Kring…….kring…..kring……..
Bel sekolah berbunyi. Seorang gadis SMA yang masih duduk di kelas 2 hampir mati kebosanan karena pelajaran yang tak disukainya. Di tambah lagi dengan menatap bangku kosong yang tepat berada disebelahnya, ia merasa sangat sedih kehilangan sahabatnya yang telah menikah dengan seorang pria dingin yang berprofesi sebagai asisten bos.
“Hah, apa yang ada di otakmu, Caca? Kau bahkan memutuskan untuk menikah dengan si om-om yang bernama Rudi itu sebelum lulus sekolah!” Gumam Isabel menatap bangku kosong milik sahabatnya itu.
“Aku sangat bosan karena kau tidak ada disini lagi!” Gumamnya lagi.
“Hei, gadis bule! Sedang apa kau? Apa kau tidak latihan taekwondo?” Tanya Ferry teman satu kelasnya yang juga hobi taekwondo.
“Aku sedang tidak bersemangat!” Jawab Isabel.
“Apa kau memikirkan Caca?” Tanya Ferry lagi.
“Aku rindu padanya.” Sahut Isabel.
“Kau sangat bodoh, Isabel! Kau disini memikirkannya dan merindukannya sementara dia sedang enak-enakan honeymoon dengan suaminya itu.” Ujar Ferry yang sebenarnya patah hati terhadap Caca.
“Kau mengatakan itu karena kau kesal karena Caca tidak membalas cintamu dan malah pergi menikah dengan asisten bos itu?” Kata Isabel.
“hhhuuwwwwaaaaaa, hanya kau lah yang mengerti perasaanku, Isabel! Aku patah hati saat tau kalau Caca akan menikah dengan om-om kantoran itu.” Sahut Ferry nangis bombai.
“Berhentilah menangis! Untuk apa sabuk hitammu itu, hah?” Ujar Isabel kesal pada Ferry yang nangis bombai di lantai kelas.
“Dasar cowok cengeng!” sambung Isabel kesal pada Ferry.
“Aku ini sedang sedih, Isabel!" Kata Ferry tak berdaya.
Kemudian Isabel berjalan menuju pintu kelasnya.
“Mau kemana kau?” Tanya Ferry.
“Mau keruang ganti! Aku ingin latihan taekwondo.” Sahut Isabel.
Isabel adalah gadis berdarah Perancis dan Indonesia. Ayahnya yang bernama Aftur orang Perancis dan ibunya bernama Dania asli Indonesia. Ayah dan ibunya tinggal di Itali dan memiliki perusahaan yang cukup besar disana. Ia juga memiliki dua orang kakak perempuan yang tinggal di Itali bersama ayah Ibunya, sedangkan Isabel lebih memilih untuk tinggal di Indonesia ikut dengan sang kakek karena suatu alasan yang membuatnya tak ingin dekat dengan kedua orang tuanya.
Isabel anak yang ramah, wajahnya yang seperti gadis bule itu banyak membuat cowok-cowok di sekolahnya mengejar dirinya. Namun karena Isabel memiliki watak yang cuek dan tomboy membuatnya tak ingin memikirkan yang namanya pacaran.
Isabel anak yang cerdas, namun ia tidak suka belajar. Ia lebih suka olahraga dan bermain game.
Sahabatnya di sekolah adalah Caca dan Ferry. Karena Caca telah menikah dan sedang berbulan madu dengan suaminya selam sebulan, kini hanya Ferry lah yang menjadi sahabat satu-satunya yang ada disekolah sebelum Caca kembali.
Isabel tinggal bersama kakeknya yang memiliki perkebunan sekaligus pabrik teh yang dikelola oleh kakeknya sendiri. Kakeknya sangat menyayangi Isabel. Sangking sayangnya kakek tidak pernah mengatakan tidak jika Isabel meminta apapun pada kakeknya.
Ujian kenaikan kelas pun tiba, karena Isabel memang anak yang cerdas ia bisa mengerjakan soal-soal ujian dengan mendapat nilai yang baik padahal ia tidak pernah belajar serius sedikitpun.
Saat libur sekolah, Isabel pergi kerumah orang tuanya di Itali. Hampir setiap liburan sekolahnya di habiskan untuk sekedar bertemu dengan orang tuanya dan kedua kakak perempuanya di Itali.
Pesawat pun terbang membawanya pulang untuk bertemu dengan keluarganya di Itali. Saat tiba di bandara, ia bertabrakan dengan seorang pria tampan yang tak asing baginya. Pria itu adalah Zidan. Musuh lama yang sering bertemu dengannya karena bertabrakan.
“Hah, kau lagi!” Ujar Isabel.
“Hei, bocah ingusan! Pulang kampung ya?” balas Zidan.
“Jangan panggil aku bocah, dasar om-om bodoh!” Teriak Isabel kesal di panggil bocah.
“Huh, kau selalu saja berteriak….” Ujar Zidan berdecak kesal.
“Minggir! Aku mau lewat.” Teriak Isabel lagi.
“Silahkan, bocah ingusan!” Ucap Zidan dengan sewotnya.
“Hhheemmmppp!” Isabel sengaja menabrakkan tubuhnya pada tubuh Zidan saat melintas di depannya.
“Dasar gadis gila!” umpat Zidan kesal pada Isabel.
“Hehehe, mampus! Akhirnya kau ikut kesal juga. Dasar om-om sinting!” Gumam Isabel terus berjalan mencari supir yang akan menjemputnya.
Setibanya dirumah tak ada satupun keluarganya yang menyambutnya, kecuali pelayan-pelayan yang baik kepadanya saja.
“Ibu dan ayah kemana?” Tanya Isabel pada pelayannya.
“Tuan pergi ke kantor, sedangkan nyonya sedang pergi bersama nona Luisa, mungkin pergi berbelanja.” Jawab pelayan itu.
“Kalau kak Vani, apa dia ada dirumah?” Tanya Isabel lagi.
“Nona Vani tadi pergi berangkat kuliah.” Jawab pelayan.
“Tolong bawa koperku ya dan siapkan air mandi untukku.” Kata Isabel sembari duduk di ruang tengah.
“Hah, padahal aku sudah bilang kalau aku akan pulang! Namun tetap saja tak ada yang peduli denganku dirumah ini..” gumam Isabel.
Isabel pun pergi kekamarnya dan membersihkan dirinya lalu beristirahat sejenak karena menempuh perjalanan yang memakan waktu membuatnya sangat lelah.
Malam harinya seorang pelayan memanggil Isabel untuk makan malam bersama dengan keluarganya.
Isabel pun turun dan melihat Ibu, Ayah serta kedua kakanya sudah menunggunya untuk makan malam bersama.
“Ibu, Ayah! Aku sangat merindukan kalian.” ucap Isabel berbasa-basi pada orang tuanya.
“Duduklah!” Sahut Aftur dingin padanya.
“Bagaimana dengan pendidikanmu disana? Apa ada kemajuan?” Tanya Aftur yang membuat Isabel kecewa.
