PART 17

24 April—Pukul 13.21

Persiapan telah selesai. Berkali-kali Jasper memastikan semua orang mengerti rencana dan merampungkan tugas masing-masing dengan baik. Pada pukul 3 nanti, mereka akan menembakkan peledak ke menara jam. Jarak ledakan bom tidak jauh, sehingga hanya menghancurkan bangunan depan menara.

Jika lima belas menit setelah ledekan tak ada perlawanan, maka mereka akan menyerang. Bila ada perlawanan, ledakan ke dua akan diluncurkan.

Namun, satu hal yang menjadi pertimbangan keputusan ini. Bagaimana jika Wesley ada di menara jam dan terkena ledakan?

"Wesley tau rencana kita, mustahil dia berada di bagian depan menara." Seolah mengerti kebimbangan Jasper, Austin berusaha menenangkan.

"Aku harap keputusan ini tidak salah," ucap Jasper.

Austin menyerahkan pengontrol karabin. "Kita hadapi ini bersama."

Jasper mengangguk. "Aku punya tugas terakhir untukmu, Austin." Kemudian, Jasper membisikkan sesuatu.

...***...

Tiga hari lalu

21 April—Pukul 10.02

Kelopak mata Wesley terbuka perlahan. Mengerjap berkali-kali, cahaya menyilaukan matanya. Pandangannya masih kabur, pening menghantam kepala.

Tubuh Wesley dipasang banyak alat. Dan di sampingnya terpampang layar monitor yang menunjukkan data-data kesehatannya.

"Dia sudah sadar." Seseorang berpakaian serba hitam berkomunikasi lewat walkie talkie. Seketika Wesley sadar, orang ini adalah orang yang menembaknya.

"Periksa kondisinya, tapi berhati-hatilah. Dia cukup licik memutar balikkan keadaan," balas seseorang dari sebrang sana.

"Aku sudah menduga kalian tidak sendiri," ucap Wesley ripuh.

Orang itu mendekati Wesley. Hendak bergerak, tapi Wesley baru sadar seluruh anggota geraknya diborgol. Enggan melawan sebab Wesley tahu ia tidak kuat. Ia memilih diam dan membiarkan orang itu memeriksa dirinya.

Katakanlah si pelaku biadab karena membunuh hampir semua penduduk Chaderia. Bahkan nyaris membunuh Wesley. Namun satu hal yang perlu diketahui, mereka pun menyelamatkan nyawa Wesley. Entah memang karena rasa kemanusiaan atau menyimpan tujuan tertentu.

"Siapa sebenernya kalian?" tanya Wesley.

"Kau berharap aku menjawab pertanyaan bodohmu?"

"Bagian dari angkatan militer?"

"Tebakan yang bagus, tapi bukan." Dia mengganti cairan infus Wesley yang sudah habis.

"Apa kau perempuan?"

"Aku di sini bukan untuk menjawab pertanyaanmu." Dia mengatur laju tetesan infus.

"*Apa kalian berdua berteman?" Pertanyaan Wesley diabaikan. "Kalian berasal dari Chaderia?"

"Dan yang terpenting, di mana kita sekarang*?"

"Kalau kau terus bicara, jangan salahkan aku bila membungkam mulutmu." Dia selesai, kemudian segera berjalan menuju bibir pintu.

Akan tetapi, langkah terhenti karena panggilan Wesley.

"Hey, siapa namamu?"

Diam sejenak, orang itu berbalik badan. "B. Kau bisa panggil aku B. Sekali lagi kau bertanya apapun padaku, pisau ini..." Dia mengeluarkan sebilah pisau dari ikat pinggangnya. "Akan merobek mulutmu."

Orang itu keluar dan mengunci Wesley di dalam. Terus terang, Wesley sangat bingung. Tak perlu membahas tujuan mereka, pada intinya, sekarang dia ada di mana? Wesley mengedarkan pandangan dan mendapati sekelilingnya penuh alat medis canggih.

