ISABEL
Kring…….kring…..kring……..
Bel sekolah berbunyi. Seorang gadis SMA yang masih duduk di kelas 2 hampir mati kebosanan karena pelajaran yang tak disukainya. Di tambah lagi dengan menatap bangku kosong yang tepat berada disebelahnya, ia merasa sangat sedih kehilangan sahabatnya yang telah menikah dengan seorang pria dingin yang berprofesi sebagai asisten bos.
“Hah, apa yang ada di otakmu, Caca? Kau bahkan memutuskan untuk menikah dengan si om-om yang bernama Rudi itu sebelum lulus sekolah!” Gumam Isabel menatap bangku kosong milik sahabatnya itu.
“Aku sangat bosan karena kau tidak ada disini lagi!” Gumamnya lagi.
“Hei, gadis bule! Sedang apa kau? Apa kau tidak latihan taekwondo?” Tanya Ferry teman satu kelasnya yang juga hobi taekwondo.
“Aku sedang tidak bersemangat!” Jawab Isabel.
“Apa kau memikirkan Caca?” Tanya Ferry lagi.
“Aku rindu padanya.” Sahut Isabel.
“Kau sangat bodoh, Isabel! Kau disini memikirkannya dan merindukannya sementara dia sedang enak-enakan honeymoon dengan suaminya itu.” Ujar Ferry yang sebenarnya patah hati terhadap Caca.
“Kau mengatakan itu karena kau kesal karena Caca tidak membalas cintamu dan malah pergi menikah dengan asisten bos itu?” Kata Isabel.
“hhhuuwwwwaaaaaa, hanya kau lah yang mengerti perasaanku, Isabel! Aku patah hati saat tau kalau Caca akan menikah dengan om-om kantoran itu.” Sahut Ferry nangis bombai.
“Berhentilah menangis! Untuk apa sabuk hitammu itu, hah?” Ujar Isabel kesal pada Ferry yang nangis bombai di lantai kelas.
“Dasar cowok cengeng!” sambung Isabel kesal pada Ferry.
“Aku ini sedang sedih, Isabel!" Kata Ferry tak berdaya.
Kemudian Isabel berjalan menuju pintu kelasnya.
“Mau kemana kau?” Tanya Ferry.
“Mau keruang ganti! Aku ingin latihan taekwondo.” Sahut Isabel.
Isabel adalah gadis berdarah Perancis dan Indonesia. Ayahnya yang bernama Aftur orang Perancis dan ibunya bernama Dania asli Indonesia. Ayah dan ibunya tinggal di Itali dan memiliki perusahaan yang cukup besar disana. Ia juga memiliki dua orang kakak perempuan yang tinggal di Itali bersama ayah Ibunya, sedangkan Isabel lebih memilih untuk tinggal di Indonesia ikut dengan sang kakek karena suatu alasan yang membuatnya tak ingin dekat dengan kedua orang tuanya.
Isabel anak yang ramah, wajahnya yang seperti gadis bule itu banyak membuat cowok-cowok di sekolahnya mengejar dirinya. Namun karena Isabel memiliki watak yang cuek dan tomboy membuatnya tak ingin memikirkan yang namanya pacaran.
Isabel anak yang cerdas, namun ia tidak suka belajar. Ia lebih suka olahraga dan bermain game.
Sahabatnya di sekolah adalah Caca dan Ferry. Karena Caca telah menikah dan sedang berbulan madu dengan suaminya selam sebulan, kini hanya Ferry lah yang menjadi sahabat satu-satunya yang ada disekolah sebelum Caca kembali.
Isabel tinggal bersama kakeknya yang memiliki perkebunan sekaligus pabrik teh yang dikelola oleh kakeknya sendiri. Kakeknya sangat menyayangi Isabel. Sangking sayangnya kakek tidak pernah mengatakan tidak jika Isabel meminta apapun pada kakeknya.