“Ayah, bukannya menanyakan kabarku tapi malah bertanya tentang pendidikan! Yang ayah pikirkan hanya pendidikan dan status social saja.” Gerutu Isabel dalam hatinya.
“Ayah, mana mungkin dia memiliki kemajuan disana! Kakek sangat memanjakannya! Dia selalu bermain game sepanjang waktu, apa ayah lupa kalau dia tidak suka belajar?” Sahut Luisa yang selalu iri kepada Isabel.
“Iya, kak Luisa benar! Aku tidak suka belajar, jadi aku selalu mendapatkan nilai yang buruk walaupun ayah membuangku untuk sekolah di Indonesia.” Kata Isabel menimpali perkataan Luisa yang menjelek-jelekkan dirinya di depan kedua orang tuanya.
“Tutup mulutmu, Isabel! Kenapa kau selalu tidak sopan terhadap ayahmu?” Bentak Dania memarahi Isabel dan membuat Luisa tersenyum senang.
“Kalian makanlah, aku kenyang! Permisi!” Ucap Isabel langsung masuk ke dalam kamarnya.
“Anak itu selalu saja memancing emosi.” Gumam Aftur kesal.
“Ayah, jangan pikirkan tentang Isabel lagi! Dia kan selalu saja begitu.” Ucap Luisa yang mengingikan Isabel di benci oleh kedua orang tuanya.
“Ngomong-ngomong, Vani, bagaimana dengan kuliahmu saat ini?” Tanya Ayah pada putri sulungnya.
“Aku sedang membuat skripsi, sebantar lagi aku akan lulus menjadi sarjana!” Sahut Vani yang tipekal orang yang suka belajar namun memiliki sifat angkuh dan juga bermuka dua.
“Ayah mau kau mendapatkan nilai yang terbaik dikampusmu.” Kata Aftur pada anak yang selalu ia banggakan.
“Iya, baiklah! Ayah tenang saja.” Sahut Vani.
“Luisa, kau harus contoh kakakmu itu! Dia sangat rajin belajar dan nilainya sangat bagus, selalu mendapatkan nilai terbaik.” Kata Dania pada putri keduanya yang selalu ia manjakan.
“Iya, Ibu!” Sahut Luisa.
Mereka makan malam dengan harmonis dan di iringi canda tawa hingga terdengar ke telinga Isabel yang mengurung dirinya di kamar. Isabel duduk di sisi ranjangnya sambil menangis sedih karena tak pernah mendapatkan perhatian dari keluarganya.
“Apakah aku anak pungut, sehingga aku tidak pernah di perhatikan?” Gumam Isabel sedih di kamarnya.
"Lebih baik aku segera kembali ke Indonesia dan tak akan pernah kembali kesini lagi.” Ucapnya lagi sambil membereskan pakaiannya di masukkan kedalam koper.
Keesokan harinya saat Isabel hendak memesan tiket pesawat untuk kembali ke Indonesia, ia melihat dari sudut jendela bahwa ada sebuah mobil mewah menuju rumahnya. Isabel melihat sosok wanita paruh baya yang sangat familiar di matanya.
“Eh, bukannya itu tante yang dulu pernah tanpa sengaja bertemu denganku di pusat perbelanjaan!” Ucap Isabel.
“Oh iya! Itu kan Ibunya si om-om sinting itu!” Ucapnya lagi teringat pada Zidan.
Isabel kembali menoleh kearah mobil itu lagi.
“Haih, syukurlah! Si om sinting itu tidak ikut datang.” Kata Isabel menghela nafas lega.
Isabel kembali menelpon ke bandara untuk memesan tiket untuknya kembali ke Indonesia dan besok adalah waktu perjalanannya menuju Indonesia. Tanpa menemui Ibunya Zidan yang datang berkunjung kerumahnya, Isabel langsung pergi keluar rumah melewati pintu belakang. Ia pergi berjalan-jalan di seputaran kota Itali yang menjadi kota kelahirannya itu.
Diruang tamu Ibunya Zidan yang bernama Liana, sedang membicarakan hal penting kepada Tuan Aftur yang tak lain adalah ayah dari Isabel.
“Apa kau masih ingat dengan janjimu kepada mendiang suamiku?” Liana pada Aftur.
“Iya, aku memang pernah berjanji satu hal padanya sebelum ia meninggal! Namun mengertilah keadaanku, anak tertuaku masih kuliah dan dia mempunyai cita-cita untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang S-II dan S-III.” Sahut Aftur.
“Aku dengar kau punya 3 orang putri.” Kata Liana lagi.
“Iya itu benar nyonya, namun mereka semua masih sekolah.” Sambung Aftur.
“Aku hanya ingin menagih janji lamamu kepada mendiang suamiku! Dan kau juga harus ingat, tanpa bantuan dari mendiang suamiku, kau tidak akan bisa hidup mewah seperti sekarang ini.” Kata Liana dengan tegas kepada tuan Aftur.
“Tapi nyonya…..
“Kau tenang saja tuan Aftur, putrimu tidak akan melewatkan pendidikannya jika ia sudah menjadi menantuku.” Ucap Liana memotong perkataan Aftur.
“Berikan aku waktu, aku akan mengabarimu nanti!” Kata Aftur pada Liana.
“Aku beri kau waktu 3 hari, kalau tidak aku akan pastikan kau akan meninggalkan semua kemewahan ini dalam sekejap!” Ancam Liana pada Aftur.
Aftur tak bisa berkutik saat Liana memberikan tempo yang sangat singkat baginya. Liana langsung pergi dari kediaman Aftur setelah menagih janji lama tersebut. Aftur yang sangat galau menemui istrinya yang baru saja pulang berbelanja bersama Luisa anak keduanya.
“Suamiku, kau kenapa? Mengapa wajahmu sangat pucat?” Tanya Dania kepadanya suaminya.
“Tadi nyonya Liana Aleindra datang kesini.” Jawab Aftur.
“Benarkah? Sudah lama kita tidak kedatangan tamu terhormat seperti dia!” Seru Dania senang.
“Dia kesini untuk menagih janji itu.” Kata Aftur dengan raut wajah yang resah.
“Janji? Janji perjodohan anak kita dengan anaknya?” Tanya Dania terkejut.
“Iya, aku sangat bingung sekarang.” Sahut Aftur.
“Kenapa kau bingung? Kita nikahkan saja Vani dengan putranya yang bernama Zidan itu.” Kata Dania.
“Tidak! Vani anakku yang paling pintar, dia harus menyelesaikan pendidikannya dan harus fokus mendapatkan nilai yang terbaik agar suatu saat bisa mengembangkan bisnis keluarga kita.” Sahut Aftur menolak.
“Jadi maksudmu, kau akan menikahkan Luisa dengan Zidan?” Tanya Dania.
“Tidak ada jalan yang lain, Luisa satu-satunya harapan kita agar janji kita dapat terlunaskan kepada nyonya Liana Aleindra.” Jawab Aftur.
