Altezza terlihat terburu-buru, bergegas menuju ke sebuah balkon yang biasa menjadi tempat santai berkumpulnya keluarga istana di lantai dua. Ia membuka pintu keramik yang berukuran sama besarnya dengan pintu aula utama di lantai satu, dan langsung berada di balkon istana tersebut.
Suasana malam yang dingin, gelap, sunyi. Tidak ada suara apapun kecuali suara hembusan angin malam yang cukup kencang, hingga membuat baju formalnya berkibar-kibar, begitu pula dengan rambut hitamnya yang berhasil dibuat menari-nari akibat hembusan angin yang cukup kencang.
Laki-laki itu menoleh ke sana dan ke mari, tidak melihat siapapun di tempat tersebut, terlebih ketika ia memeriksa serta memandang ke arah jendela kamar milik Welt dan Clara yang tertutup rapat ditambah dengan tirai putih dan tanpa cahaya dari dalam. Sepertinya mereka berdua sudah benar-benar beristirahat.
"Apa kau benar-benar serius? Tiga orang?!" lagi-lagi Altezza berbicara sendiri, dengan angin lembut yang berhembus mengelilingi tubuhnya.
SET ... SET ... SET ...!!!
Apa yang menjadi pertanyaannya rupanya adalah kenyataan, dan langsung dapat ia saksikan di depan matanya. Dalam waktu bersamaan dan sangat cepat, tiga orang pria tiba-tiba saja datang dan muncul di hadapannya. Pakaian mereka serba hitam, bahkan mereka juga menutupi identitas mereka dengan memakai penutup wajah dan kepala.
"Keberadaan mereka sulit untuk disadari, bahkan aku tidak mendengar pergerakan mereka dari mana. Jika saja tanpa kesetiaan angin, kurasa aku bisa terbunuh secara tiba-tiba oleh mereka," batin Altezza, ketika mendapati ketiga orang pria itu berada di hadapannya.
"Ini tidak sesuai dengan rencana, mengapa dia yang ada di hadapan kita?" cetus salah satu dari mereka terlihat bingung dengan kehadiran Altezza yang seolah sudah tahu dan siap dengan kedatangan mereka.
"Namun meski begitu, kita akan menciptakan keseruan jika pangeran kedua turut terbunuh dalam rencana kita," sahut pria kedua dan kemudian langsung mengeluarkan dua buah belati dari belakang punggungnya.
Mereka berbicara hal yang tidak dimengerti oleh Altezza, yang jelas dirinya memahami bahwa mereka datang dengan niat jahat, bahkan sampai ada kata-kata "membunuh" yang keluar dari salah satu mulut mereka. Apalagi melihat mereka membawa senjata tajam, dan menghunuskan senjata-senjata tersebut ke arah Altezza.
Tidak terlihat adanya ketakutan sama sekali, justru Altezza malah tertawa kecil dan kemudian berkata, "wah, wah ...! Kalian hebat juga, bisa menembus penjagaan istana, ya ...?"
"Apakah kalian tidak ingin bertarung secara adil? Aku tidak membawa senjata tajam sama sekali, loh! Kalian boleh menyerang ku langsung bertiga, namun kita sama-sama menggunakan tangan kosong," lanjutnya dengan santai dan tenang berbicara seperti itu kepada tiga orang pria itu, bahkan mungkin dengan intonasi serta sikap bicara yang terkesan merendahkan serta meremehkan mereka.
"Tidak usah banyak bicara, aku akan merobek dan membuat mu tidak dapat berbicara lagi!" sahut pria ketiga, terlihat benar-benar kesal dan marah setelah Altezza selesai berbicara.
Melihat amarah serta emosi yang sudah mulai terpancing itu, membuat Altezza menyeringai tipis ketika melihatnya. Rupanya kata-katanya berhasil memancing amarah serta emosi mereka, "baiklah, silakan serang aku sebisa kalian! Kita lihat apakah kemampuan kalian dapat membuatku tergores atau tidak," ucapnya.
Laki-laki yang masih menggunakan seragam formal pangerannya itu langsung menundukkan kepalanya, dan kemudian berbicara, "berhembuslah dengan lembut ke seluruh istana, beritahu semua penjaga, terutama Kenan!" ucapnya dengan intonasi terdengar sungguh rendah dan sedikit berbisik, tidak dapat didengar oleh ketiga orang itu.
"Hei, sedang berbisik kepada siapa kau, dasar pangeran aneh!" bentak salah satu dari ketiga pria itu.
Tatapan Altezza kembali terangkat, menatap tajam dan serius ketiga orang itu. Posisinya saat ini sedang tidak membawa pedangnya, hanya tangan kosong, dan kemampuan sihir yang ia miliki. Tidak ada senjata, dan tidak ada benda-benda di sekitar yang dapat dijadikan sebagai alat pembelaan diri. Namun hal itu tetap tidak membuat sosok pangeran bungsu itu bingung atau takut, justru terlihat adanya hasrat ketertarikan untuk mencoba sesuatu dari kedua iris mata hitam pekatnya.
***
Kenan terlihat sedang bersantai, ditambah ia menikmati hobinya sedari kecil yaitu berpedang. Halaman belakang istana adalah tempat yang sangat luas, dan terbagi menjadi beberapa bagian karena saking luasnya. Ada taman, ada kolam, ada juga lapangan yang sangat luas untuk dijadikan sebagai tempat latihan baik berlatih pedang ataupun sihir.