Apa Wesley masih ada di Chaderia, ataukah dirinya telah dibawa menjauh?

Sandra.

Wesley merindukan sang istri.

...***...

24 April—Pukul 13.26

"Sandra."

Setelah melangsungkan rangkaian penyelidikian, akhirnya satu nama dibulatkan menjadi pelaku pembunuhan Stewart. Alasan gamblang, tapi cukup mencurigakan. Selain Sandra, tiga tersangka lainnya turun sebelum menara jam berbunyi.

"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Jane.

"Kita kehilangan Stewart karenanya."

"Jangan bilang kau berencana membunuhnya?"

"Tidak." Glenn secara tegas membantah Ruby.

"Lalu?" tanya Ruby.

Terus terang, Glenn gamam.

"Seharusnya kita beri tau orang dewasa."

"Jangan melibatkan orang dewasa. Kau ingin berdebat untuk hal yang sama lagi, Jane?" jengah Glenn.

"Kita bahas ini nanti, okay?" Ruby menengahi, takut-takut kalau dua temannya ini bertengkar lagi.

Tok... Tok... Tok...

"Masuk saja," ucap Glenn kala pintu kamarnya diketuk.

Alice membuka pintu. Tidak masuk, cukup berdiri di bibir pintu. "Walikota memanggil kalian bertiga."

"Untuk apa kali ini?" tanya Glenn.

"Persiapan penyerangan." Selesai dengan perintah Jasper, Alice meluncur ke lantai bawah untuk melanjutkan pekerjaannya.

Jane keluar terlebih dahulu, kemudian disusul Glenn dan Ruby. Menapaki ruangan sang walikota, di dalam sudah ada Jasper dan Austin. Kening tiga remaja mengkerut menangkap senapan yang berjajar di atas meja.

"Ada apa, paman?" tanya Jane.

"Ambil pistol ini satu per satu."

Ragu-ragu ketinganya menuruti perintah Jasper.

"Baiklah. Sampai satu jam ke depan, sesi latihan dilaksanakan. Detik berikutnya, pertarungan sungguhan menunggu kalian."

"Ayah sakit?" tanya Glenn.

"Tidak."

"Lalu, apa yang salah denganmu?" Kepala Glenn menengger ke samping.

Jasper berjalan ke depan Glenn. "Ayah tau kalian memiliki potensi hebat. Dan kau benar, nak, ayah terlalu takut ketika putra ayah tumbuh dewasa. Ayah terus mengekang dan menganggapnya sebagai anak kecil, tapi sekarang ayah akan membiarkannya berjuang. Melakukan segala sesuatu yang dia yakini benar."

Glenn menatap sang ayah intens. Tatapan penuh harapan terpancar dari kedua bola mata Jasper. Inilah yang sejak dulu Glenn dambakan. "Ayah percaya padaku?"

"Selama kau tak melakukan hal menyakiti orang lain, ayah percaya dan selalu mendukungmu, nak."

"Apa yang salah denganmu, ayah?"

"Apa ayah salah memberikan kalian kesempatan?"

Senyum Glenn perlahan terbit. "Tidak, ayah tidak salah. Kami buktikan kami bisa."

"Kalau begitu, bergegaslah," ucap Austin. Dia yang menjadi pelatih tiga remaja. "Kita pergi ke rooftop."

Setelah kepergian Austin dan tiga muridnya, Jasper duduk di kursi kebangsaannya. Jika saja si pelaku melancarkan serangan balik, Jasper khawatir beberapa warga tidak mampu menghadapi, termasuk para remaja. Meskipun sebenarnya Jasper akan menuntun warga sipil ke tempat yang selamat. Namun untuk mencegah hal yang tidak diinginkan dan melindungi diri sendiri, para remaja harus dilatih menggunakan senjata.

Setidaknya, berlatih satu jam sebelum penyerangan lebih baik daripada tidak sama sekali.

Namun daripada itu, Jasper lebih takut berhadapan dengan si pelaku itu sekali lagi.

To be Continue

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!