Luisa yang gemar menguping pembicaraan orang tuanya dari balik pintu kamar, sentak terkejut mendengar bahwa dirinya akan dinikahkan dengan Zidan. Sedangkan dia memiliki kekasih yang sangat dicintainya di kampus. Luisa masuk kedalam kamarnya dan memikirkan segala cara agar dia tak dinikahkan dengan Zidan.
“Aku tidak akan pernah menikah dengan si Zidan itu! Aku mencintai kekasihku.” Gumam Luisa sambil mondar mandir sedang mencari jalan keluar.
“Aku harus menemui Ibu.” Gumam Luisa beranjak menemui Dania setelah ia mendapatkan ide.
Luisa pun menemui Ibunya yang juga ingin menuju kekamarnya dan bertemu dengannya.
“Luisa, ibu ingin bicara padamu.” Kata Dania pada anak kesayangannya.
“Ada apa?” Tanya Luisa pura-pura tidak tau tentang apa yang akan di bicarakan oleh Dania padanya.
“Ayahmu akan segera menikahkanmu dengan Zidan, anak dari nyonya Liana Aleindra.” Ucap Dania.
“Kenapa harus aku, ibu? Kak Vani putri tertua di keluarga kita, kenapa tidak dia saja yang menikahi si Zidan itu?” Ujar Luisa menolak mentah-mentah.
“Kakakmu Vani akan menjadi pengurus perusahaan keluarga kita, jadi dia harus fokus dalam pendidikannya!” Sahut Dania.
“Aku tidak mau!” Teriak Luisa.
“Kenapa kau menolaknya? Zidan pria yang tampan, kaya dan juga memiliki pengaruh yang besar di Negara ini! Apa lagi yang kurang? Dia sempurna sebagai calon suami.” Kata Dania untuk membujuk Luisa agar mau dijodohkan dengan Zidan.
“Tapi Zidan itu pria yang sombong, dan aku pernah mendengar kalau dia tidak akan memaafkan orang yang mengusik kehidupannya! Dia kejam, Ibu..” Kata Luisa yang mempercayai rumor tentang kepribadian Zidan.
“Aku tidak akan menikah denganya! Aku sedang hamil.” Sambung Luisa lagi berbohong pada ibunya.
“Apa kau bilang?” Teriak Dania terkejut ketika mendengar perkataan Luisa.
“Aku sedang hamil!" Teriak Luisa marah kepada ibunya.
Dania sangat kecewa dengan apa yang didengarnya dari mulut anak kesayanganya itu. Ia langsung mengatakan semua yang terjadi pada suaminya yang membuat masalah baru bagi keluarga.
“Bagaimana ini? Waktu kita tidak banyak.” Tanya Dania pada suaminya.
Saat yang bersamaan Isabel pulang kerumah setelah puas berjalan-jalan seputaran kota. Aftur melihat anak bungsunya itu yang dimatanya tak bernilai sedikitpun. Aftur pun memanggil anak bungsunya itu untuk membicarakan masalah yang sedang dihadapinya.
“Isabel, ayah sudah memutuskan untuk menikahkan kau dengan segera.” Ucap tuan Aftur yang membuat Isabel sangat terpukul.
“Apa? Apa-apaan ini ayah? Bagaimana bisa aku menikah sedangkan aku masih seorang pelajar SMA?” Kata Isabel.
“Setelah menikah, kau tetap bisa melanjutkan pendidikanmu.” Sahut Aftur.
“Tidak! Aku tidak mau menikah.” Teriak Isabel menolak dengan keras.
“Isabel! Jangan menbantah ayah lagi!” Bentak Aftur.
“Ayah, aku anak bungsu di keluarga ini! Kenapa bukan kak Vani atau kak Luisa saja yang menikah? Mengapa harus aku?” Tanya Isabel.
“Vani harus fokus pada pendidikannya karena dia satu-satunya anak yang bisa aku harapkan untuk meneruskan perusahaan keluarga, dan Luisa sedang hamil, dia hanya akan mencoreng nama baikku jika orang-orang tau hal ini! Cuma kau saja yang bisa aku andalkan kali ini.” Kata Aftur.
“Aku memang tidak berharga bagi kalian.” Teriak Isabel pada kedua orang tuanya tersebut.
Dengan perasaan marah bercampur sedih, Isabel masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintu dengan keras. Ia menangis diatas ranjangnya karena sangat kesal atas perlakuan orang tuanya kepadanya.
“Mereka memang tidak pernah menyayangi aku.” Ucap Isabel dalam isak tangisnya.
Sepanjang malam Isabel terus saja menangis hingga ia tak merasakan lapar sedikitpun. Pelayan memanggilnya untuk makan malam bersama keluarganya, namun Isabel tidak mau keluar dari kamarnya. Ia terus mengunci kamarnya dan mengurung dirinya di dalam kamar. Sangking lelahnya menangis ia tertidur dalam keadaan wajah yang masih basah akibat air mata kesedihannya.
Di ruang kantornya, Zidan di hampiri Ibu yang baru saja kembali dari kediaman tuan Aftur.
“Ibu tadi sudah berbicara pada tuan Aftur! Dan dalam waktu 3 hari acara pertunanganmu akan dilaksanakan.” Ucap Liana membuat Zidan kaget.
“Maksud ibu apaan sih? Aku kan sudah bilang kalau aku tidak mau di jodohkan oleh wanita manapun!” Ujar Zidan kesal.
“Zidan! Mau sampai kapan kau terus memikirkan Raisa, hah? Apa kau tidak memikirkan aku yang sudah melahirkan dan membesarkanmu.? Aku hanya ingin melihatmu bahagia.” Kata Liana terpancing emosi.
“Ibu, apapun yang ibu katakan padaku, aku tidak akan setuju untuk menikah dengan wanita manapun.” Sahut Zidan keras kepala.
“Pikirkan masa depanmu, nak! Aku hanya ingin melihatmu bahagia.” Ucap Liana.
“Ibu mohon nak, lupakanlah Raisa! Bukalah hatimu untuk wanita yang lain, banyak wanita diluar sana yang lebih baik dan pantas buatmu.” Ucap Liana lagi membujuk Zidan.
“Sudahlah bu, hari ini aku memiliki jadwal meeting yang penting! Aku harus segera bersiap-siap.” Kata Zidan keluar ruang kantornya meninggalkan ibunya yang masih menatap dirinya dengan perasaan yang sedih.
Zidan terus melangkahkan kakinya menuju sebuah ruang kosong yang ada di kantornya tersebut.
“Raisa,dimana kau? Kenapa kau membuatku menjadi seperti ini? Apa salahku?” Gumam Zidan bertanya-tanya dalam hatinya.
“Aku bingung harus melakukan apa? Aku tidak mungkin menyakiti perasaan ibu, namun aku juga tidak ingin hidup bersama orang lain selain Raisa! Aku sangat mencintainya.” Gumam Zidan lagi penuh dengan kegalauan di dalam hatinya.
