Bab 13 PMM
"Ya Tuhan! Gue jatuh cinta sama cowok itu!" desis Lani dalam hati.
Gadis itu sempat berpikir kalau keberuntungan akan cinta tidak akan pernah datang padanya. Apalagi sejak dipaksa berkenalan dengan Dikta oleh Raisa.
"Girlsss… oh ya ampun! Gue seneng banget!" seru Lani tersenyum lebar.
Kedua matanya sontak berbinar. Jantungnya juga jadi berdetak kencang.
"Wah, nggak waras nih temen kita!" Briana menyentuh dahi Lani dengan punggung tangannya.
"Apa ada yang gue lewatkan?" tanya Ajeng saat mereka berada di toilet perempuan.
"Lani punya target cowok baru, Jeng. Anak Teknik Komputer," sahut Briana.
"Wow, keren banget! Tapi, si Dikta gimana?" Ajeng sampai menutup mulutnya karena teringat dengan keganasan Dikta jika cemburu.
"Gue nggak mau sama Dikta. Jadi, hak gue dong buat punya pacar cowok lain!" sahut Lani yang selesai memulai bedak dan lipstik.
Lani lantas keluar dari toilet disusul Briana. Ajeng melihat ke arah Raisa yang hanya diam dan melihatnya di cermin.
"Kenapa elu?" tanya Ajeng.
"Gue liat elu sama Devan, loh. Tapi… perasaan gue aja kali, Jeng. Mirip sama kalian sekilas. Yuk, ah susul si Lani sama Bri!" ajak Raisa seraya merangkul Ajeng.
Padahal, Ajeng tampak kikuk setelah mengira ia benar-benar ketahuan oleh Raisa.
Bisa ditebak apa yang terjadi kemudian. Lani yang sekarang paling bersemangat menuju taman kampus. Setiap ada waktu luang, langsung diseretnya para kawan-kawannya, ya minimal salah satu dari mereka ke taman utama kampus. Gadis itu langsung menuju bangku yang sama. Kemudian ia akan segera memindai para mahasiswa yang melintas atau nongkrong di taman itu.
Seminggu itu dihabiskan Lani untuk melihat pria muda bernama Boy anak fakultas Teknik Komputer. Jika Boy tidak terlihat sampai saat Lani harus meninggalkan taman, muka gadis itu akan langsung sendu dan gelap seketika.
Akan tetapi, jika Boy melintas lalu tersenyum serta menyapa Lani dan kawan-kawan, wajah gadis itu akan langsung berubah cerah. Seharian Lani akan semangat karena dia bahagia. Saat meninggalkan taman, langkah-langkah kakinya jadi seperti terbang, padahal hanya kata sapa "hai" yang terucap dari pria itu.
"Sa, kalau Lani lagi naksir orang, berarti akan ada urusan runyam," ucap Briana.
"Masih untung orang bukan setan! Udahlah biarin aja!" seru Raisa.
"Ngaco, luh!" ketus Ajeng.
"Eh, beneran si Lani harus hati-hati tau," ucap Briana mengingatkan.
"Hati-hati kenapa, sih? Emang ada masalah apa? Gue cuma jatuh cinta doang, kok," sahut Lani.
"Elu nggak takut apa kalau Dikta dan kawan-kawan bakalan curiga?" tukas Briana.
"Iya, bener juga, Lan." Ajeng membenarkan.
"Elu harus jaga sikap. Takutnya pas lagi ada Dikta terus si Boy lewat, eh elunya malah kecentilan. Terus si Dikta bisa curiga tau!" ucap Briana.
"Betul!" Ajeng mengangguk.
"Kan, udah gue bilang si Dikta bukan siapa siapanya gue. Lagian kenapa sih kalau gue suka sama Boy, gue nggak berhak gitu jatuh cinta," ucap Lani.
Irisnya telah mengkilap berusaha membendung aliran yang mulai mengembang itu. Rasanya Fani ingin menangis.
"Kalian tahu nggak, sih, kalau gue suka banget kalau gue ngeliat dia," lirih Lani.
"Lan, bukannya ini proyek untuk gue? Gue habis ribut sama Devan mau cari cowok baru malah elu yang kepincut. Kok, jadi elo yang dapet sih?" Raisa merasa dirinya jadi agak keki.
"Emang elu bisa move on dari Devan? Elu mah mau diapain juga tetep Devan di hati terus, kan?" sungut Lani.
"Udah deh kalian semua stop!" potong Ajeng.
Pria yang diharapkan Lani sedari tadi melintas. Boy melambaikan tangan seraya menyapa, "Hai!"
"Hai!" balas Lani, tetapi ia merasa dengkulnya langsung lemas.
"Lan, eling woi! Eling!" Ajeng meraup wajah Lani.
