Bab 4 PMM
Jasad Raisa yang ditemukan oleh tim SAR lalu diangkat setelah semua anggota berhasil dievakuasi. Kondisinya mengenaskan. Kaki dan tangannya patah serta tempurung kepala pecah membentur karang. Tak ada tanda-tanda kekerasan di tubuh Raisa sehingga penyidik menganggap kematian gadis itu karena kecelakaan yang menyebabkan dirinya sendiri lalai sampai terjatuh ke jurang.
Ajeng yang terluka dilarikan ke rumah sakit bersama Briana. Rupanya, Raisa tak sengaja menggores tangan Briana dengan kukunya kala sedang bertengkar semalam. Briana pikir dirinya akan baik-baik saja tetapi rupanya gadis itu menderita hemofilia dan menyebabkan darahnya sukar membeku. Rara membantu membalut luka Briana semampunya.
"Gue nggak yakin kalau Raisa jatoh sendiri. Pasti ada yang sengaja dorong. Tyo, elu yang terakhir sama Raisa, kan?" tuding Devan.
"Sialan luh! Elu kan juga bangun pas gue lagi ribut sama dia jam setengah empat. Gue baru tau kalau dia yang ancam gue dan laporin judi online gue ke rektor. Dia minta crypto gue dialihkan ke dia. Itu juga dia bilang karena elu yang nyuruh," ucap Tyo.
"Ya, tapi gue nggak pernah nyuruh dia lakuin itu, kok. Gue langsung tegor dia terus–"
"Terus elu putusin dia, kan? Gue denger semuanya. Jadi elu yang terakhir ketemu Raisa," ucap Tyo.
"Tapi gue nggak bunuh Raisa!" seru Devan.
"Gue juga nggak!" sahut Tyo.
"Guys! Kalian apa-apaan sih pada ribut gini?! Kalian dengar sendiri kan kalau Raisa kecelakaan dan jatoh dari atas puncak?! Ya udah hargai hasil penyidikan jangan malah asik berargumen sendiri, paham?!" Dikta melerai Tyo dan Devan.
Dikta lantas meminta Raja menarik Tyo, sementara dia menarik Devan. Sebaiknya Raja dan Tyo pulang bersama Rara di mobil tim SAR yang nomor satu. Sementara itu, Devan dan Dikta berada di mobil tim SAR nomor dua. Namun, Lani menolak dan memilih tetap bersama Rara.
Pada akhirnya mereka kembali pulang ke rumah masing-masing.
***
Di rumah Raja, Rara telah datang dan bersiap mengajaknya ke pemakaman Raisa.
"Itu gimana sih kok bisa si Raisa se teledor itu sampai jatuh, loh," ucap Bunda saat menyiapkan nasi goreng untuk anak-anak nya.
"Tau tuh, Bunda. Mungkin karma kali gara-gara nyusahin banyak orang," sahut Raja.
"Ja, nggak boleh bilang gitu. Namanya juga musibah jangan dikait-kaitkan," sahut Rara seraya membetulkan pita kunciran milik Dira.
"Tapi, bisa jadi loh, Kak. Para penghuni gunung marah sama Kak Raisa. Terus mereka buat Kak Raisa jatuh biar jadi pengabdi gunung," celetuk Dira.
"Terus itu pengabdi gunung saingan sama pengabdi setan, ya? Buahahaha!" Adam sampai tersedak saat sarapan.
"Syukurin!" cibir Dira.
"Tapi, aku nggak lihat makhluk astral di atas puncak itu selain di pos satu. Emang aneh sih hantu di pos satu itu bilang agar kita hati-hati karena kejadian mengerikan sering terjadi. Dan entah kenapa hawanya tuh anggota Mapala Merah bawaannya pengen ribut," sahut Raja.
"Iya loh, aku juga taunya gitu. Kok, tiba-tiba pada ribut dan bilang benci Raisa," sahut Rara.
"Udah-udah terusin sarapannya. Nanti keburu telat ke acara pemakaman Raisa, kan?" Dita menegur.
Raja dan Rara mengangguk bersamaan. Lalu setelah sarapan, mereka pamit pada Bunda Dita. Mengendarai vespa antik milik Raja, mereka menuju ke pemakaman.
...***...
Beberapa dosen dan mahasiswa Kampus Merah telah tiba di pemakaman Raisa. Raja dan Rara menemui ibunya Raisa untuk mengucapkan belasungkawa. Namun, saat ibunya Raisa melihat Devan, wanita itu langsung melotot dan mengusir Devan.
"Kamu nggak becus jaga anak saya! Kamu nggak becus jadi pemimpin!" serunya.
