Benar juga, setelah kami menuju ke mobil, ternyata Gungde yang menggunakan motor merah helm merah dan jaket kuning sudan nunggu di depan hotel.
“Maaf mas Gungde, tadi kami masih siapkan peralatan yang akan kami gunakan”
“Tenang saja bos, kita berangkat sekarang aja, biar kalian bisa observasi dan tau jalan ke sana tanpa saya antar”
“Ikuti motor saya dari belakang saja” kata Gungde yang kemudian menjalankan motornya perlahan lahan.
Aku deg deg an juga, seolah-olah sedang menghadapi sebuah masalah yang besar, begitu juga Sumadi yang dari tadi tidak ada omongan, kami hanya diam di dalam mobil sambil memperhatikan Gungde yang menjalankan motornya di depan kami.
Lumayan jauh juga tempat tujuan kami, kayaknya ada di pinggiran kota.
Tetapi selama perjalanan kami sangat menikmati pemandangan yang disuguhkan daerah ini, rumah penduduk yang khas dengan tempat persembahyangannya, pokoknya jarak jauh pun aku tidak akan capek kalau keadaan seperti ini.
Aku mungkin kalau disuruh mengingat jalan pasti lupa tapi untungnya si Sumadi selalu menulis jalan apa yang kita lalui, termasuk belokan kiri dan kanannya, Juga jarak kilometernya tiap jalan yang kita lalui.
Jadi nanti di hotel Sumadi akan bikin sebuah map sederhana, termasuk beberapa hal dan tempat-tempat penting yang mungkin bisa kami datangi.
Setelah satu jam perjalanan dengan kondisi macetnya di kota Dps, akhirnya kami sampai di sebuah pom bensin yang letaknya agak di luar kota.
Gunde menyuruh kami untuk memarkir mobil di dalam area pom bensin, tetapi sebelumnya sepertinya dia sudah bicara dengan petugas dan manager pom bensin itu.
“Mari pak Paino dan pak Sumadi, ikuti saya…. Oh iya mobil kalian taruh disini saja, pom bensin ini milik saudara jauh saya, jadi selama kalian berdua sedang melakukan aksi, parkir mobil disini saja, tapi jangan sampai menghambat aktivitas kerja pom bensin ini” kata Gunde
“Baiklah mas Gungde. Eh tapi dimana letak tempat yang akan kami datangi”
“Tidak jauh dari sini, ayo ikuti saya saja” kemudian orang yang kami panggil Gungde itu mengajak kami menyeberang jalan.
Kami menyeberang jalan dan menuju ke seberang pom bensin yang berupa sebuah lokasi dengan beberapa pohon kepuh yang berukuran besar, ada juga pohon beringin yang terlihat tua karena sulur sulurnya sangat banyak dan panjang.
Lokasi yang kami tuju itu kayaknya sebuah kuburan atau bahasa di sana disebut dengan Setra, kuburan disini berbeda dengan di tempat kami berasal, sangat berbeda dalam artian nyata sesuai penglihatan mata kami dan mungkin juga dengan cara tak kasat mata.
Selain adanya pohon kepuh raksasa dan pohon beringin, di sekitar kuburan itu banyak semak belukarnya.. Aku nggak tau kenapa kok semak belukar itu tidak dibersihkan saja.
Hanya ada beberapa nisan yang dibuat seadanya dari kayu, tidak seperti di tempat kami yang namanya kuburan itu pasti penuh dengan nisan yang berjajar jajar.
Di sekitar tengah setra yang luas ini juga seperti bekas abu pembakaran, mungkin itu adalah bekas abu dari aktivitas ngaben atau pembakaran mayat.
Di ujung ada sebuah tempat semacam pura… mungkin itu yang disebut dengan pura dalem… sebelum kesini aku sempat membaca tentang setra atau kuburan, dan adanya pura dalem di setiap setra.
Tapi tujuan kami bukan kuburan ini, kami berjalan di samping kuburan, jalan setapak yang menurun hingga beberapa belas meter mengakibatkan kami harus extra hati-hati, karena selain licin juga jalan setapak itu agak curam.
Area pekuburan ini letaknya di atas jalan setapak yang kami sedang lalui, kiri kanan jalan ini juga ditumbuhi semak belukar yang tidak terlalu tinggi, ada juga beberapa jenis pohon, tapi bukan jenis beringin atau pohon kepuh.
