Waktu yang begitu tenang dengan pemandangan indah hamparan hijau di negeri ini. Pemuda laki-laki itu terlihat sangat menikmati waktu luangnya, waktu yang benar-benar tenang tanpa ada gangguan dari apapun itu. Laki-laki itu menggunakan waktu luangnya untuk bermain-main dengan angin yang setia bersamanya. Beberapa kali ia mengangkat sedikit telapak tangannya, dan kemudian diikuti oleh embusan angin lembut, membawa sehelai daun berwarna hijau yang kemudian mendarat tepat di atas telapak tangan tersebut.
Tanpa berucap atau merapal, hanya dengan tatapan kedua iris mata berwarna hitam indah itu. Sehelai daun yang berada di telapak tangannya perlahan sedikit terangkat dengan putaran angin kecil dan terasa lembut. Namun tak berselang lama, sehelai daun itu robek dan hancur menjadi potongan kecil seperti debu dalam hitungan detik, dan kemudian potongan-potongan kecil itu tertiup terbang bersama dengan angin.
"Bagaimana dengan sesuatu yang lebih berat?" tanya pemuda itu berbicara dengan sendirinya. Ia kemudian mengambil apel bekas miliknya yang sudah hampir habis dari dalam saku, dan kemudian meletakkan buah tersebut di atas telapak tangan kanannya.
Pemuda itu menarik napas panjang, dan kemudian menghembuskannya secara perlahan. Ia kelihatannya sedang ingin mencoba trik yang sama seperti dirinya menghancurkan sehelai daun menjadi potongan-potongan kecil layaknya debu. Lagi-lagi tanpa merapal atau berucap sesuatu, embusan angin lembut kembali datang dan terasa, namun kini mengelilingi tubuhnya.
Angin lembut itu terus berputar dan semakin kencang, sebelum kemudian angin yang berhembus itu bergerak berkumpul tepat mengelilingi apel bekas yang ada di atas telapak tangannya. Secara perlahan buah apel itu terangkat dan sedikit lebih tinggi daripada sehelai daun sebelumnya. Di saat itu juga embusan angin yang berkeliling di sekitar tubuhnya perlahan ikut berkumpul mengitari buah apel yang melayang-layang di atas telapak tangannya, hingga membuat wujud dari apel bekas itu cukup sulit untuk terlihat karena angin yang semakin kencang.
Perlahan namun pasti, dalam waktu beberapa detik kemudian, buah apel bekas miliknya langsung terpotong-potong menjadi bagian kecil-kecil, bahkan lebih kecil daripada sebuah dadu. Pemuda itu seketika tersenyum senang melihat apa yang terjadi di depan matanya, apalagi ketika melihat potongan-potongan apel itu kini berada di telapak tangannya.
Tap ... Tap ... Tap ...!!
Mendengar suara langkah kaki yang perlahan menaiki anak tangga menara, pemuda tersebut langsung menoleh ke belakang dan bersiap untuk segala kemungkinan jika seseorang yang muncul bukanlah orang baik. Namun niat tersebut langsung ia urungkan ketika melihat sosok yang sangat tidak asing baginya.
"Astaga, saya sudah mencari anda ke mana-mana, ternyata anda berada di sini," ucap seorang laki-laki dengan pakaian zirah santai kesatria kerajaan.
"Mengapa kau mencari ku? Bukankah hari ini adalah hari libur untukku?" ucap pemuda itu, bersandar santai pada salah satu pilar menara.
"Memang, sih. Hanya saja ... rasanya ... saya tidak bisa meninggalkan tanggung jawab yang sudah diberikan kepada saya," ucap laki-laki berpakaian kesatria kerajaan itu kepada si pemuda.
"Kembalilah ke istana, Kenan ...! Nikmatilah waktu luang mu! Jangan khawatir, aku bisa jaga diri sendiri," ucap pemuda laki-laki itu kepada lawan bicaranya.