Melihat sikap Zidan yang mengacuhkannya, Ibu pergi meninggalkan kantor Zidan. Saat di perjalanan Liana meneteskan air matanya. Hatinya sangat sesak melihat putranya yang begitu penurut dengannya, kini berani menentangnya hanya karena seorang wanita yang tidak setia padanya. Liana mengingat kembali kejadian terakhir kali saat bertemu dengan Raisa, wanita yang sangat dicintai Zidan.
Flashback on.
Ketika Zidan masih bersama dengan Raisa.
“Ibu, aku akan pergi bersama Raisa untuk membeli cincin dan gaun pengantin untuk pernikahan kami nanti.” Ucap Zidan pada Liana sambil menggandeng mesra tangan Raisa.
“Pergilah, berhati-hatilah kalian di jalan! Jaga calon menantuku baik-baik.” sahut Liana yang begitu menyayangi Raisa.
“Kami pergi dulu, ibu.” Ucap Raisa tersenyum manis.
Kemudian Zidan dan Raisa pun pergi kesebuah toko perhiasan untuk memesan cincin pernikahan mereka dan juga memesan gaun pengantin dari perancang terkenal di itali. Zidan dan Raisa adalah pasangan yang sangat bahagia kala itu. Zidan dan Raisa sudah 7 tahun berpacaran sejak mereka masih kuliah di universitas yang sama.
“Sayang, apa kau bahagia sekarang?” Tanya Zidan pada Raisa.
“Tentu saja! Aku sangat bahagia, sebentar lagi aku dan kau akan menjadi sepasang pengantin.” Sahut Raisa tersenyum ceria pada Zidan.
“Aku akan melakukan apapun asalkan kau bahagia disisiku.” Ucap Zidan yang telah menjadi budak cintanya Raisa.
Raisa hanya tersenyum dan memeluk Zidan.
“Nanti malam ibu mengundangmu untuk makan malam bersama dirumah.” Kata Zidan.
“Baiklah! Aku juga sangat merindukan masakan ibu.” Sahut Raisa.
Setelah menyelesaikan urusannya, Zidan mengantar Raisa pulang kerumah.
“Jam 7 malam ini, aku akan menjemputmu! bersiaplah!” Kata Zidan sambil mencium pipi Raisa dengan penuh kasih sayang.
“Oke.” Sahut Raisa.
Setelah Raisa turun dari mobil, Zidan pun melajukan mobilnya menuju kantor untuk menyelesaikan beberapa urusannya yang tertunda. Raisa yang menatap mobil Zidan telah menjauh, ia pun melangkah kearah pintu dan mengambil kunci rumah. Raisa adalah wanita yang mandiri dan tinggal dirumah yang di beli oleh Zidan untuknya.
Saat Raisa membuka pintu rumahnya dan melangkah masuk, tiba-tiba tubuhnya diraih oleh tangan kekar yang membuatnya terkejut.
“Aarrgghh!” Teriak Raisa terkejut.
“Apa kau bersenang-senang dengannya hari ini?” Tanya pria itu yang suaranya familiar di telinga Raisa.
“Erwin! Kau mengagetkan aku saja.” Sahut Raisa.
“Dari tadi aku menghubungimu, tapi ponselmu tidak aktif! Apa kau mencoba untuk melupakan aku, hah?” Ujar Erwin terus mendekap tubuh Raisa.
“Apa kau merindukan aku?” Tanya Raisa mencoba menggoda Erwin yang tak lain adalah sahabat dari Zidan yang telah lama berselingkuh dengan Raisa di belakang Zidan.
“Tentu saja aku merindukanmu! Hampir seminggu ini kau selalu saja bersama pria yang menggilaimu itu.” Sahut Erwin.
“Aku hanya memainkan peranku agar Zidan tidak curiga dengan hubungan kita.” Kata Raisa merangkul leher Erwin dengan mesra.
“Jangan pernah mengacuhkan aku lagi, atau kau tidak akan pernah bisa mencapai tujuanmu.” Ancam Erwin pada Raisa.
“Kau jangan takut, aku akan selalu menjadi wanitamu selamanya, walaupun nanti status ku telah menjadi istri Zidan.” Sahut Raisa seraya mencium bibir Erwin dengan mesra.
Raisa dan Zidan menjalin kasih saat masih menjadi mahasiswa di salah satu universitas di itali. Banyak orang yang sangat iri dengan hubungan mereka karena Zidan selalu memperlakukan Raisa dengan romantis. Awalnya Raisa sangat mencintai Zidan, namun perasaan itu sirna saat kehadiran Erwin yang mampu membuat Raisa menjadi nyaman disisinya.
Malam hari tepat jam 7, Zidan menjemput Raisa di rumahnya. Raisa yang tak ingin Zidan mengetahui perselingkuhanya dengan Erwin yang tak lain adalah sahabat Zidan, langsung berlari keluar sebelum Zidan turun dari mobilnya.
“Sayang, kau datang tepat waktu! aku sudah sangat tidak sabar ingin makan masakan ibu.” Sapa Raisa langsung masuk ke dalam mobil dan mencium Zidan.
“Apa kau sangat lapar, hah?” Tanya Zidan tersenyum pada Raisa.
“Iya, aku sangat lapar!” Sahut Raisa manja pada Zidan.
“Baiklah, kita berangkat sekarang.” Ucap Zidan.
Zidan dan Raisa pun tiba dirumah dan langsung menemui Liana yang sudah menunggu kedatangan mereka di ruang makan bersama Clara adik kandungnya Zidan.
“Kak Raisa!” Sapa Clara berlari memeluk Raisa.
“Clara, malam ini kau sangat manis.” Ucap Raisa memuji calon adik iparnya itu.
“Kau juga sangat cantik.” Balas Clara.
“Pantas saja kak Zidan tergila-gila padamu, hehehe.” Sambung Clara lagi.
“Ayo duduk disini, Raisa!” Ajak Liana pada calon menantunya itu.
“Wah, ternyata ibu memasak makanan kesukaanku!” Seru Raisa senang.
“Iya, aku sangat menyayangimu! Kau sudah aku anggap seperti putriku sendiri.” Ucap Liana pada Raisa.
Mereka pun makan malam bersama sambil berbincang dan senda gurau, suasana kala itu sangat bahagia dan harmonis. Namun hubungan harmonis itu sirna ketika Liana memergoki Raisa yang sedang dirangkul oleh seorang pria yang tak asing di matanya, yaitu sahabat Zidan, yang bernama Erwin di sebuah hotel mewah.
Liana yang kebetulan memiliki urusan di hotel tersebut, tak menyangka melihat prilaku Raisa yang berselingkuh dengan sahabat Zidan. Liana tak tinggal diam ketika putranya dikhianati oleh Raisa dan Erwin. Liana pun mengambil bukti rekaman CCTV yang ada di hotel tersebut dan mengambil bukti kalau Raisa memesan sebuah kamar hotel bersama Erwin.
