Bab 3 PMM
"Jaga mulutmu, Sa!" seru Briana.
"Gue kan cuma ngomong kenyataan. Kalau udah gini kita makin ribet buat turun dari sini, kan?" sungut Raisa.
HT yang ada pada Devan berbunyi. Terdengar pemberitahuan kalau jembatan gantung itu putus.
"Sial, terus gimana kita bisa pulangnya?" seru Devan.
"Ya udah hubungi tim SAR sekarang!" seru Raja.
"Gue juga tahu! Elu anak baru nggak usah perintah gue kayak gini," tegasnya.
"Lah, kenapa elu jadi nyolot, Van! Raja cuma kasih masukan doang," sahut Tyo.
"Ya udah kita istirahat aja di sini dulu, kasian Ajeng kakinya sakit," ucap Rara yang membawa Ajeng masuk ke dalam rumah tersebut.
"Ra, emang nggak ada orangnya main masuk aja?" tanya Raja.
"Kayaknya nggak ada. Kalau pun ada ya nanti kita izin sama dia buat numpang di sini sampai tim SAR datang," ucap Rara.
Raja akhirnya mengangguk dan membantu Rara memapah Ajeng. Brian terpaksa mengikuti Rara akhirnya.
Semuanya terpaksa bermalam di dalam gubuk tersebut.
Sementara itu, Dikta menghilang bersama Raisa. Devan mengetahui hal tersebut lalu mencarinya. Ia mengintip dari balik pepohonan kalau Raisa dan Dikta terlihat berbincang mesra. Bahkan Devan melihat Dikta mencium Raisa kala itu.
"Sialan! Dasar cewek murahan! Bukannya dia suka sama gue dan niat banget ikut naik gunung biar gue nggak deket sama Rara? Kok, bisa-bisanya dia malah selingkuh sama temen gue sendiri," ucap Devan seraya memukul batang pohon tersebut.
Tak lama kemudian saat Raisa dan Dikta kembali, Devan menarik tangan Dikta yang terperanjat karena Devan sudah menunggunya.
"Elu ngapain sama Raisa?" tanya Devan.
"Gue nggak ngapa-ngapain," sahut Dikta.
"Nggak usah bohong, deh! Gue tahu yang elu lakuin sama dia!" Devan hendak memukul Dikta, tetapi pria itu menghindar.
"Gue justru kesel sama Raisa karena dia berani ngancam gue. Dia minta gue bikin tim kita kalah supaya dia hapus foto gue bareng Chika anak kampus sebelah. Gue nggak mau dia nunjukin itu ke Lani," sahut Dikta.
"Jadi, elu sengaja memperlambat jalan tim kita tadi biar kita kalah?" Devan bersungut-sungut.
"Sorry, Van."
Tiba-tiba, terdengar suara teriakan dari arah belakang. Briana terlihat ketakutan kala Raisa memegang kepala kelinci yang ia temukan di belakang rumah gubug tersebut.
"Apa-apaan ini?!" pekik Devan.
"Apa sih? Santai aja kali, Van! Gue cuma mau isengin Briana ternyata lucu juga," ucap Raisa tanpa rasa bersalah.
"Gila luh! Ini nggak lucu tau!" Briana berseru seraya mendorong bahu Raisa.
"Sinting tuh cewek luh! Putusin aja!" bisik Tyo membetulkan posisi kecamatanya lalu beralih kembali ke ponselnya untuk bermain slot.
"Tyo! Gue denger ya kalau elu ngatain gue sinting!" seru Raisa.
Tyo tak peduli dan hanya mengangkat jari tengah yang kanan ke arah Raisa.
"Ini kenapa pada kayak gini, sih?" gumam Raja.
"Aura rumah ini nggak enak, Ja. Bikin panas dan emosi. Kayaknya kita harus buru-buru keluar dari sini," kata Rara dengan nada berbisik pada Raja.
"Tapi di luar hujan, Ra. Belum lagi jembatan yang putus," sahut Raja.
"Iya juga, sih. Tapi, mereka makin pada emosional gitu," ucap Rara.
"Ya udah kita tim sabar aja," ucap Raja.
"Ja, Lani ke mana?" tanya Rara seraya memandang berkeliling.
"Ta, Lani ke mana?" tanya Raja pada Dikta.
"Emangnya nggak ada sama kalian?" Dikta mulai meradang.
Dia hanya melihat Ajeng yang sedang tertidur dan juga Briana yang tampak sibuk memainkan ponsel sama seperti Tyo.
"Sial!" Dikta lantas keluar dari rumah gubug itu untuk mencari Lani.
Devan juga mengajak Raisa untuk mencari Lani.