Kenan, atau nama lengkapnya adalah Kenan Va Valeeqa. Laki-laki berambut hitam pekat itu berusia 19 tahun, dan memiliki peran sebagai salah satu kesatria kerajaan, sekaligus mengemban amanah untuk menjadi seorang pengawal atau ajudan si pemuda laki-laki. Kenan bisa dibilang masih baru dalam mengemban tugas atau amanah tersebut, karena baru seminggu ia menjadi seorang pengawal pribadi.
"Tetapi, Yang Mulia. Saya---"
"Jangan memanggilku seperti itu, aku tidak suka dengan cara bicara formal!" sahut si pemuda menghela napas.
"Maaf," sahut Kenan dengan sedikit menundukkan kepalanya.
Pemuda itu hanya tersenyum tipis dan berkata, "sudahlah, tidak perlu meminta ma--"
DUAAARRR ...!!!
Sebuah ledakan tiba-tiba saja terdengar dari pusat kota, dan sangat mengejutkan bahkan hingga memotong perkataan pemuda laki-laki itu. Beberapa detik setelah ledakan itu terdengar, terlihat banyak sekali penjaga kerajaan yang langsung berlarian ke lokasi kejadian, merespons apa yang sebenarnya terjadi.
"Apa yang terjadi?" tanya pemuda laki-laki itu, memandang ke arah pusat kota, dan dari kejauhan terlihat kepulan asap hitam yang perlahan membumbung tinggi.
"Mungkin perampokan? Kalau tidak salah di sana terdapat toko permata," jawab Kenan.
Tanpa berbasa-basi dan berbicara, pemuda laki-laki langsung melompat dari atas menara, dan mendarat dengan sempurna berkat bantuan dari angin yang setia bersamanya, sebelum akhirnya ia berlari menuju ke lokasi kejadian. Tentu pergerakan tiba-tiba itu sangat mengejutkan Kenan yang melihat, terlebih dirinya sebagai pengawal, namun ditinggal oleh tuannya. Kenan segera bergegas turun dari menara melalui anak tangga, dan kemudian berlari untuk menyusul pemuda itu.
Tak berselang lama, pemuda laki-laki itu sampai di lokasi kejadian, dan benar apa yang dikatakan oleh Kenan sebelumnya. Sebuah toko permata tengah dirampok oleh tiga orang berjubah hitam, dan sepertinya mereka ahli dalam mengendalikan sihir. Tempat itu sudah dikepung oleh para penjaga, namun mereka cukup kesulitan untuk bergerak melawan dan meringkus para pelaku, karena terkendala keahlian.
"Tunggu, ini bisa sangat berbahaya! Saya mohon untuk tidak terlalu gegabah ...!" ucap Kenan, akhirnya sampai tepat di sebelah pemuda tersebut.
Pemuda laki-laki itu bersama dengan Kenan untuk sementara hanya melihat dari kejauhan, dari balik kerumunan masyarakat yang juga menyaksikan kejadian tersebut. Tindakan kriminal seperti ini sudah umum terjadi, apalagi di pusat kota. Namun sangat jarang tindakan kriminal tersebut dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keahlian dalam bidang sihir.
Setelah mendapatkan barang-barang rampasan, ketiga pelaku itu berusaha untuk melarikan diri dengan keahlian mereka. Salah satu dari mereka terlihat tengah merapal sesuatu, sebelum kemudian sebuah bola api yang amat besar muncul dari kedua telapak tangannya yang sedikit terangkat. Melihat bahaya tersebut, orang-orang yang ada di sekitar langsung berusaha untuk melarikan diri mencari tempat untuk berlindung.
"Apa yang dilakukan oleh pihak keamanan sihir kerajaan? Di mana mereka saat ini?" gumam pemuda itu, terlihat sudah geram sekali, apalagi melihat adanya potensi bahaya yang meningkat.
"Mereka sedang dalam perjalanan, satu menit lagi sampai." Kenan menjawab pertanyaan tersebut.
"Yang ada tempat ini akan hangus terbakar," sahut pemuda tersebut, dan kemudian langsung berlari menyela kerumunan orang-orang yang berlarian ke arah sebaliknya.