Dua hari menjelang pernikahan, Liana menemui Raisa tanpa sepengetahuan Zidan di sebuah kamar hotel yang menjadi tempat perselingkuhan itu terkuak.
“Ibu, kenapa kau ingin bertemu denganku disini?” Tanya Raisa dengan wajah berlagak manis di depan Liana.
“Jangan bersikap manis padaku lagi, Raisa!” Kata Liana dengan nada dingin.
"Apa kau tidak ingat kamar ini?" Sambung Liana lagi.
“Ibu, ada apa? Kenapa Ibu bersikap dingin padaku? Apa aku melakukan kesalahan?” Tanya Raisa masih ingin berpura-pura.
“Berhentilah berpura-pura, Raisa! Aku sudah mengetahui apa yang kau lakukan di belakang Zidan selama ini.” Ujar Liana kesal.
“Apa maksudmu, Ibu?” Tanya Raisa masih berdalih.
“Aku minta pergilah menjauh dari Zidan! Kau tak pantas untuk anakku.” Kata Liana berubah membenci Raisa.
“Kenapa ibu menyuruhku untuk meniggalkan Zidan? Dua hari lagi aku dan dia akan menikah!” Sahut Raisa.
Dengan kesal Ibu melemparkan semua salinan bukti perselingkuhan Raisa dengan Erwin. Raisa melihat rekaman CCTV dan foto-foto serta bukti pemesanan kamar hotel atas nama dirinya. Ia sangat terkejut kalau semua perselingkuhannya terbongkar oleh Ibu.
“Apa kau masih berani untuk menyangkalnya?” Seru Liana sudah muak dengan sikap buruk dan juga kebohongan Raisa.
“Oh, ternyata kau sudah mengetahuinya! Hahaha, Apa kau pikir Zidan akan meninggalkan aku begitu saja? Apa kau lupa, kalau putramu sangat mencintai aku?” Sahut Raisa yang tak segan-segan lagi untuk menampilkan sifat busuknya pada Liana.
“Akhirnya kau menampakkan sisi burukmu itu padaku! Aku peringatkan kau, tinggalkan Zidan!” Teriak Liana marah.
“Tidak semudah itu, ibu.” Kata Raisa berani menantang Liana.
“Apa yang kau inginkan agar Zidan tak akan pernah lagi melihatmu?” Tanya Liana berniat untuk bernegosiasi pada Raisa..
“Aku ingin uang! Uang yang banyak.” Sahut Raisa dengan liciknya.
“Aku sungguh tak menyangka, kau wanita yang yang tidak tau malu!” Ujar Liana penuh amarah.
“Berapa jumlah uang yang kau inginkan?” Tanya Liana lagi.
“100 Milyar.” Jawab Raisa.
“Huh, aku tidak menyangka harga dirimu semurah itu!” Ujar Liana yang langsung menuliskan cek dan melemparkannya ke wajah Raisa.
“Setelah ini, jangan pernah menampakkan wajahmu lagi atau aku tak segan-segan akan membunuhmu!” Ancam Liana pada Raisa saat melangkah pergi dari hotel tersebut.
Flashback Off
Liana yang melamun mengingat kembali kejadian beberapa tahun yang lalu, tersadar saat sopir pribadinya mengatakan bahwa ia sudah tiba dirumah. Liana mengusap air matanya dan masuk kedalam rumah.
*****
Zidan yang masih dengan kegalauannya di kantor, memilih untuk pergi mencari udara segar di seputaran kota tempat tinggalnya. Saat ia berhenti di sebuah café sekedar untuk minum kopi, Zidan kembali bertabrakan dengan Isabel yang sedang berlari untuk menghindari kejaran dari anak buah ayahnya.
“Aaarrrgghh, maaf….maaf!” Pekik Isabel pada orang yang tertabrak olehnya.
Tanpa melihat siapa yang ditabraknya, Isabel terus memunguti pakaiannya yang berserakan akibat tertabrak oleh tubuh Zidan.
“Kenapa kau lagi sih?” Teriak Zidan kesal melihat Isabel.
“Om, kau lagi rupanya!” Sahut Isabel terus memunguti barang-barangnya.
“Itu dia!” Teriak anak buah Aftur melihat kearah Isabel.
Isabel dan Zidan melihat kearah orang-orang yang sedang mengejar Isabel.
“Aaarrggghh!” Teriak Isabel berlari untuk menghindari kejaran orang suruhan ayahnya.
Saat itu Isabel yang sedang memunguti barang-barangnya, tak menyadari bahwa ia juga memegang dan menarik tangan Zidan untuk lari menghindari kejaran orang-orang itu. Isabel pun berhenti sesaat untuk bersembunyi di sebuah lorong sempit.
“Hah, hah, hah!” Nafas Isabel ngos-ngosan.
Kemudian Isabel merasakan ada yang aneh dalam genggamanya. Ia pun melihat apa yang digenggamnya.
“Ta…tangan?” pekik Isabel bingung.
Dengan segera ia menoleh kearah pria yang berdiri di sampingnya yang sedari tadi menatapnya kesal.
“Aaarrgghh! Kenapa om ada disini?” Teriak Isabel terkejut melihat Zidan.
“Apa kau lupa hah? Kau yang menarik tanganku tadi dan ikut berlari denganmu!” Teriak Zidan kesal pada Isabel.
“Dasar idiot!” Sambung Zidan lagi.
“Aku…aku…tidak sengaja! Aku pikir tanganmu itu tadi celana dalamku yang berserakan.” Sahut Isabel yang membuat Zidan semakin kesal.
“Apa kau bilang? Celana dalam? Kau pikir aku ini apa hah?” Teriak Zidan lagi.
“Pelankan suaramu, om! Nanti mereka tau kalau aku disini.” Kata Isabel.
“Kenapa mereka mengejarmu?” Tanya Zidan penasaran.
“Bukan urusanmu!” Sahut Isabel sewot.
“Pasti kau sudah membuat masalah kan?” Tanya Zidan lagi.
“Huh, mau tau saja urusan orang lain!” Gerutu Isabel sewot pada Zidan yang berdiri di sebelahnya.
“Dasar pembuat onar!” Umpat Zidan.
Anak buah tuan Aftur melintasi lorong yang menjadi tempat persembunyian Isabel dan Zidan. Namun mereka tidak melihat Isabel dan Zidan karena tertutupi tong sampah yang besar.
“Cepat katakan padaku, siapa mereka? Dan kenapa mengejarmu?” Bisik Zidan pada Isabel.
“Mereka itu adalah anak buah ayahku, mereka ingin menangkapku..karena aku kabur dari rumah.” Jawab Isabel.
“Dasar kau, bocah ingusan yang nakal!” Umpat Zidan menjuluki Isabel dengan julukan bocah nakal.
“Aku ini tidak nakal, om?” ujar Isabel.
“Lantas apa? Hanya anak nakal yang kabur dari rumah.” Sahut Zidan.
