Bab 18 PMM
"Apa-apaan ini?!" Pak Adrian si dosen killer muncul tepat saat Lani membutuhkan.
"Dikta ganggu saya, Pak!" Dengan berani Lani menunjuk ke wajah Dikta.
Pak Adrian langsung terlihat geram.
"Kamu ini selalu buat masalah sama perempuan, ya! Kamu pergi dari sini atau saya panggil kamu ke ruang dekan, mau?" ancamnya dengan mata melotot ke arah Dikta.
Dikta akhirnya tersenyum menyeringai ke arah Lani, setelah itu ia melangkah pergi begitu saja. Bahkan dia mendorong Tyo dengan bahunya. Pak Adrian sontak meminta semuanya untuk bubar.
"Elu tahu kan, Lan, sekarang? Main-main sama Dikta itu bahaya," lirih Tyo saat berjalan beriringan dengan Lani lalu bergegas menuju ke motor skutiknya.
Lani menoleh pada Raja dan Rara, "Maafin gue, ya … gara-gara gue kalian kena damprat Dika."
"Nggak apa-apa, Lan. Kamu harus lebih hati-hati sama Dikta dan sebaiknya cari aman dulu, deh," ucap Rara.
"Iya, Ra. Makasih ya Ra, Ja. Gue duluan aja kalau gitu. Sampai ketemu nanti sore di rumah gue, ya! Daaaahhhh….!" Lani melambaikan tangannya menuju ke sebuah mobil taksi online yang baru saja ia pesan.
"Ke minimarket, yuk! Aku mau obati luka kamu," kata Rara seraya melingkarkan tangannya di lengan Raja.
"Luka aku juga nanti sembuh kalau pakai cinta kamu," ucap Raja yang sukses membuat Rara merona.
"Ja… jangan mulai deh gombalnya!"
"Eh, aku nggak gombal kok! Apalagi kalau dicium, pasti sembuh!" Raja mengangkat alisnya berkali-kali seraya tersenyum pada Rara.
"Raja! Aku bilangin bunda nih kalau anaknya nakal!" Rara hanya bisa tersenyum menerima rayuan maut ala Raja.
***
Briana akhirnya datang setelah satu jam Lani dan Rara belajar kelompok. Dia membawakan tahu dan tempe goreng dari salah satu pedagang di dekat salonnya.
"Sorry, udah lama ya belajarnya? Nih, gue bawain gorengan," kata Briana.
"Makasih ya gorengannya!" ucap Lani dan Rara bersamaan.
"Udah sampai mana ngerjain soalnya?" Briana melihat kertas ulangan yang berada di depan Rara.
"Hmmmm, dari lima puluh soal … baru sepuluh hehehe." Rara meringis.
"Lumayan lah biarpun baru sepuluh. Nah, kalau gitu gue contek dulu hasil jawabannya," pinta Briana.
"Huuuuuuu!" sungut Lani.
"Lan, aku mau numpang pipis, ya?" lirih Rara mengutarakan seraya malu.
"Oh, di kamar gue aja! Tadi nyokap ada di kamar mandi kayaknya!" sahut Lani.
"Oke. Aku ke atas, ya!" Rara segera menuju ke lantai dua rumah Lani.
Setelah selesai menggunakan toilet di kamar Lani, Rara tak sengaja menyenggol sebuah buku dengan cover beludru hitam. Gadis itu terperanjat kala melihat ada beberapa foto yang berserakan. Rara pikir buku tersebut merupakan buku harian milik Lani yang seharusnya pribadi dan tak boleh ia lihat apalagi dibaca.
Namun, foto-foto itu mengganggunya untuk dilihat. Toh, Rara jug harus merapikan kembali lembaran foto tersebut ke dalam buku harian Lani itu. Akan tetapi, saat Rara melihat tampak muka salah satu lembaran foto yang menampilkan semua anggota Mapala Merah yang berfoto di kampus, depan ruangan Mapala Merah. Ada lima belas anggota tepatnya.
Akan tetapi, ada yang membuat Rara memicing ketika ia melihat wajah Raisa yang diberi tanda "X" dengan spidol merah. Begitu juga dengan foto Ajeng, Devan, lalu Dikta, Briana, dan juga Tyo. Namun, foto yang lainnya tidak diberi tanda. Lantas kemudian, timbul niat Rara ingin membaca halaman demi halaman buku tersebut, sampai suara Lani tiba-tiba terdengar muncul di tepi daun pintu, memanggilnya dan membuatnya terkejut.
"Ngapain, Ra?" tanya Lani.
"Eh, Lan, ini tadi buku kamu jatuh," sahut Rara.