"Tu-tunggu! Anda bisa dalam bahaya! Anda juga tidak membawa pedang anda!" teriak Kenan, kemudian segera menyusul laki-laki itu.
Pemuda laki-laki itu berlari menuju ke arah toko permata, dengan dikelilingi oleh angin lembut yang berhembus mengelilingi tubuhnya. Di saat ia berlari, ia sempat berkata, "aku akan menggunakannya, tetapi jangan terlalu besar skalanya, ya ...?" ucapnya berbicara sendiri.
Beberapa detik setelah berbicara demikian. Angin yang berada di sekitarnya seketika berhembus kencang, dan semakin kencang seiring langkah kakinya berlari mendekati tiga orang pelaku. Bola api yang dibuat oleh pelaku semakin membesar, sebelum akhirnya melesat ke arahnya. Menyadari hal tersebut, laki-laki itu mengulurkan satu telapak tangannya ke depan, dan kemudian menciptakan gumpalan angin yang bertiup sangat kencang. Gumpalan itu berukuran sangat besar, bahkan lebih besar daripada bola api yang sedang terbang ke arahnya.
Tabrakan pun tidak dapat dielakkan, dan seketika angin milik pemuda laki-laki itu terlibat reaksi elemen dengan api yang ditabraknya. Api semakin membesar bahkan lebih besar daripada bangunan-bangunan di sekitarnya. Namun api tersebut tidak menyebar, justru dikelilingi oleh sebuah pembatas angin yang bertiup sangat kencang serta semakin tinggi, dan membatasi penyebaran kebakaran yang bisa saja terjadi.
"Apa yang terjadi?!"
"Tidak mungkin!!"
"Siapa?!"
Melihat sesuatu yang sangat mereka tidak duga-duga, tentu membuat mereka terkejut serta tidak menyangka. Terlebih dengan reaksi elemen antara angin dan api yang seharusnya membuat api semakin membara dan menyebar. Namun dalam kejadian ini, api tersebut tidak menyebar, justru malah dikurung oleh angin di sekitarnya.
"Siapapun kalian, tetapi kurasa kalian pantas mendapatkan hukuman dari apa yang kalian buat." Pemuda laki-laki itu berjalan dengan santainya, sedikit memutar dari balik putaran angin yang ia buat, dan kemudian secara perlahan mendekati tiga orang pelaku.
Tatapannya tajam, kedua iris mata berwarna hitam indah itu kini seolah memiliki kesan yang sangat menyeramkan, menyimpan hasrat yang bisa saja menghabisi atau membunuh siapapun di hadapannya.
Mata masing-masing pelaku langsung terbelalak, terkejut dengan apa yang mereka lihat. Mereka seolah tidak menyangka akan berhadapan langsung dengan pemuda laki-laki itu. Tidak ingin melawan, mereka justru memilih untuk berlari dan mencoba untuk melarikan diri. Pergerakan mereka bertiga tidak mendapat respons dari pemuda laki-laki itu, yang justru terlihat tenang dan santai.
"Kalian mau ke mana? Buru-buru banget?" celetuk pemuda itu, bertanya dengan intonasi merendahkan ketiga orang pelaku. Namun mereka tidak peduli dengan apa yang ia katakan, dan terus berlari menjauhi lokasi kejadian.
Namun sayangnya langkah mereka terhenti karena dinding penghalang yang terbuat dari angin yang berhembus sangat kencang ke atas. Salah satu dari mereka ada yang nekat menerobos pembatas tersebut. Tetapi nahas, tubuh pelaku yang nekat menerobos itu langsung tergores dan membuatnya terpental hingga mengalami patah tulang ekor. Kedua tangannya yang sempat menyentuh pembatas angin terlebih dahulu harus mengalami luka yang sangat berat, bahkan ia harus kehilangan beberapa jemarinya.
"Percuma, jika kalian nekat menerobosnya, yang ada nyawa kalian akan melayang sia-sia," ucap pemuda laki-laki itu, terlihat seolah tidak memiliki belas kasih sama sekali, apalagi ketika berhadapan dengan pelaku tindak kejahatan.