“Itu, rumah yang di depan kita itu yang kalian datangi nanti malam, kalian jangan melakukan hal-hal yang bersifat sombong dan menantang, apa yang kalian lakukan hanya observasi untuk buku kalian saja” kata Gungde
“Ini anak kunci rumah itu, silahkan kalau kalian mau kesana dulu, saya akan tinggal kalian berdua, untuk komunikasi dengan kami, kalian bisa gunakan email seperti biasanya” kata Gungde kemudian pergi setelah menyerahkan anak kunci kepada kami
Aku dan Sumadi masih di jalan setapak samping kuburan, kira-kira sepuluh meter di depan kami ada sebuah rumah yang keliatannya masih baru dibangun, rumah yang biasa menurutku, tidak menunjukan sebuah rumah yang angker atau sejenisnya.
Hanya saja di sekitar rumah itu yang hawanya aneh… rumah itu ada di semacam lembah, di belakang rumah itu kayaknya ada sebuah sungai, karena dari sini aku bisa mendengar suara air yang bergemericik.
Sedangkan beberapa meter di sebelah kiri depan rumah itu ada sebuah pohon beringin yang tidak begitu besar, mungkin umur pohon beringin itu sama dengan umur pohon beringin yang ada di kuburan.
Samping kanan dan kiri hanya semak belukar, rumah itu kayaknya memang sengaja dibangun diperuntukan bagi wisatawan mancanegara yang menginginkan suasana penginapan yang berbeda dari pada biasanya.
Cahaya matahari terfilter oleh rindangnya pohon beringin yang ada di depan rumah, sedangkan bagian belakang rumah mungkin adalah aliran sungai kecil yang nanti akan kami lihat bagaimana bentuknya.
Angin yang berhembus sepoi-sepoi dan bunyi daun yang bergemerisik membuat suasana disini sangat tenang dan nyaman. Pantas saja ada yang membangun rumah disini, mungkin karena suasana disini yang begitu nyaman.
Suara deru mobil dan motor terdengar sangat pelan, mungkin karena letak tempat ini yang letaknya ada di semacam lembah kecil, di belakang bawah kuburan.
Aku sampai merasa ngantuk karena suasana yang sangat tenang dan nyaman.
“Gimana menurutmu Di?”
“Wah kalau kayak gini ya kerasan aku No hehehe, suasananya tenang dan anginnya itu lho, gak seberapa kencang dan gak seberapa pelan, pokoknya pas lah”
“Tapi gak tau lagi .. ini kan siang hari No hehehe”
“Nah itu Di, yok kita makan saja dulu Di, kita makan sebelum kita lakukan observasi untuk nanti malam”
“Eh kita makan dimana No, di sini atau di dalam rumah itu?”
“Ya di dalam rumah saja, masak kita makan di jalan setapak kayak gini, nanti setelah makan kita pelajari tempat ini, ada apa saja di sekitar rumah itu, nanti kamu catat yang detail Di”
Posisi kami saat ini belum ada di depan rumah, kami masih ada di jalan setapak yang ada di depan rumah, jalan setapak ini sengaja dibuat hanya untuk menuju ke rumah itu saja. Jadi tidak ada rumah lain selain yang ada disini.
Kami berjalan menurun terus menuju ke rumah….
Akhirnya kami ada di depan rumah yang tanpa pagar… rumah ini hanya berupa bangunan saja, tanpa ada pagarnya. Halaman rumah ini ya hanya sepetak tanah yang ditumbuhi rumput ilalang saja.
Jalan setapak yang tadi kami lalui ini berakhir di halaman rumah yang berupa sepetak tanah kosong yang ditumbuhi rumput ilalang saja, hanya saja rumput dan ilalang itu tidak terlalu tinggi, hanya mungkin berukuran tiga puluh centimeter saja.
Rumah permanen ini berwarna coklat, bentuk rumah ini memanjang ke samping, tidak begitu besar sih, kemungkinan hanya ada dua kamar dan satu kamar mandi saja di dalam rumah itu.
Di pojokan rumah ada sebuah Padmasana, padmasana yang aku tau adalah tempat untuk sembahyang dan menaruh banten (sesajian) bagi umat hindu.
Padmasana itu kosong dan berdebu, kayaknya belum ada atau tidak ada yang menggunakanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Zhilla Senja
rumah e cdek kuburan
2023-07-06
0
MAUT TAK DIUNDANG
walah
2023-05-28
2