Lani terbelalak dan bergegas meraih buku tersebut. Lembaran-lembaran foto juga dia masukkan ke dalam buku tersebut. Buku harian Lani lantas ia masukkan ke dalam laci lemari yang kemudian ia kunci.
"Yuk, ngerjain lagi!" ajak Lani tampak kikuk dan canggung begitu juga Rara.
Dalam hati, Rara masih memikirkan buku catatan harian Lani dan gambar yang diberi tanda silang warna merah itu. Rara ingin menanyakannya, tetapi ia tak berani.
Saat belajar kelompok, ponsel Lani berdering. Ada sebuah nama yaitu "Dikta" yang kerap ia hindari. Ia menekan tombol reject. Tak lama kemudian, muncul nomor yang tidak dikenalnya. Lani kembali menolak panggilan itu.
"Ummm, Bri, gue nginep di rumah elu, ya? Gue takut si Dikta bakal nyariin gue ke nyokap," bisik Lani.
"Kontrakan gue sempit," sahut Briana.
"Nggak apa-apa." Lani tersenyum.
Selepas pulang dari belajar bersama, Lani menginap di rumah Briana. Lani baru berani pulang di hari Sabtu atau Minggu saat kedua orangtuanya ada di rumah semua.
...***...
Di rumah kontrakan Briana.
Dengan kalut Lani menceritakan masalah itu pada Briana. Keduanya lantas berembuk mencari jalan keluar, karena Lani tetap dengan tekadnya. Putus dari Dikta dan tetap mendekati Boy. Namun, bagi Briana dan anak Mapala Merah lainnya hal itu artinya cuma satu kata yang akan ada di hidup Lani, musibah.
Maka, langkah pertama yang bisa terpikir oleh Briana hanya satu, menemani dan mengawal Lani ke mana pun dia pergi. Briana juga meminta Rara dan Raja untuk membantu.
Keesokannya hari-hari Lani makin sulit. Dan yang paling sering menjadi tameng Lani adalah Rara. Padahal menjadikan Rara sebagai perisai untuk menghadapi Dikta sama saja dengan menyodorkan anak ayam langsung ke mulut serigala.
Begitu Dikta menunjukkan gejala akan melakukan sesuatu, Briana memang akan langsung melejit dan memberitahukan Lani.
Dikta sendiri menghadapi situasi itu dengan santai. Situasi yang membuat Lani mendadak menjadi aktris wanita film "Scream" yang menjadumi buruan penjahat bertopeng dan memegang pisau tajam itu. Briana selalu menyempatkan diri untuk menjadi pengawal ketat Lani bersama Rara.
Dikta juga hanya mengawasi dengan senyum, saat mendadak Briana, Lani, dan Rara tiba-tiba berganti arah begitu melihatnya. Ketiga gadis itu bahkan berlari terbirit-birit menjauhi Dikta. Namun, Dikta sama sekali tidak berusaha untuk mengejar. Atau mungkin dia sengaja mempermainkan Lani. Jika nanti sudah saatnya tiba, dia pasti akan membawa Lani.
Namun hari ini berbeda. Hari ini Dikta yakin Lani memang ingin pergi darinya lebih jauh lagi bahkan Dikta mendengar kalau Lani memintapada ibunya untuk pergi ke rumah sang nenek di Kota Malangan. Dan karena kepastian itu telah dia dapatkan, Dikta kemudian tidak lagi menanggapi situasi kepergian Lani dengan santai.
Hari itu jam sebelas siang, Briana membawa mobil avanza milik sang bos salon untuk membeli beberapa produk perawatan rambut yang mulai habis. Lani ikut dengannya untuk membantu. Toh, nantinya dia pulang kembali ke rumah kos Briana.
Briana lantas memarkir Avanza-nya di bawah kerindangan sebatang pohon, di salah satu sudut area parkir depan gedung dekan yang cukup terhalang.
Sebelum turun dari mobil, Briana menghubungi Rara. Dari dalam ponselnya, dia memberitahukan kalau dirinya dan Lani sudah sampai di kampus. Ia meminta Rara supaya menyusul. Seperti biasa, mereka harus mengawal Lani dengan ketat sampai ke kelas.
Briana dan Lani lalu turun dari dalam mobil. Setelah memastikan semua pintu sudah terkunci, ia mengajak Lani menunggu Rara di belakang mobil. Akan tetapi, baru saja keduanya berdiri bersandar di pintu belakang mobil untuk menunggu Rara, mendadak mobil Dikta muncul di hadapan.
...*****...
...To be continued, see you next chapter!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
jadi curiga sama Lani nih 🤔🤔
2024-01-01
0
Ayuk Vila Desi
lani patut di curigai
2023-06-26
0
angel
biasa nya...yang sok menjadi seorang korban...justru dia sendiri yang menbuat orang lain koban
2023-06-13
0