"Ba-baik! Baik, kami menyerah! Tolong ampuni kami, Yang Mulia! Kami masih ingin hidup!" seketika mereka langsung berlutut dan tunduk tepat di hadapan pemuda laki-laki itu, dengan penuh penyesalan.
Melihat lawannya sudah mengibarkan bendera putih alias menyerah, pemuda itu pun melepas sihir pembatas angin yang ia ciptakan, dan membuat semua orang di luar pembatas dapat melihat serta masuk ke dalam lokasi kejadian. Para penjaga kerajaan langsung merespons, bergerak serentak masuk ke lokasi setelah pembatas dihilangkan, dan kemudian meringkus para pelaku. Tak lupa, mereka juga terlihat sempat menundukkan kepala mereka di hadapan pemuda laki-laki itu ketika berjalan melewatinya.
Kenan segera menghampiri pemuda tersebut dan kemudian berkata, "anda sungguh nekat! Sebisa mungkin jangan tinggalkan saya, jika terjadi sesuatu kepada anda, saya yang akan terkena hukuman."
Pemuda laki-laki itu tertawa kecil dan kemudian berbicara, "maaf, maaf, aku tadi sudah terlalu geram untuk hanya diam dan menonton."
Di tengah perbincangan mereka berdua, seorang pria dengan seragam petinggi Akademi Pedang dan Sihir Kerajaan Zephyra berjalan menghampiri keduanya, sebelum kemudian menatap tajam kepada pemuda laki-laki itu.
Melihat serta menyadari sosok pria terhormat itu, Kenan langsung menundukkan wajahnya dan menyapa, "selamat siang, Yang Mulia."
"Kau ... benar-benar nekat ...! Bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk padamu!" ucap pria itu, tegas kepada pemuda laki-laki.
Pemuda itu menundukkan pandangannya dan kemudian berkata, "maaf, habisnya ... kalian terlalu lama."
Pria itu kemudian tersenyum tipis, kemudian melangkah lebih dekat kepada pemuda itu, dan perlahan memeluknya sembari berkata, "syukurlah, yang penting dirimu baik-baik saja."
"Tetapi, Altezza, sebaiknya jangan tinggalkan Kenan, ya ...! Dia masih baru sebagai pengawalmu, kasihan jika kau seenaknya meninggalkannya," ucap pria itu, kemudian tersenyum dan sempat melirik ke arah Kenan, sebelum akhirnya kembali menatap ke arah pemuda laki-laki bernama Altezza di hadapannya.
"Ba-baik, Kak Welt," jawab Altezza, kemudian menghela napas.
Pria itu bernama Welt Zafran Zeeshan, usia 20 tahun, dan memiliki peran sebagai petinggi serta kepala sekolah dari Akademi Pedang dan Sihir Kerajaan Zephyra. Selain peran sebagai petinggi akademi, pria itu juga memiliki peran sebagai seorang kakak kandung dari Altezza.
"Oke, sekarang ... bagaimana caranya kita membereskan api itu ...?" cetus Welt, kemudian menoleh dan memandang ke arah api yang masih membara di tengah-tengah pembatas angin yang dibuat oleh Altezza.
Altezza tertawa kecil seolah tak bersalah. Namun laki-laki itu tidak memiliki ide yang buntu. Ia langsung berbicara menyampaikan idenya dengan berkata, "gunakanlah sihir air, dan akan ku gunakan angin ku agar terjadi reaksi elemen untuk memadamkan api itu ...!"
"Baiklah, mari kita bereskan!" sahut Welt, menarik pedang dari sarungnya yang bergelantungan di pinggangnya, dan kemudian menyelimuti pedang tersebut dengan sihir air yang ia kuasai. Sedangkan Altezza, ia bersiap dengan angin yang setia bersamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
Penulis ku
ada kalimat yang typo thor
2023-07-27
1
Yukity
duh, kaget Thor...😬
2023-06-27
1
lanjutkann
2023-05-04
3