Bab 7 PMM
Di kampus, Rara membicarakan paket mengerikan dan menjijikkan yang sampai ke rumahnya. Rupanya, Lani dan Briana juga mendapatkan paket yang sama. Tyo, Devan, dan Dikta juga mengaku mendapat paket yang sama berdasarkan penuturan Briana.
Siang itu, tepat jam satu lebih lima belas menit, dosen ekonomi akuntansi menghentikan kuliahnya. Sesaat setelah dosen wanita itu melewati ambang pintu, ada lengan terulur dan memeluk Lani dari belakang.
"Sayang, jalan yuk?" bisik Dikta dengan lembut.
"Ma-maaf, Ta. Aku mau pergi sama Rara," ucap Lani menatap Rara dan memintanya untuk membantunya.
"Ra, Lani pulang sama gue, ya. Elu pulang sama Raja, kan?" Dikta secara mendadak menoleh ke arah Rara dan menatapnya penuh ancaman.
"I-iya. Aku duluan ya, Lan." Rara tahu kalau dia tak boleh melawan Dikta.
Rara segera menemui Raja yang berada di gedung sebelah, kelas Desain Grafis.
Lani menoleh dan menatap Dikta agak takut. Entah kenapa, Lani merasa ada yang aneh. Senyum Dikta, gerak-gerik Dikta, dan cara pria itu menatapnya, semuanya terasa aneh.
"Mau ke mana siang-siang gini? Panas banget kan di luar?" tanya Lani.
Dikta tidak menjawab. Dia lepaskan pelukannya dan dibantunya Lani membereskan buku dan alat tulisnya.
"Duh... manis banget so Dikta," ucap Briana seraya melintasi kedua pasangan itu.
Lani hanya bisa mengangguk sambil menahan senyum.
"Ada apa sih, Ta? Kok, tumben kayaknya ada yang beda dari kamu?" tanya Lani.
"Ayo, buruan!" pinta Dikta yang tak menjawab lagi pertanyaan Lani.
"Oke," ucap Lani begitu selesai.
Sekali lagi Dikta tersenyum lebar saat melintasi kawan sekelas Lani yang masih ada di kelas, lalu ia menggandeng tangan Lani saat keluar kelas. Lani mencoba mengikuti langkah Dikta yang mulai cepat. Ditatapnya Briana yang ia lintasi sambil mengangkat bahu, tanda tidak mengerti.
Lani sama sekali tidak mengira bahwa Dikta membawanya pergi ke sebuah rumah yang lokasinya tidak begitu jauh dari kampus. Tidak ada orang di rumah kontrakan tiga ruang itu. Dari furniture di dalamnya, rumah itu tampaknya dihuni oleh beberapa mahasiswa.
"Ini bukannya tempat kos si Tyo, ya?" tanya Lani heran, "mau ngapain kita ke sini?"
Lagi-lagi, Dikta tidak menjawab. Dikuncinya pintu rumah kos Tyo, lalu dikantonginya kunci itu.
"Ngapain ke sini? Kamu mau apa?!" bentak Lani mengulang pertanyaannya dengan nada lebih tinggi.
Ia heran karena saat berbalik didapatinya Dikta tengah berdiri bersandar di pintu dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
"Ta, aku mau pulang!" tegas Lani.
Dikta hanya diam menatapnya. Lani merasakan sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang membuat Dikta menjadi pria yang semakin menakutkan.
"Kamu seksi juga, ya? Gimana rasanya tampil seksi di mata cowok-cowok itu?" Dikta buka suara seraya tersenyum.
Senyum yang membuat perasaan Lani mendadak jadi tidak enak.
"Apaan sih, Ta? Aku nggak ngerti!" Lani semakin bingung.
"Gimana rasanya jadi objek imajinasi para cowok itu? Kamu pasti bangga dong pastinya, ya?" Dikta meneruskan pertanyaannya.
"Maksud kamu apa, sih?!" sentak Lani.
"Kasih aku kebanggaan juga dong. Supaya aku bisa bilang ke tiga cowok itu termasuk Tyo, kalau aku bisa dapat lebih dari itu. Ya jelas dong, aku kan pacar kamu. Pasti aku bakalan dapat lebih dari itu, kan?" Dikta tersenyum menyeringai.
Lani masih tak mengerti sampai Dikta mengeluarkan sebuah amplop cokelat dari belakang punggungnya. Ia melemparnya ke wajah Lani.
"Apa ini?!" pekik Lani seraya melihat amplop tersebut itu jatuh.
"Lihat aja!" seru Dikta makin kesal.
