Sambutan dan tepuk tangan meriah mengiringi langkah Jasper menuju podium. Jasper tersenyum, maniknya menyapu seluruh warga Chaderia. Antusias dan wajah gembira mereka membuat Jasper tersenyum bahagia.
Seluruh pelosok Chaderia dihias sangat indah. Terutama alun-alun kota, tempat berlangsungnya puncak acara, sekaligus tempat warga Chaderia berkumpul saat ini.
“Jasper! Jasper!” Seorang bocah perempuan berdiri paling depan. Melambaikan tangan sembari berteriak semangat. Jasper membalas lambaian tangannya.
Dehaman kecil Jasper berhasil mensunyikan warga. Beberapa detik kemudian, Jasper mulai angkat bicara. “Kita semua tahu betapa sulitnya mempertahankan negeri tercinta ini di tengah krisis dunia. Banyak pihak yang berusaha mengambil alih dan menjatuhkan Chaderia. Kita semua tahu alasannya. Chaderia memiliki tanah yang subur, teritori yang strategi, dan sumber daya melimpah.”
“Namun, lihatlah kita sekarang! Kita masih berada di atas wilayah yang terus kita lindungi sepanjang 130 tahun lamanya. Aku yakin, ke depannya akan tetap sama. Semua ini berkat kalian, warga Chaderia tercinta, yang rela melakukan apa saja demi Chaderia."
Kobaran semangat membakar jiwa para warga. Kata-kata Jasper membangkitkan antusias dalam diri mereka.
“Kalianlah yang menjadikan Chaderia semakmur ini! Kalianlah yang menjadi kunci dari peradaban Chaderia. Dan berkat kalian pula, Chaderia tidak kalah dari kota-kota besar. Aku ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Aku harap, Chaderia akan jauh lebih berkembang di masa mendatang. Untuk anak-anak kita, untuk generasi kita mendatang, dan untuk Chaderia, mari lakukan yang terbaik!”
Semarak tepuk tangan menjadi akhir pidato singkat Jasper. Antusias warga kian membara. Beberapa dari mereka tak kala menyerukan nama Jasper. Tak bisa dipungkiri, kesuksesan Chaderia tak luput dari kerja keras Jasper sebagai walikota.
“Untuk Chaderia!” Salah satu warga bersorak.
“Untuk Chaderia!” Diikuti seluruh warga.
“Untuk Chaderia!”
“Untuk Chaderia!”
“Untuk Chaderia!”
“Untuk Chaderia!”
“Bersenang-senanglah kalian. Nikmati semua hasil kerja keras kalian. Jadikan hari ini hari paling bahagia di hidup kita semua!” seru Jasper.
Jasper turun dari podium. Ia menghampiri dewan-dewan yang menatapnya bangga. Austin Pierce, Luna Skyler, Wesley Palmer, Joce Blossom, dan Sam Hookstone. Kelimanya merupakan dewan yang dipilih oleh warga karena dianggap paling berkontribusi untuk Chaderia.
“Kau melakukannya dengan baik, Jasper,” puji Joce.
“Tidak sebaik bila tanpa kalian,” balas Jasper. “Aku juga ingin berterima kasih kepada kalian secara langsung. Chaderia takkan sampai sejauh ini bila tanpa kalian.”
“Aku akan melakukan apapun demi Chaderia,” ucap Austin.
“Aku tahu, kami semua tahu. Kau yang paling setia, Austin.”
“Aku tidak setuju dengan itu.” Bantahan Wesley seketika mengukir garis di kening para petinggi. “Kau takkan menjadi yang paling setia bila belum mencoba es krim rasa terbaru Maxwell.”
Para petinggi tertawa. Tentu saja, mereka akan terkejut bila Wesley menganggap ada yang lebih setia daripada Austin. Pria itu bagai perisai Chaderia, sosok pertama yang akan menjaga Chaderia dari ancaman pihak lain.
“Ayolah, Wesley. Kupikir kau benar-benar dengan ucapanmu itu,” ucap Luna.
“Aku bahkan tak mengira siapa lagi yang akan lebih setia daripada Austin,” ucap Sam.
“Pujian kalian takkan membuatku menraktir kalian es krim,” gurau Austin, tetapi ekspresi wajahnya datar.
“Tidak, tidak. Hari ini adalah bagianku,” ucap Jasper.
“Aku lebih senang jika begitu,” ucap Austin.
"Ayo.” Austin menyenggol lengan Wesley, kemudian berjalan mendahului para petinggi.
Mereka tersenyum, terutama Wesley. Diamnya Austin bukan berarti tak peduli. Culasnya Austin bukan berarti tak suka. Dan kerasnya Austin bukan berarti marah. Ia hanya sulit mengekspresikan perasaan.
...***...
