk Vila Desi
ternyata anak buahnya silla
2023-06-26
0