Lani meraihnya dan mendapati ada lembaran foto yang memperlihatkan dirinya memakai kemeja putih transparan sehingga memperlihatkan lekuk tubuhnya dan pakaian dalam warna hitam yang menyembulkan sebagian benda kebanggaan gadis itu. Lani juga memakai celana jeans pendek yang memperlihatkan paha mulusnya. Ada tiga pria asing dan Tyo yang tengah berpesta bersamanya. Pesta saat kelulusan SMA di sebuah pantai. Lani ingat foto itu diambil dari ponselnya Raisa.
"Kenapa foto ini bisa sama kamu?" tanya Lani tersentak. Ia sadar sekarang, apa yang menjadi sumber rasa asing yang dirasakannya terhadap Dikta.
"Dikirim ke rumah bareng bangkai tikus. Lucu ya kamu nggak pernah bilang kalau satu SMA bareng Tyo dan Raisa. Aku juga baru tau cewek yang aku pikir polos kayak kamu ternyata suka pesta dan bisa pakai pakaian seksi juga," cibir Dikta.
"Sumpah ini tuh foto aib aku. Raisa udah buat aku mabuk dan basahin baju aku. Terus aku disuruh ganti pakai bajunya. Aku nggak nyangka kalau baju ini nerawang. Pas aku tahu, aku mohon banget supaya Raisa nggak nyebarin ini. Padahal dia selalu buat aku ngelakuin apa yang dia mau dengan ancaman foto ini bahkan ada yang lebih–"
"Lebih apa? Lebih hot, gitu?" tanya Dikta.
Lani menunduk seraya mengangguk. Di dalam hatinya, Raisa selalu mengancamnya dengan foto Lani yang diambil diam-diam saat Lani hanya memakai pakaian dalam ketika tengah berganti baju di dalam kapal pesat tersebut.
"Jadi kamu ngajak aku ke sini untuk ngo- mong ini?" tanya Lani akhirnya.
"Hanya untuk ngomong ini?" Dikta mengangkat kedua alisnya lalu melanjutkan perkataannya kala mendekat ke arah Lani, "Jelas nggak lah! Ngomong udah nggak asyik sekarang, Lan. Aku ke sini supaya bisa … melihat kamu lebih!"
Kemudian raut wajah Dikta mengeras. Lani mengangkat kepalanya lantas memberi tamparan keras di pipi kanan Dikta.
"Kenapa? Kamu marah? Harusnya kan aku yang marah karena aku nggak mendapat kehormatan untuk ngeliat tubuh kamu pertama kali. Mereka bahkan Tyo yang udah lihat lebih dulu. Itu berarti sekarang aku berhak ngeliat kamu lebih dari yang udah diliat Tyo dan tiga cowok beruntung itu. Iya kan?" Dikta makin membuat Lani meradang.
Lani sampai menggigit bibir. Diam-diam ditariknya napas panjang. Dadanya jadi terasa sesak dan sakit.
"Jadi, benar kata mereka kalau kamu memang perusak wanita," lirih Lani.
Gadis itu lalu memberi tantangan yang justru membuat Dikta sebenarnya malah nyaris mati langkah.
"Kalau kamu mau ngeliat lebih dari yang udah diliat Tyo … buka aja pakai tangan kamu sendiri!" Lani menatap Dikta dengan tajam.
Dikta agak tersentak. Pria itu tidak menyangka akan menerima tantangan baru dari Lani. Namun kemudian dia sadar kalau Lani bisa bertindak seperti itu. Dikta malah semakin marah. Ditatapnya wajah Lani tajam-tajam.
"Aku tahu kalau aku nggak akan bisa lepas dari sini. Aku cuma seorang cewek lemah. Harusnya tantangan aku bisa kamu tangani dengan mudah, bukan?" tanya Lani.
Dikta tahu kalau tantangan Lani mudah, cukup merobek selembar kain dengan gampang. Namun yang dia inginkan kala itu, dia ingin Lani yang memberikannya sendiri. Memperlihatkan tubuhnya dengan mudah sama seperti yang dilakukan Lani kala itu untuk Tyo dan tiga pria kawan SMA nya.
"Kenapa? Bukankah kamu juga udah sering melakukannya? Menghancurkan para mantan kamu dulu?" tuding Lani.
...*****...
...To be continued, see you next chapter!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
msh misteri
2024-01-01
0
Ayuk Vila Desi
kok sekarang Briana yang mencurigakan
2023-06-26
0
⍣⃝ꉣ M𝒂𝒕𝒂 P𝒆𝒏𝒂_✒️
penjahat kelamin modusny sama aj
2023-05-25
1