“Aku itu kabur karena ayahku akan menikahkan aku! Aku kan belum lulus sekolah.” Kata Isabel tanpa sengaja curhat pada Zidan.
“Apa? Jadi dia putri dari tuan Aftur yang akan di jodohkan denganku?” Gumam Zidan kaget dalam hatinya.
“Astaga! Ini tidak bisa dibiarkan! Aku pasti akan diejek Abrar dan yang lainnya jika aku menikah dengan bocah ini dan menjadi pedofil!” Batin Zidan lagi.
“Bocah ingusan sepertimu akan menikah? Huh, yang benar saja! Pria itu pasti sudah gila kalau menikah denganmu.” Kata Zidan meremehkan Isabel.
“Hei, om pikir aku ini mau menikah dengan pria gila dan tidak jelas hidupnya itu? Aku ini masih waras om!” Sahut Isabel yang membuat Zidan kesal karena di bilang pria gila dan gak jelas hidupnya.
“Kau…..” Zidan tak mampu berkata apa-apa lagi ketika mendengar penghinaan yang di lontarkan Isabel padanya.
Isabel bingung menatap Zidan yang tiba-tiba kesal padanya. Karena kesal Zidan langsung memanggil anak buah tuan Aftur untuk menangkap Isabel.
“Hei, kemari kalian! Orang yang kalian cari ada disini.” Teriak Zidan memanggil anak buah Aftur yang mengejar Isabel.
Isabel yang tak bisa melarikan diri lagi, langsung di tangkap dan di bawa oleh orang suruhan ayahnya tersebut.
“Aaarrggghh, dasar kau orang kejam! Teganya kau om-om sinting!” Teriak Isabel kesal pada Zidan.
“Dasar bocah ingusan! Beraninya dia mengatakan aku pria gila yang tak punya tujuan hidup.” Gumam Zidan kesal.
Zidan pun kembali ke sebuah cafe yang menjadi tempat persinggahannya yang tadi, sementara Isabel langsung di bawa pulang oleh orang suruhan ayahnya.
Setibanya Isabel dirumah, ibunya telah berdiri menghadangnya dengan pandangan yang sangat kesal. Isabel tak berani menatap ibunya karena telah ketahuan melarikan diri agar tidak dinikahkan dengan pria yang tak di kenalnya. Isabel belum mengetahui kalau Zidanlah pria yang akan dinikahkan padanya.
“Beraninya kau lari dari sini? Apa kau ingin aku dan ayahmu terlibat masalah karena ulahmu, hah?” Teriak Dania kesal pada Isabel.
“Aku tidak ingin menikah, ibu!” Kata Isabel.
Dengan kesal Dania menarik tangan anaknya itu dan membawanya bertemu dengan suaminya yang sangat cemas karena Isabel melarikan diri. Dania membawa Isabel keruang keluarga. Disana telah menanti Aftur dan Luisa.
“Kau ini memang sangat menyusahkan aku!” Ujar Aftur kesal pada anaknya.
“Ayah, kenapa harus aku? Aku ingin sekolah bukan menikah.” Teriak Isabel terus berupaya menolak perjodohan itu.
“Kau itu tidak memiliki otak yang cerdas seperti kakak-kakakmu! Jadi jika kau menikah diusia dini, tidak akan jadi masalah untuk kedepannya!” Sahut Aftur yang membuat Isabel sedih.
“Lagian, setelah kau menikah nanti, kau masih bisa melanjutkan pendidikanmu! Itu sudah janji dari calon mertuamu.” Sambung Aftur.
“Ayah, aku mohon! Aku tidak ingin menikah.” Ucap Isabel menangis.
Tak lama kemudian, Vani menghampiri mereka sepulang dari kampusnya.
“Ada apa ini, ayah?” Tanya Vani.
“Bukan apa-apa! Kau istirahatlah, kau pasti lelah dari kampus.” Sahut Aftur pada Vani.
“Dania, bawa Isabel ke kamarnya dan kunci pintu kamarnya jangan sampai dia kabur lagi!” Perintah Aftur pada istrinya itu.
Isabel pun diseret oleh ibu dan Luisa untuk masuk kekamar dan mengurungnya disana. Vani yang curiga dengan kejadian itu berusaha mencari tau dari para pelayan yang bekerja dirumahnya.
“Apa yang terjadi?” Tanya Vani pada pelayan kepercayaannya yang bernama Inggrid.
“Nona, apa kau belum tau? Nona Isabel akan segera dinikahkan!” Jawab Inggrid yang mengetahui setiap permasalahan yang ada di rumah itu.
“Apa? Dinikahkan? Dengan siapa?” Tanya Vani.
“Aku dengar sih katanya nona Isabel akan menikah dengan pria kaya di kota ini, yaitu tuan Zidan.” Sahut Inggrid yang membuat Vani semakin terkejut.
“Dengan kak Zidan?” Gumam Vani dalam hatinya.
“Nona, sebenarnya beberapa hari yang lalu nyonya Liana Ailendra datang kesini untuk menagih janji lama yaitu menikahkan anaknya dengan salah satu dari kalian! Namun tuan Aftur tidak mau menjodohkan nona Vani dan nona Luisa pada anaknya, yang aku dengar katanya tuan Aftur ingin nona vani dan nona Luisa fokus melanjutkan pendidikan, begitu nona!” Kata Inggrid yang mempunyai kebiasaan menguping.
“Ya sudah, ini tips untukmu!” Kata Vani memberikan beberapa lembar uang pada Inggrid atas semua informasi yang ia berikan padanya.
Vani pun masuk kedalam kamarnya dengan kesal.
“Sialan! Kenapa Isabel sih yang dinikahkan dengan kak Zidan? Kenapa bukan aku? Aku kan anak tertua di keluarga ini! Lagipula aku sudah lama menyukai kak Zidan!” Gumam Vani marah.
“Aku harus mencari cara agar kak Zidan menikah denganku, bukan dengan Isabel yang bodoh itu!” Katanya lagi.
Setelah lama ia berfikir, akhirnya Vani menemukan cara agar dialah yang nantinya menikah dengan Zidan. Vani langsung menemui Ibunya yang sedang berada di kamar Isabel bersama dengan Luisa juga.
“Ibu, aku sudah tau semuanya!” Ucap Vani pada Dania.
“Apa maksudmu?” Tanya Dania bingung.
“Ibu akan menikahkan Isabel kan?” Tanya Vani.
“Pergilah Vani, kau harus fokus dengan kuliahmu!” Ujar Dania.
“Ibu, ini tidak baik! Isabel itu masih kecil, dan dia masih berusia 17 tahun, apa ibu setega itu akan menikahkannya?” Teriak Vani.
“Apa? Kak, sejak kapan kau perduli dengan Isabel?” Tanya Luisa pada Vani.
“Diam kau!” Bentak Vani marah pada Luisa.
“Isabel, tenanglah! Biar aku yang menggantikan posisimu untuk menikah dengan Zidan.” Ucap Vani melancarkan aksinya untuk mencapai tujuannya.