"Kayaknya dia suka juga sama gue, Jeng." Segitu percaya dirinya Lani berharap.
"Baru juga dikasih senyum sama hai-hai
doang udah ge er. Kayak gitu nggak bisa elu jadiin tolak ukur buat anggap dia suka sama elu," sungut Raisa.
"Eh, coba kalian ingat-ingat, deh! Buktinya lo sama Ajeng, sama Bri, juga nggak dikasih senyum, hayo? Dia senyumnya sama gue doang." Lani makin percaya diri.
"Ah, udah lah, males gue!" potong Ajeng.
"Mulai besok kita nggak usah ke sini lagi!" tegas Raisa berucap.
Gadis itu memang tak suka jika bukan dia yang jadi pemeran utama di dalam kelompoknya itu. Briana menoleh dan menatap Lani, iya mengangguk setuju dengan Raisa kali ini.
"Raisa bener tuh! Mulai besok kita cari cowok di fakultas sendiri aja. Kali aja jodoh elo emang masih satu jurusan," sahut Briana.
"Iya, bener tuh!" Raisa mengangguk.
Briana hanya mencegah keburukan yang menimpa Lani nantinya jika Dikta tahu kalau Lani punya incaran baru.
Lani akhirnya mengikuti kawan-kawan nya meninggalkan taman utama kampus dengan ditarik lengannya oleh Ajeng dan Briana di masing-masing lengannya. Kedua kaki Lani melangkah gontai. Segala sesuatu yang ditatapnya juga jadi terlihat menyedihkan kini. Cinta pertamanya kandas sudah. Lani akhirnya tersadar kalau Dikta merupakan kutukan untuknya dalam mendapatkan pria lain.
Namun, Lani senang sekali bersahabat dengan Raisa, Briana, dan Ajeng. Sampai suatu ketika, keburukan Raisa terungkap dan membuat Lani sangat membencinya. Raisa dapat melakukan apa pun, mengorbankan apa pun, bahkan sahabatnya sendiri demi kejayaan yang ia dapat. Sekali lagi, Raisa akan selalu ingin menjadi pemeran utama.
...***...
Rara masih menemani Lani yang tengah mencurahkan hatinya. Rara tahu kalau gadis di sampingnya merindukan sosok para sahabatnya. Namun, Rara juga tahu kalau Lani menyiratkan dendam. Terutama pada Raisa. Entah apa yang telah Raisa lakukan sampai Lani bisa membenci sahabatnya sendiri seperti itu.
"Ra, elu cinta sama Raja?" tanya Lani tiba-tiba.
"Kenapa emangnya?" Rara mengernyit.
"Kalau elu putus sama Raja. Gue bisa nekat deketin Raja. Gue udah izin sama elu, ya. Jadi jangan marah kalau gue deketin Raja," ucap Lani.
"Kok, kamu ngomong gitu, Lan? Raja kan masih pacar aku," sahut Rara.
"Nah, makanya itu. Kalau elu putus sama Raja, ya siap siap aja gue bakal deketin dia," ucap Lani.
"Terus kamu sama Dikta, gimana?" tanya Rara.
"Gue udah putus sama dia, hehehe. Gue balik duluan, ya!" Lani bangkit lalu melambaikan tangan pada Rara.
Rara sampai meremas botol plastik air mineral di sampingnya. Ia benar-benar kesal pada Lani. Kalau dia tak mempertahankan Raja, maka ada gadis yang siap merebutnya. Lalu, kalau dia menghempas egonya, teringat kembali kebohongan Raja yang membuatnya kesal.
"Ra, bisa bicara sebentar?" Dikta datang mendekati Lani secara tiba-tiba mengejutkannya.
"Eh, kamu sejak kapan di situ?" tanya Rara.
"Bisa kita bicara sekarang?" tanya Dikta lagi.
"Ngomong aja di sini juga bisa," sahut Rara.
"Gue nggak mau kita bicara di sini! Kelamaan lah, ayo ikut gue!" Dikta menarik tangan Rara.
"Loh, loh, ini kok maksa banget, sih?!" sungut Rara.
Dikta memaksa Rara untuk masuk ke dalam mobilnya. Saat Dikta melajukan mobil jeep-nya membawa Rara, Raja yang sedang menuju ke parkiran motor kampus melihatnya melintas.
"Rara?" lirih Raja.
...******...
...To be continued, see you next chapter!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
gantian skrng Raja yg marah sama Rara
2024-01-01
0
Ayuk Vila Desi
lah salah paham lagi
2023-06-26
0
⸙ᵍᵏ Sari Kᵝ⃟ᴸ
aih jadilah kalian namti salah paham. tapi semoga saja Dikta ga gangguin Rara
2023-05-10
2