Semua yang hadir di pemakaman langsung menoleh pada Devan. Omelan ibunya Raisa sukses membuat Devan menjadi pusat perhatian.
Setelah ditinggalkan begitu saja, seorang dosen menghampiri Devan.
"Mulai saat ini bubarkan Mapala Merah! Jangan ada kegiatan lagi, karena kamu telah lalai dan membahayakan bahkan sampai ada korban jiwa di kegiatan kamu!" tegas Pak Fikri, dosen pembimbing Mapala Merah.
"Tapi, Pak … kematian Raisa kan kecelakaan karena ulah dia sendiri!" seru Devan membela diri.
"Tetap saja kamu lalai menjaganya! Jika sampai kamu nekat masih melakukan kegiatan naik gunung yang membawa nama besar kampus, maka kamu saya keluarkan!" ancam Pak Fikri.
Devan mengepal kedua tangannya. Mungkin jika bukan Pak Fikri yang memarahinya, dia sudah memukul pria di hadapannya itu. Dikta mencengekram bahu Devan agar bersikap lebih sabar saat Pak Fikri pergi.
"Gue nggak nyangka si Raisa udah mati aja masih nyusahin gue," sungut Devan menepis tangan Dikta lalu melangkah menuju parkiran makam. Ia menaiki motor Kawasaki Ninja 250 cc berwarna merah dan melajukannya dengan ngebut.
"Oke untuk sementara Mapala Merah kita bubarkan dulu. Liat situasi dulu kalau sudah kondusif, ya bisa jadi kegiatan pecinta alam naik gunung kita dilanjutkan lagi," ucap Dikta.
"Terus, uang kas yang sama aku gimana, Kak?" tanya Rara.
"Pegang dulu aja, Ra. Nanti siapa tahu buat kegiatan yang lain yang berhubungan dengan alam," ucap Dikta.
"Tapi ruang Mapala Merah masih bisa dipake, kan? Buat bisnis gue juga, nih. Keuntungan nanti bisa gue masukin uang kas kasih Rara, tenang aja." Tyo membetulkan kacamatanya sesekali menyimak rambutnya dan memakai topi.
"Pake aja, kunci cadangan si Raja megang, kok," sahut Dikta.
"Kunci utama masih sama Devan emangnya?" sahut Ajeng menimpali yang tiba-tiba mendekat.
"Masih lah sama dia," sahut Dikta.
Ia hanya melihat Briana di dekat Ajeng, tetapi ia tidak melihat Lani bersamanya.
"Lani mana, Jeng?" tanya Dikta.
"Gue nggak tahu, mungkin nggak dateng," sahut Ajeng.
"Takut dia sama elu! Udah cari cewek lain aja!" tukas Briana.
"Hmmm, nggak segampang itu, Bri. Elu tau kan kalau gue udah punya target. Yuk, semuanya gue balik duluan!" Dikta melambaikan tangannya lalu menaiki mobil Jeep JC7 zaman dulu peninggalan kakeknya.
"Dasar bucin! Gue tahu dia mau ke mana, pasti nyari Lani," kata Tyo.
Akhirnya para anggota Mapala Merah itu bubar satu persatu.
"Ja, makan mie ayam dulu, ya," pinta Rara.
"Oke, sayang… apa sih yang nggak buat kamu," sahut Raja seraya merangkul bahu Rara.
"Kok, aku eneg ya dengernya. Jangan-jangan kamu ketularan ganjennya si Kak Dikta lagi," ucap Rara seraya menepis Rara.
"Ya ampun mau jadi pacar romantis aja salah," sungut Raja yang hampir saja menabrak dua sosok kuntilanak yang sedang mencari kutu, tepatnya kecoa.
"Eh, maaf Mbak Kunti, maaf mengganggu pesta kutunya siang-siang gini. Eh, buset! Bukan kutu taunya kecoa, kabur Ra!" Raja menarik tangan Rara
"Huh, ganggu aja sih manusia! Dia nggak tau apa kalau malam kita dinas, makanya kita sekarang lagi nyantai gini," ucap si kunti rambut gimbal.
"Tau tuh, dasar manusia!" seru kunti satunya.
Di kejauhan dekat pemakaman Raisa, seseorang tengah bersembunyi di balik pohon mengamati para anggota Mapala Merah yang pergi satu per satu. Sosok itu tersenyum menyeringai di balik hoodie hitam yang menutupi kepalanya.
...*****...
...To be continued, see you next chapter!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Diankeren
🤣🤣🤣 Udeh 100 jt tahun g keramas
2024-06-27
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
siapa ya 🤔🤔🤔
2024-01-01
0
Ayuk Vila Desi
apa itu lani
2023-06-26
0