Ujian kenaikan kelas pun tiba, karena Isabel memang anak yang cerdas ia bisa mengerjakan soal-soal ujian dengan mendapat nilai yang baik padahal ia tidak pernah belajar serius sedikitpun.
Saat libur sekolah, Isabel pergi kerumah orang tuanya di Itali. Hampir setiap liburan sekolahnya di habiskan untuk sekedar bertemu dengan orang tuanya dan kedua kakak perempuanya di Itali.
Pesawat pun terbang membawanya pulang untuk bertemu dengan keluarganya di Itali. Saat tiba di bandara, ia bertabrakan dengan seorang pria tampan yang tak asing baginya. Pria itu adalah Zidan. Musuh lama yang sering bertemu dengannya karena bertabrakan.
“Hah, kau lagi!” Ujar Isabel.
“Hei, bocah ingusan! Pulang kampung ya?” balas Zidan.
“Jangan panggil aku bocah, dasar om-om bodoh!” Teriak Isabel kesal di panggil bocah.
“Huh, kau selalu saja berteriak….” Ujar Zidan berdecak kesal.
“Minggir! Aku mau lewat.” Teriak Isabel lagi.
“Silahkan, bocah ingusan!” Ucap Zidan dengan sewotnya.
“Hhheemmmppp!” Isabel sengaja menabrakkan tubuhnya pada tubuh Zidan saat melintas di depannya.
“Dasar gadis gila!” umpat Zidan kesal pada Isabel.
“Hehehe, mampus! Akhirnya kau ikut kesal juga. Dasar om-om sinting!” Gumam Isabel terus berjalan mencari supir yang akan menjemputnya.
Setibanya dirumah tak ada satupun keluarganya yang menyambutnya, kecuali pelayan-pelayan yang baik kepadanya saja.
“Ibu dan ayah kemana?” Tanya Isabel pada pelayannya.
“Tuan pergi ke kantor, sedangkan nyonya sedang pergi bersama nona Luisa, mungkin pergi berbelanja.” Jawab pelayan itu.
“Kalau kak Vani, apa dia ada dirumah?” Tanya Isabel lagi.
“Nona Vani tadi pergi berangkat kuliah.” Jawab pelayan.
“Tolong bawa koperku ya dan siapkan air mandi untukku.” Kata Isabel sembari duduk di ruang tengah.
“Hah, padahal aku sudah bilang kalau aku akan pulang! Namun tetap saja tak ada yang peduli denganku dirumah ini..” gumam Isabel.
Isabel pun pergi kekamarnya dan membersihkan dirinya lalu beristirahat sejenak karena menempuh perjalanan yang memakan waktu membuatnya sangat lelah.
Malam harinya seorang pelayan memanggil Isabel untuk makan malam bersama dengan keluarganya.
Isabel pun turun dan melihat Ibu, Ayah serta kedua kakanya sudah menunggunya untuk makan malam bersama.
“Ibu, Ayah! Aku sangat merindukan kalian.” ucap Isabel berbasa-basi pada orang tuanya.
“Duduklah!” Sahut Aftur dingin padanya.
“Bagaimana dengan pendidikanmu disana? Apa ada kemajuan?” Tanya Aftur yang membuat Isabel kecewa.
“Ayah, bukannya menanyakan kabarku tapi malah bertanya tentang pendidikan! Yang ayah pikirkan hanya pendidikan dan status social saja.” Gerutu Isabel dalam hatinya.
“Ayah, mana mungkin dia memiliki kemajuan disana! Kakek sangat memanjakannya! Dia selalu bermain game sepanjang waktu, apa ayah lupa kalau dia tidak suka belajar?” Sahut Luisa yang selalu iri kepada Isabel.
“Iya, kak Luisa benar! Aku tidak suka belajar, jadi aku selalu mendapatkan nilai yang buruk walaupun ayah membuangku untuk sekolah di Indonesia.” Kata Isabel menimpali perkataan Luisa yang menjelek-jelekkan dirinya di depan kedua orang tuanya.