“Terima kasih, kak! Aku tak menyangka dirumah ini masih ada orang yang peduli denganku.” Ucap Isabel polos.
“Sudahlah, aku ini kakakmu, aku pasti akan menolong adikku.” Sambung Vani memeluk Isabel.
“Ibu, aku sudah memutuskan akan menggantikan Isabel dan menikah dengan Zidan.” Kata Vani.
“Kau harus fokus dengan pendidikanmu! Kau tidak boleh menikah.” Kata Aftur yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan mendengar semua yang terjadi di sana.
“Ayah! Bukankah aku tetap bisa melanjutkan pendidikanku setelah aku menikah?” Teriak Vani.
“Tapi setelah menikah kau pasti tidak akan fokus belajar dan nilai-nilaimu pasti akan menurun.” Kata Aftur.
“Ayah, apa aku pernah mengecewakanmu dengan nilai-nilaiku selama ini?” Tanya Vani.
Aftur tak bergeming saat Vani melontarkan pertanyaan itu padanya.
“Aku sudah memutuskannya, karena aku putri tertua di keluarga ini, maka biar aku saja yang menikah.” Sambung Vani lagi.
Isabel dapat bernafas lega dengan keputusan yang diucapkan oleh Vani yang akan menggantikannya menikah. Aftur tak dapat berkata apa-apa lagi mendengar keputusan yang diambil oleh putri yang selalu dibangga-banggakannya itu.
Didalam kamarnya Luisa memikirkan kecurigaannya terhadap Vani yang tiba-tiba begitu perhatian pada Isabel. Padahal selama ini Vani adalah orang yang sangat sombong karena merasa memiliki banyak prestasi dan di bangga-banggakan oleh kedua orang tuanya.
“Ada apa dengan kak Vani? Aku yakin ada sesuatu yang diinginkannya!” Gumam Luisa mencurigai kakak sulungnya.
Di ranjangnya, Isabel merebahkan tubuhnya setelah selesai mandi.
“Hah, akhirnya aku terbebas dari masalah besarku itu! Aku bisa liburan di itali dengan nyaman dan sentosa, hehehe.” Ucap Isabel menarika nafas dengan lega.
“Entah apa yang ada dipikiran si sombong itu, sehingga dia mau menggantikan aku untuk menikah.” Katanya lagi.
Di meja belajarnya, Vani merasa sangat bahagia karena akan menikah dengan pria idamannya.
“Aku sangat senang akan menjadi istri dari tuan Zidan yang sangat berpengaruh di negeri ini! Aku akan berdandan yang cantik, dia pasti akan terpesona dengan kecantikanku, hahaha.” Kata Vani tertawa puas berhasil mengelabui keluarganya.
Malam harinya Zidan yang sangat lelah pulang kerumahnya dan hendak masuk ke kamarnya. Namun saat ia melintasi kamar Liana, Zidan melihat tubuh Ibu yang tergeletak di lantai kamar. Dengan perasaan yang sangat khawatir ia mendekati ibunya.
“Ibu…ibu! Astaga apa yang terjadi?” Kata Zidan sangat panik mendapati ibunya pingsan.
Dengan segera ia memanggi dokter untuk memeriksa keadaan ibunya.
“Bagaimana dokter? Apa yang terjadi?” Tanya Zidan.
“Kondisinya sangat lemah, jangan buat dia terlalu banyak pikiran atau membuatnya sedih.” Jawab Dokter.
“Ini resep untuknya.” Sambung dokter itu lagi.
“Terima kasih, dokter!” Ucap Zidan.
Tak lama kemudian, Liana sadar dari pingsannya.
“Ibu, kau tidak apa-apa? Dimana yang sakit ibu?” Tanya Zidan sangat khawatir.
“Zidan, aku sudah sangat tua! Mungkin aku akan segera mati.” Ucap Liana dengan nada lemah.
“Ibu, jangan pernah katakan itu! Kau harus sehat.” Sahut Zidan.
“Zidan, sebelum aku mati nanti, aku hanya ingin minta satu permohonan padamu, nak.” Kata Liana.
“Ibu, jangan katakan itu! Ibu harus tetap sehat, ibu boleh minta apapun padaku, asal jangan pernah katakan mati lagi.” Sahut Zidan.
“Menikahlah dengan putri tuan Aftur! Itu adalah keinginan mendiang ayahmu dan juga aku.” Kata Liana yang membuat Zidan semakin galau.
“Ibu, tapi aku…”
"Nak, ibu mohon! Penuhilah keinginan mendiang ayahmu.” Sambung Liana.
“Baiklah ibu! Aku akan memenuhi keinginan mendiang ayah dan ibu.” Ucap Zidan mengalah.
“Tapi ibu juga janji padaku, jangan pernah katakan tentang kematian lagi.” Sambung Zidan.
“Baiklah, tinggalkan aku sendiri, aku akan istirahat!” Kata Liana menyuruh Zidan untuk keluar dari kamarnya.
Zidan pun mengiyakan dan pergi keluar kamar Liana agar Liana bisa beristirahat. Saat zidan menutup pintunya, Liana mengintip dan langsung mengambil ponselnya untuk menghubungi Abrar menantu favoritnya itu yang sedang bersama dengan putrinya yaitu Balqis.
“Abrar, rencana kita berhasil!” Ucap Liana senang pada sang menantu yang menetap tinggal di Indonesia.
“Tentu saja! Menantumu yang jenius ini punya banyak akal.” Sahut Abrar menyombongkan dirinya.
“Kau memang menantu yang bisa aku andalkan! Hehehe.” Ucap Ibu memuji Abrar dan langsung mematikan sambungan teleponnya.
Abrar yang sedang mendekap tubuh Balqis yang polos dan penuh dengan keringat sangat kesal dengan prilaku Ibu yang sering memutuskan sambungan telepon secara sepihak.
“Ibu, halo ibu?” Panggil Abrar melalui ponselnya.
“Aaarrgghh, mengapa kau selalu memutuskan sambungan teleponya secara sepihak ibu!” Teriak Abrar kesal.
“Hei, ada apa? Kenapa dengan Ibu?” Tanya Balqis.
“Tidak ada apa-apa! Hehehe, mari kita tuntaskan apa yang sedang kita kerjakan saat ini.” Sahut Abrar.
*****
Di dalam kamar mandinya, Zidan terus memikirkan apa yang telah diucapkannya pada Liana.
“Bagaimana bisa aku menikah dengan bocah ingusan itu?” Pikir Zidan dalam keadaan tubuhnya yang masih basah.
“Hidupku pasti akan seperti neraka, jika memiliki istri judes dan pembangkang seperti dia.” Kata Zidan lagi dalam hatinya.
“Raisa, entah apa yang kau pikirkan tentangku jika suatu saat kau kembali dan mengetahui kalau aku menikah dengan orang lain! Apa kau masih akan menerima cintaku.” Gumam Zidan dalam kegalauannya.