Sementara itu di dalam gubug, tampak tubuh Briana mulai kejang-kejang. Seperti ada yang merasuk ke dalam tubuhnya.
"Waduh, Briana kesurupan kayaknya," ucap Raja lalu meminta Tyo dan Rara untuk memegangi Briana.
"Mau apa kalian di sini? Pergi atau kalian harus mati!" seru Briana.
"Bri, sadar Bri!" ucap Rara.
"Bacain ayat kursi, Ra!" seru Raja.
Kondisi Briana semakin menjadi-jadi sampai ia mendorong Tyo. Pemuda itu malah tak sengaja jatuh di kaki Ajeng yang sedang sakit.
"Tyoooo! Sakit tau! Sial banget sih gue hari ini ikut kalian," sungut Ajeng.
"Maaf Jeng, gue nggak sengaja. Ini gue mau megangin Briana!" seru Tyo.
"Ini semua gara-gara Raisa. Harusnya dia nggak ngajakin kita ke sini," ucap Ajeng.
"Kalian harus mati! Kalian harus mati!" Briana yang tengah kerasukan sampai menggigit tangan Rara. Raja lantas meraih ponsel Briana dan mencari playlist seorang qori yang melantunkan surah yasin. Raja mengatur untuk memutarnya ulang berkali-kali.
"Ra, kamu nggak apa-apa kan?" tanya Raja khawatir.
"Aku nggak apa-apa, pegang si Briana!" seru Rara.
Akhirnya setelah Raja membacakan Briana ayat kursi dan memukul dahi gadis bule itu, Briana mulai tenang. Tyo juga membantu Rara untuk membalut lukanya dengan perban setelah dibubuhi betadine.
Tampak sosok Lani menangis memasuki gubug disusul dengan Raisa, Dikta, dan Devan.
"Pada kenapa ini? Kok, jadi berantakan gini rumah orang?" tanya Devan.
"Tadi Briana kesurupan," sahut Tyo.
"Hah? Kesurupan? Hari gini masih percaya dia kesurupan? Kena gangguan mental kali," sahut Raisa.
Briana bangkit dan menampar pipi Raisa.
"Elu yang kena gangguan mental!" Briana yang masih lemah lantas merebahkan tubuhnya kembali.
Raisa hendak membalas dan memukul balik Briana, tetapi Raja menahannya.
"Bisa nggak kita semua pada tenang sampai tim sar datang? Udah jam satu pagi kalian semua nggak pada capek apa?" tukas Raja.
Raisa langsung luluh pada Raja. Gadis itu lalu duduk di sudut ruangan yang beralaskan tanah itu. Raisa meraih salah satu kulit binatang untuk dijadikan alas duduk.
Dikta masih saja berusaha mendekati Lani, tetapi gadis itu memilih untuk berdekatan dengan Rara. Lani tampak ketakutan. Rara lantas meminta Dikta untuk menjauh.
"Lan, kamu nggak apa-apa?" tanya Rara.
"A-ku, aku benci sama Raisa, Ra." Lani pun menutup wajahnya di bahu Rara seraya terisak.
"Hus, nggak boleh ngomong gitu. Udah kamu tenangin dulu diri kamu, ya," bisik Rara seraya menepuk punggung tangan Lani.
Rara melihat ke arah Raja untuk memastikan apa ada makhluk astral di sekitar gubug yang ingin mengganggu. Namun, Raja menggelengkan kepalanya. Dia akan berjaga sampai memastikan yang lainnya beristirahat.
***
Keesokan paginya, tim SAR telah tiba. Salah satu petugas membuka pintu gubug tersebut dan meminta Raja dan yang lainnya untuk terjaga.
"Karena jembatan gantung menuju puncak belum bisa diperbaiki, maka kalian akan dievakuasi menggunakan heli. Kami hanya bisa menampung lima orang, sisanya menunggu dulu, ya!" Petugas bernama Han tersebut memberi perintah.
Raja meminta Ajeng, Briana, Rara, Lani, dan Raisa untuk pergi lebih dulu. Namun, Raisa tak ada di tempatnya.
Salah satu petugas melapor ke Pak Han.
"Kapt, ada mayat perempuan di jurang sana!" serunya.
"Mayat?" Kapten Han menatap tak percaya begitu juga dengan para anggota Mapala Merah.
...******...
...To be continued, see you next chapter!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
apa Raisa ya mayat perempuan itu 🤔🤔
2024-01-01
1
Ayuk Vila Desi
siapa yang mati...Raisa kah
2023-06-26
0
⍣⃝ꉣ M𝒂𝒕𝒂 P𝒆𝒏𝒂_✒️
blm ngeliat visual karakter udh koit duluan..
2023-05-23
1