“Tutup mulutmu, Isabel! Kenapa kau selalu tidak sopan terhadap ayahmu?” Bentak Dania memarahi Isabel dan membuat Luisa tersenyum senang.
“Kalian makanlah, aku kenyang! Permisi!” Ucap Isabel langsung masuk ke dalam kamarnya.
“Anak itu selalu saja memancing emosi.” Gumam Aftur kesal.
“Ayah, jangan pikirkan tentang Isabel lagi! Dia kan selalu saja begitu.” Ucap Luisa yang mengingikan Isabel di benci oleh kedua orang tuanya.
“Ngomong-ngomong, Vani, bagaimana dengan kuliahmu saat ini?” Tanya Ayah pada putri sulungnya.
“Aku sedang membuat skripsi, sebantar lagi aku akan lulus menjadi sarjana!” Sahut Vani yang tipekal orang yang suka belajar namun memiliki sifat angkuh dan juga bermuka dua.
“Ayah mau kau mendapatkan nilai yang terbaik dikampusmu.” Kata Aftur pada anak yang selalu ia banggakan.
“Iya, baiklah! Ayah tenang saja.” Sahut Vani.
“Luisa, kau harus contoh kakakmu itu! Dia sangat rajin belajar dan nilainya sangat bagus, selalu mendapatkan nilai terbaik.” Kata Dania pada putri keduanya yang selalu ia manjakan.
“Iya, Ibu!” Sahut Luisa.
Mereka makan malam dengan harmonis dan di iringi canda tawa hingga terdengar ke telinga Isabel yang mengurung dirinya di kamar. Isabel duduk di sisi ranjangnya sambil menangis sedih karena tak pernah mendapatkan perhatian dari keluarganya.
“Apakah aku anak pungut, sehingga aku tidak pernah di perhatikan?” Gumam Isabel sedih di kamarnya.
"Lebih baik aku segera kembali ke Indonesia dan tak akan pernah kembali kesini lagi.” Ucapnya lagi sambil membereskan pakaiannya di masukkan kedalam koper.
Keesokan harinya saat Isabel hendak memesan tiket pesawat untuk kembali ke Indonesia, ia melihat dari sudut jendela bahwa ada sebuah mobil mewah menuju rumahnya. Isabel melihat sosok wanita paruh baya yang sangat familiar di matanya.
“Eh, bukannya itu tante yang dulu pernah tanpa sengaja bertemu denganku di pusat perbelanjaan!” Ucap Isabel.
“Oh iya! Itu kan Ibunya si om-om sinting itu!” Ucapnya lagi teringat pada Zidan.
Isabel kembali menoleh kearah mobil itu lagi.
“Haih, syukurlah! Si om sinting itu tidak ikut datang.” Kata Isabel menghela nafas lega.
Isabel kembali menelpon ke bandara untuk memesan tiket untuknya kembali ke Indonesia dan besok adalah waktu perjalanannya menuju Indonesia. Tanpa menemui Ibunya Zidan yang datang berkunjung kerumahnya, Isabel langsung pergi keluar rumah melewati pintu belakang. Ia pergi berjalan-jalan di seputaran kota Itali yang menjadi kota kelahirannya itu.
Diruang tamu Ibunya Zidan yang bernama Liana, sedang membicarakan hal penting kepada Tuan Aftur yang tak lain adalah ayah dari Isabel.
“Apa kau masih ingat dengan janjimu kepada mendiang suamiku?” Liana pada Aftur.
“Iya, aku memang pernah berjanji satu hal padanya sebelum ia meninggal! Namun mengertilah keadaanku, anak tertuaku masih kuliah dan dia mempunyai cita-cita untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang S-II dan S-III.” Sahut Aftur.
“Aku dengar kau punya 3 orang putri.” Kata Liana lagi.
“Iya itu benar nyonya, namun mereka semua masih sekolah.” Sambung Aftur.
“Aku hanya ingin menagih janji lamamu kepada mendiang suamiku! Dan kau juga harus ingat, tanpa bantuan dari mendiang suamiku, kau tidak akan bisa hidup mewah seperti sekarang ini.” Kata Liana dengan tegas kepada tuan Aftur.
“Tapi nyonya…..
“Kau tenang saja tuan Aftur, putrimu tidak akan melewatkan pendidikannya jika ia sudah menjadi menantuku.” Ucap Liana memotong perkataan Aftur.
“Berikan aku waktu, aku akan mengabarimu nanti!” Kata Aftur pada Liana.
“Aku beri kau waktu 3 hari, kalau tidak aku akan pastikan kau akan meninggalkan semua kemewahan ini dalam sekejap!” Ancam Liana pada Aftur.
Aftur tak bisa berkutik saat Liana memberikan tempo yang sangat singkat baginya. Liana langsung pergi dari kediaman Aftur setelah menagih janji lama tersebut. Aftur yang sangat galau menemui istrinya yang baru saja pulang berbelanja bersama Luisa anak keduanya.
“Suamiku, kau kenapa? Mengapa wajahmu sangat pucat?” Tanya Dania kepadanya suaminya.
“Tadi nyonya Liana Aleindra datang kesini.” Jawab Aftur.
“Benarkah? Sudah lama kita tidak kedatangan tamu terhormat seperti dia!” Seru Dania senang.
“Dia kesini untuk menagih janji itu.” Kata Aftur dengan raut wajah yang resah.
“Janji? Janji perjodohan anak kita dengan anaknya?” Tanya Dania terkejut.
“Iya, aku sangat bingung sekarang.” Sahut Aftur.
“Kenapa kau bingung? Kita nikahkan saja Vani dengan putranya yang bernama Zidan itu.” Kata Dania.
“Tidak! Vani anakku yang paling pintar, dia harus menyelesaikan pendidikannya dan harus fokus mendapatkan nilai yang terbaik agar suatu saat bisa mengembangkan bisnis keluarga kita.” Sahut Aftur menolak.
“Jadi maksudmu, kau akan menikahkan Luisa dengan Zidan?” Tanya Dania.
“Tidak ada jalan yang lain, Luisa satu-satunya harapan kita agar janji kita dapat terlunaskan kepada nyonya Liana Aleindra.” Jawab Aftur.
Luisa yang gemar menguping pembicaraan orang tuanya dari balik pintu kamar, sentak terkejut mendengar bahwa dirinya akan dinikahkan dengan Zidan. Sedangkan dia memiliki kekasih yang sangat dicintainya di kampus. Luisa masuk kedalam kamarnya dan memikirkan segala cara agar dia tak dinikahkan dengan Zidan.
“Aku tidak akan pernah menikah dengan si Zidan itu! Aku mencintai kekasihku.” Gumam Luisa sambil mondar mandir sedang mencari jalan keluar.
“Aku harus menemui Ibu.” Gumam Luisa beranjak menemui Dania setelah ia mendapatkan ide.
Luisa pun menemui Ibunya yang juga ingin menuju kekamarnya dan bertemu dengannya.
“Luisa, ibu ingin bicara padamu.” Kata Dania pada anak kesayangannya.
“Ada apa?” Tanya Luisa pura-pura tidak tau tentang apa yang akan di bicarakan oleh Dania padanya.
“Ayahmu akan segera menikahkanmu dengan Zidan, anak dari nyonya Liana Aleindra.” Ucap Dania.
“Kenapa harus aku, ibu? Kak Vani putri tertua di keluarga kita, kenapa tidak dia saja yang menikahi si Zidan itu?” Ujar Luisa menolak mentah-mentah.
“Kakakmu Vani akan menjadi pengurus perusahaan keluarga kita, jadi dia harus fokus dalam pendidikannya!” Sahut Dania.
“Aku tidak mau!” Teriak Luisa.
“Kenapa kau menolaknya? Zidan pria yang tampan, kaya dan juga memiliki pengaruh yang besar di Negara ini! Apa lagi yang kurang? Dia sempurna sebagai calon suami.” Kata Dania untuk membujuk Luisa agar mau dijodohkan dengan Zidan.
“Tapi Zidan itu pria yang sombong, dan aku pernah mendengar kalau dia tidak akan memaafkan orang yang mengusik kehidupannya! Dia kejam, Ibu..” Kata Luisa yang mempercayai rumor tentang kepribadian Zidan.
“Aku tidak akan menikah denganya! Aku sedang hamil.” Sambung Luisa lagi berbohong pada ibunya.
“Apa kau bilang?” Teriak Dania terkejut ketika mendengar perkataan Luisa.
“Aku sedang hamil!" Teriak Luisa marah kepada ibunya.
Dania sangat kecewa dengan apa yang didengarnya dari mulut anak kesayanganya itu. Ia langsung mengatakan semua yang terjadi pada suaminya yang membuat masalah baru bagi keluarga.
“Bagaimana ini? Waktu kita tidak banyak.” Tanya Dania pada suaminya.
Saat yang bersamaan Isabel pulang kerumah setelah puas berjalan-jalan seputaran kota. Aftur melihat anak bungsunya itu yang dimatanya tak bernilai sedikitpun. Aftur pun memanggil anak bungsunya itu untuk membicarakan masalah yang sedang dihadapinya.
“Isabel, ayah sudah memutuskan untuk menikahkan kau dengan segera.” Ucap tuan Aftur yang membuat Isabel sangat terpukul.
“Apa? Apa-apaan ini ayah? Bagaimana bisa aku menikah sedangkan aku masih seorang pelajar SMA?” Kata Isabel.
“Setelah menikah, kau tetap bisa melanjutkan pendidikanmu.” Sahut Aftur.
“Tidak! Aku tidak mau menikah.” Teriak Isabel menolak dengan keras.
“Isabel! Jangan menbantah ayah lagi!” Bentak Aftur.
“Ayah, aku anak bungsu di keluarga ini! Kenapa bukan kak Vani atau kak Luisa saja yang menikah? Mengapa harus aku?” Tanya Isabel.
“Vani harus fokus pada pendidikannya karena dia satu-satunya anak yang bisa aku harapkan untuk meneruskan perusahaan keluarga, dan Luisa sedang hamil, dia hanya akan mencoreng nama baikku jika orang-orang tau hal ini! Cuma kau saja yang bisa aku andalkan kali ini.” Kata Aftur.
“Aku memang tidak berharga bagi kalian.” Teriak Isabel pada kedua orang tuanya tersebut.
Dengan perasaan marah bercampur sedih, Isabel masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintu dengan keras. Ia menangis diatas ranjangnya karena sangat kesal atas perlakuan orang tuanya kepadanya.
“Mereka memang tidak pernah menyayangi aku.” Ucap Isabel dalam isak tangisnya.
Sepanjang malam Isabel terus saja menangis hingga ia tak merasakan lapar sedikitpun. Pelayan memanggilnya untuk makan malam bersama keluarganya, namun Isabel tidak mau keluar dari kamarnya. Ia terus mengunci kamarnya dan mengurung dirinya di dalam kamar. Sangking lelahnya menangis ia tertidur dalam keadaan wajah yang masih basah akibat air mata kesedihannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Diana diana
baru mlipir dimarih . .
2023-04-19
0
Qeisha A.F Ladyjane
dulu pernah baca mau ngulang lagi ehhh perasaan beda ceritanya
2022-09-19
1
Zul
kasihn isabel dpksa nikah
2021-07-04
0