Ketika Kenan hendak mengayunkan pedangnya ke sebuah boneka kayu tiruan yang siap ia tebas di hadapannya. Tiba-tiba saja niatnya harus terhenti karena angin yang tiba-tiba bertiup cukup lebat, namun memiliki kesan serta perasaan yang sungguh lembut. Seketika laki-laki itu menoleh dan menatap ke arah istana dengan hati yang bertanya-tanya, "aku mengenal angin ini, mengapa Yang Mulia menggunakan sihir di kamarnya? Apalagi dengan skala yang sangat luas, dan sudah pasti dapat dirasakan oleh seluruh orang di istana."
Kenan kembali menyarungkan pedang miliknya, dengan pandangan yang seolah masih tak bisa lepas dari bangunan megah yang disebut sebagai istana itu. Ada perasaan yang aneh dalam hatinya, apalagi ketika merasakan hembusan angin yang begitu lembut namun terus-menerus tanpa henti seolah memanggil-manggil dirinya.
"Kurasa ... sebaiknya aku memeriksanya," gumam Kenan, langsung bergegas kembali ke dalam istana, dan berniat untuk segera menuju ke kamar milik sang pangeran kedua.
Dengan langkah cepat dan sigap, karena perasaan yang tidak menentu serta membuatnya cukup gelisah. Kenan kembali memasuki aula utama, dan di sana dirinya melihat Yang Mulia Raja dan Ratu yang juga terlihat kebingungan. Tak hanya kedua orang yang paling dihormati itu, namun di aula utama juga terdapat beberapa penjaga yang sepertinya juga tergerakkan oleh angin yang barusan berhembus. Seluruh orang di istana sudah mengetahui siapa yang dapat mengendalikan perasaan serta kelembutan angin dengan begitu gemulai, selain sang pangeran kedua tidak ada lagi di negeri ini.
"Kenan, di mana Altezza? Apakah dia tidak bersamamu?" tanya Ratu Caitlyn secara spontan ketika melihat sosok Kenan di aula tersebut.
Dengan jujur serta segala hormat Kenan menjawab, "tidak, Yang Mulia. Beliau sudah memerintahkan saya untuk beristirahat beberapa menit yang lalu."
"Sebaiknya kita periksa di kamarnya, angin ini bukanlah sekedar angin biasa," cetus Raja Aiden, dan kemudian langsung bergegas dengan para penjaga sekaligus Kenan untuk langsung menuju ke lantai dua istana.
***
WUUSSHHH ...!!!
Sebuah angin langsung bertiup sangat kencang dan dapat membuat apapun disekitarnya beterbangan, bersamaan dengan ketiga orang itu yang tiba-tiba saja bergerak maju dengan kecepatan yang sungguh cepat layaknya bayangan. Sulit untuk dilihat secara kasat mata, namun tidak sulit bagi angin untuk mendeteksi serta memindai setiap pergerakan mereka.
Sebuah belati tajam melayang mengarah ke Altezza dengan sangat cepat. Namun beruntungnya belati tersebut tidak dapat menembus penghalang angin yang ia ciptakan untuk melindungi dirinya sendiri. Merasa tidak ingin didesak, laki-laki yang masih mengenakan seragam formal kerajaan itu pun mulai melancarkan serangannya.
Tanpa menggunakan rapalan, angin besar tiba-tiba saja tercipta dan berputar hebat layaknya angin topan di atas balkon tersebut, dan berhasil membuat ketiga orang asing itu kewalahan. Meskipun mereka tidak ikut terbang terbawa angin, namun mereka mendapatkan beberapa luka gores yang tampaknya cukup dalam, dan luka-luka tersebut diakibatkan oleh terpaan angin yang begitu kencang, bahkan semakin mengganas seiring dengan memuncaknya emosi yang dimiliki oleh Altezza.
Tidak menyerah, dan tidak ingin kalah. Tiga orang pembunuh itu terus melancarkan serangan mereka, bahkan mereka juga menggunakan sihir yang sangat berbeda. Tubuh mereka dilapisi oleh bayang-bayang hitam pekat, dan pergerakan mereka semakin cepat, begitupula dengan setiap serangan yang mereka lancarkan menggunakan senjata tajam yang mereka bawa.
"Maaf, jika seperti ini terus, terpaksa aku harus melakukannya," cetus Altezza secara tiba-tiba meminta maaf.
Sesaat setelah laki-laki itu berbicara demikian, angin yang terus berputar kencang dan mengganas itu seketika berubah menjadi layaknya tombak yang dapat menusuk apapun di sekitarnya. Terpaan angin yang semakin kencang itu juga semakin membuatnya tajam.
"Celaka!"
"Mundur!!"
"Arghh!"
Salah satu dari mereka tidak sigap dengan apa yang tiba-tiba saja terjadi, dan semuanya terjadi sangat cepat. Seorang pria tertusuk oleh angin yang diciptakan oleh Altezza, sedangkan dua yang lain langsung mundur dan melarikan diri dalam keadaan luka parah, darah terus keluar dari beberapa luka robek yang mereka derita.
"Altezza! Altezza, cukup!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
Irma Kirana
1 vote dan 2 bunga untukmu kak 😍😍
2023-06-24
1
Wineta
yah 2 kabur padahal cuma lawan Altezza seorang, ninggalin temennya pula, parah banget🙂
2023-05-07
2
Nana
aku suka pas bagian Altezza berbisik ke angin miliknya buat cari bantuan😍
2023-05-07
2