Tepat 3 hari waktu yang diberikan oleh ibu pada tuan Aftur. Liana dan Zidan datang untuk menagih janji yang pernah terucap dimasa lalu. Keluarga Aftur menyambut gembira kedatangan Liana dan Zidan. Mereka disuguhkan makanan dan minuman disebuah meja untuk makan siang bersama.
Vani yang telah mempersiapkan dirinya dengan dandanan yang cantik dan gaun yang indah, turun menyambut kedatangan pria idamannya yang telah duduk di sofa ruang tamu. Tak ketinggalan Luisa dan Isabel juga ikut menyambut kedatangan mereka. Saat melihat Zidan, Isabel sangat kaget. Ia baru menyadari bahwa Zidanlah pria tersebut.
“Hah, leganya aku! Untung saja kak Vani mau menggantikan aku menikah! Ternyata om sinting ini prianya.” Ucap Isabel dalam hatinya.
“Huh, awas saja kau bocah ingusan! Setelah menikah aku akan menyiksamu.” Ucap Zidan dalam hatinya sambil melotot pada Isabel.
Setelah lama berbincang dan berbasa-basi, Aftur mengajak Liana dan Zidan untuk masuk keruang makan dan makan siang bersama. Vani mempersilahkan Zidan untuk duduk disampingnya. Zidan pun mengiyakan dan duduk bersebelahan dengan Vani, namun berhadapan dengan Isabel. Isabel duduk di tengah-tengah antara Dania dan Luisa.
Mereka pun makan siang dengan makanan yang disediakan ala barat tentunya. Zidan terus menatap Isabel dan Isabel tak berani untuk menatap balik Zidan. Sementara Vani terus berusaha mengambil hati Zidan yang fokus pada Isabel yang tepat di hadapanya.
“Dasar om sinting! Kenapa dia terus menatapku? Kenapa dia tidak menatap kak Vani yang di sebelahnya sih?” Gerutu Isabel dalam hatinya. Ia sangat risih dengan tatapan Zidan padanya.
“Dasar kau bocah ingusan! Kenapa saat di hadapan keluargamu kau malah tak acuh padaku, hah? Padahal kalau cuma berdua denganku, kau sangat judes!” Ucap Zidan kesal dalam hatinya sambil menatap Isabel.
“Kak Zidan, makanlah sayur ini! Aku khusus memasaknya untukmu.” Ucap Vani dengan lemah lembut guna mengambil hati Zidan.
“Aku tidak suka sayur!” Sahut Zidan dengan ketus yang membuat Vani dan yang lainnya terkejut.
“Huh, aku tak menyangka kak Vani mencoba merayu Zidan.” Ucap Luisa dalam hatinya.
“Dasar om sinting! Diperhatikan calon istri malah ketus.” Gumam Isabel dalam hatinya pada Zidan.
“Beraninya kau mengacuhkan aku, Isabel!” Ucap Zidan dalam hatinya semakin kesal.
“Hehehe, aku akan membuatmu membalas tatapanku, Isabel.” Ucap Zidan lagi dalam hatinya.
Zidan mulai dengan aksinya untuk mengganggu Isabel. Dia menaikkan kakinya yang berada di kolong meja menyenggol kaki Isabel. Namun ia keliru bukan kaki Isabel yang dia senggol melainkan kaki Dania, istri Aftur.
Dania langsung kaget dengan apa yang dilakukan Zidan padanya. Wajah Dania langsung memerah menatap Zidan yang bolak balik menyenggol kakinya. Zidan terus menggerak-gerakkan kakinya, namun saat menatap Isabel, Isabel hanya diam dan tak bersekpresi apapun.
“Kurang ajar! Kenapa dia bisa tidak bereaksi apapun setelah aku menyenggol kakinya berulang kali?” Ucap Zidan dalam hatinya.
“Ibu, kenapa wajahmu sangat merah? Apa ibu sakit?” Tanya Luisa pada Dania.
“Tidak, sepertinya ada sesuatu yang bergerak di kakiku.” Sindir Dania sambil menatap Zidan.
"Hah, sial! Kenapa malah kaki ibunya yang aku senggol? Pantas saja dia tidak bereaksi apa-apa! Ternyata bukan kakinya.” Ucap Zidan dalam hatinya.
Setelah makan siang bersama, mereka pun kembali berbincang di ruang tamu untuk membicarakan pernikahan anak-anak mereka.
“Tuan Aftur, aku ingin semuanya jelas dan cepat selesai! Jadi putrimu yang mana yang akan kau nikahkan dengan putraku, Zidan.?” Tanya Liana.
“Aku sudah memutuskan, Vani, putri kesayanganku lah yang akan aku nikahkan dengan Zidan.” Jawab Aftur yang membuat Zidan kaget.
Vani tertunduk malu dan bahagia saat Zidan menatapnya kesal. Zidan tak menyukai Vani yang memiliki sifat angkuh namun munafik jika di hadapan orang lain.
“Baiklah kalau begitu, sekarang kita tetapkan saja kapan tanggal pernikahan mereka berdua! Lebih cepat lebih baik.” Sahut Liana.
“Tunggu!” Kata Zidan yang membuat semua mata melihatnya.
“Aku menolak menikah dengan putrimu!” Sambung Zidan mengejutkan semuanya.
“Apa maksudmu, Zidan? Kau sudah berjanji padaku, bukan?” Bisik Liana kesal pada Zidan.
“Tenang lah Ibu!” sahut Zidan.
"Kenapa kau tiba-tiba menolaknya? Bukankah kau sudah setuju untuk menikah dengan anakku?” Tanya Aftur.
“Aku tetap akan menikah dengan anakmu, namun bukan dengan Vani melainkan dengan Isabel!” Kata Zidan yang membuat lutut Isabel lemas tak berdaya.
“Apa?” Pekik Aftur kaget.
“Aku tidak tertarik dengan putri sulungmu, tapi aku memilih Isabel yang akan menikah dan menjadi istriku!” Kata Zidan lagi membuat Dania pingsan mendengarnya.
"Ya Tuhan, si om sinting itu bicara apa sih? Kenapa malah jadi seprti ini?" Gumam Isabel dalam hatinya masih enggan membalas tatapan Zidan padanya.
"Hehehe, Aku yakin kau pasti akan terkejut dengan keputusanku ini, Isabel!" Gumam Zidan dalam hatinya sambil terus menatap Isabel.
Semua orang panik saat Dania jatuh pingsan, kecuali Vani yang menangis kesal karena rencananya untuk menikah dengan pria idamannya gagal. Dania di bawa oleh pelayan untuk di bawa ke dalam kamar agar bisa beristirahat.
Isabel yang masih mematung dan juga Vani yang masih duduk disana menatap Isabel dengan kesal, mendengarkan segala perbincangan tentang rencana pernikahan Zidan dan Isabel yang akan di selenggarakan dalam waktu dekat. Setelah semua rencana pernikahan tersusun rapi, Liana dan Zidan kembali kerumahnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!