“Wuhuuu! Aku berhasil!” Glenn melompat kegirangan. Tembakan terakhirnya berhasil menjatuhkan kaleng. Itu artinya, Glenn dapat memilih hadiah yang ia inginkan.
Glenn menelisik satu persatu barang. Guci, cangkir, piring, keramik, dan masih banyak lagi barang yang terbuat dari tanah liat. Atensi Glenn tertuju pada vas bunga bercorak garis hitam. Ia meminta Hank-si pemilik stand-untuk memberikan itu.
“Ini cocok dipanjang di ruang tamu. Bukankah begitu, Jane?” tanya Glenn.
“Kau memiliki selera yang lumayan bagus.”
“Bila ingin memujiku, jangan setengah-setengah. Bilang saja bahwa pilihanku memang bagus.”
“Kurasa akan lebih bagus jika vas ini kuhancurkan ke kepalamu.”
Ruby tertawa berkat ancaman Jane kepada Glenn.
“Hey, hey! Kenapa kau sangat sadis? Apa kau tega membunuhku dengan cara seperti itu?”
“Mengapa harus tidak tega?” tanya Jane balik.
“Sudah, sudah. Jangan berdebat. Lebih baik kita bermain ke permainan lain,” saran Ruby.
“Aku ingin pulang terlebih dahulu untuk menaruh vas ini. Aku akan kerepotan bila harus membawanya ke mana-mana. Kalian pergi saja terlebih dahulu,” ujar Glenn. Lantas, laki-laki itu segera berlari menuju kediamannya.
Jane dan Ruby berjalan berdampingan sementara sepasang bola mata keduanya terus berkeliling mencari sesuatu yang menarik. Langkah Ruby terhenti.
“Aku tahu cara mendapat es krim gratis.”
Kening Jane mengernyit. “Bagimana?”
Tanpa menjawab, Ruby menggandeng lengan Jane dan menggereknya menghampiri walikota dan para dewan.
“Hai, bu!” sapa Ruby.
“Hai, Ruby! Hai, Jane!” balas Luna.
“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Ruby.
“Tentu saja membeli es krimku.” Kepala Stewart mencuat dari jendela mobil van es krimnya. Ia menyerahkan dua es krim kepada Jasper.
“Terima kasih,” ucap Jasper. Kedua es krim tersebut diberikan untuk Sam dan Luna.
“Kalian berdua ingin es krim?” tawar Jasper kepada Jane dan Ruby.
“Tentu.” Ruby secepat kilat menjawab membuat Jasper kembali memesan dua es krim tambahan. Ruby menyenggol Jane, lalu berbisik, “Caraku bagus, bukan?”
Jane tersenyum kecil. “Ya.”
“Terima kasih,” ucap Jane dan Ruby berbarengan seusai pesanannya diberikan.
“Bagaimana rasanya, Tuan-Tuan dan Nyonya-Nyonya?” tanya Stewart Maxwell.
"Aku menggabungkan daun mint dan ekstrak peppermint untuk menu terbaru ini.”
“Aku sangat menyukainya. Ini akan menjadi menu favoritku sepanjang waktu,” ujar Wesley.
“Aku setuju, tapi akan lebih sempurna bila kau menambahkan sedikit vanilla essence,” saran Joce. “Bagaimana menurutmu, Austin?”
Mantan militer Angkatan udara tersebut berekspresi datar, tetapi lidahnya lahap mengecap es krim. “Rasanya seperti memakan tanaman liar.”
Sam tertawa. “Apa kau pernah memakan tanaman liar?”
“Kau takkan bisa menjadi angkatan militer bila tak mencicipi tanaman liar.” Tak ada yang salah dengan jawaban Austin, sebab tentara Amerika diajarkan cara bertahan hidup di hutan. Salah satunya dengan mengonsumsi tanaman liar yang dapat dimakan. Hanya saja, nada bicara Austin terdengar sedikit ketus.
“Hey! Hey! Hey!” Glenn berlari datang. “Aku baru pergi sebentar dan kalian sudah makan es krim tanpaku?”
“Kau melewatkan pesta, Bung,” ucap Stewart.
“Ya…, baiklah. Tapi pesta selanjutkan dimulai sekarang,” balas Glenn. “Aku juga ingin mencicipi es krim terbarumu, Bung.”
“Harganya seribu dollar untukmu,” gurau Stewart. Ia masuk ke dalam van untuk mengerjakan pesanan Glenn.
“Akan kubayar jika aku menang dalam lomba pinata.”
“Jangan bermimpi. Aku yang akan jadi pemenang.”
Glenn mengedikkan kedua bahu. “Kita lihat saja nanti.”
“Dan, ayah…. Apa benar hadiahnya mencapai 20 ribu dollar?”
“Berjuanglah untuk menang agar kau dapat mengetahui itu,” jawab Jasper.
To be continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments