20 April—Pukul 11.09
Wesley menyingkap gulungan peta ke atas meja. Peta utama kota Chaderia.
“Ada dua jalur yang bisa kita pakai untuk mencapai Menara jam.” Wesley menunjuk satu dari dua garis yang ia gambar. “Jalur hijau ini melewati alun-alun kota. Agak berbahaya karena alun-alun kota merupakan titik pandang paling menonjol.”
“Dan jalur kuning ini melewati peternakan. Lebih pendek memang, tapi kurasa akan lebih sulit karena khawatir suara hewan ternak menarik perhatian dia.”
Jasper mengamati kedua jalur. Otaknya menghitung persentase keberhasilan dan kegagalan, lalu membandingkan jalur mana yang lebih efisien.
Mengikuti alur permainan rasanya mustahil. Semakin menurut, nyawa salah satu di antara mereka semakin terancam. Pada akhirnya mereka harus memilih cara untuk menyelinap masuk ke Menara jam, kemudian menghentikan si pelaku.
“Kita gunakan kedua jalur,” putus Jasper.
“Austin, gerak lincahmu sangat dibutuhkan untuk melalui alun-alun. Dan Sam, kau ikut bersama Austin. Tugas kalian adalah mengalihkan si pelaku. Setelah itu, aku dan Wesley akan mengendap melalui peternakan. Lalu, Alice. Manfaatkan situasi untuk menuju ke dalam ruang Bee. Ambil semua peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan."
“Dan aku?” tanya Luna.
“Kau menjaga penduduk di sini,” balas Jasper.
Luna menggeleng. “Aku ingin ikut.”
“Tidak, Luna. Seseorang harus berjaga di sini.”
“Dan itu bukan aku,” ngotot Luna. Entah apa yang menyebabakan Luna sekesal ini. Hanya saja ia merasa si pelaku sudah keterlaluan. Secara tidak langsung, ia sudah membuat seorang gadis kecil menjadi yatim piatu. Dan ini juga berhubungan dengan dendam Joce.
“Aku ingin melihat si pelaku diberi pelajaran dengan mata kepalaku sendiri.”
“Okay, kalau begitu biar aku yang berjaga.”
Jasper memandang Luna dan Sam bergantian, kemudian Austin dan Wesley. Lantas, ia menyetujui saran Sam.
“Kita rampungkan malam,” putus Jasper.
“Tapi sebelum itu, mulai dari jam 3 sore ke atas hari ini, tak ada yang boleh meninggalkan ruang tamu.”
Sebab batas akhir dari misi kali ini adalah jam 5 sore.
...***...
20 April—Pukul 13.18
Selesai makan siang. Jane dan Ruby bertugas mencuci piring. Kebiasaan wanita memang, bergosip di tengah pekerjaan.
“Entah kenapa aku merasa ide Glenn sedikit buruk.”
Sejujurnya Jane merasakan hal serupa, namun untuk kali ini ia mendukung Glenn.
“Mungkin ini cara satu-satunya untuk menyelamatkan Stewart.” Jane menyentuh tangan Ruby. “Saat kita SD, kau yang paling berbakat merakit lego. Jadi, kau pasti bisa melakukannya.”
“Kau harus bantu aku.”
Jane mengangguk yakin. “Pasti.”
Keduanya lanjut mencuci. Sampai ketika Ruby berbicara, tangan Jane berhenti bergerak.
“Kau pernah bertanya orang yang kusuka, aku akan bertanya balik padamu.”
“Tak ada jawaban yang bisa kau dapat,” balas Jane.
“Oh ya?” Nada bicara Ruby naik satu oktaf. “Kupikir-pikir, selama ini kau tak pernah menyukai laki-laki.”
Jane tak menggubrisnya.
“Hmm… apa kau lesbi?”
Pertanyaan Ruby seketika mendapat bantahan keras dari Jane. “Hey, hentikan. Aku tidak seperti itu.”
Ruby tertawa. “Hahahaha…. Maaf-maaf, aku bercanda.”
“Bagaimana jika setelah semua ini selesai, kau mulai berkencan dengan Glenn. Kulihat kalian berdua cocok.”
“Kali ini idemu lebih gila dari ide Glenn,” cerca Jane.
“Ayolah, Jane. Tak ada salahnya, kan, mencoba?”
Iya, tapi sepertinya dia menyukaimu, batin Jane.
Jane menggeleng. “Aku bisa frustasi bila itu benar-benar terjadi.”
Ruby mendengus. Memang kucing dan anjing ini tak bisa akur. Acara cuci piring selesai.
“Apa ini?” Ruby membuka kulkas dan menemukan sebuah kantong plastik hitam.
Jane ikut melihat. Keningnya mengkerut.
“Kemarin tidak ada.”
“Ah, ya sudah. Mungkin milik para petinggi.”
Ruby menutup kulkas. “Ayo ke kamar Glenn untuk bersiap dan segera menjalankan rencana. Kita harus sudah ada di ruang tamu sebelum jam 3.”
“Kau duluan saja, aku ingin ke toilet dulu.”
“Okay.” Keduanya berpisah.
Di tengah menuju toilet, langkah Jane terhenti karena melihat seseorang di dalam kamar Joce. Gerak-gerik orang itu tampak sedikit mencurigakan. Penasaran, Jane mendekat.
“Luna?”
Tubuh Luna menengang. Perlahan tapi pasti—enggan terlihat panik—Luna menyimpan benda yang dipegang ke dalam kantong celana.
“Hey, jarimu berdarah?” Jane mendekat, kemudian meraih ibu jari Luna.
“Oh? Ini karena tergores pisau saat makan siang.” Luna melirik pengait pintu. Ternyata ia lupa menguncinya. “Kau sedang apa? Di mana Ruby?”
“Kami baru selesai mencuci piring dan ingin ke kamar Glenn. Tapi aku ingin ke toilet dulu,” balas Jane. “Lukamu kuobati, ya?”
Luna menggeleng. “Hanya luka kecil.”
“Luna, aku menemukan sesuatu yang aneh di kulkas.”
“Maksudmu plastik hitam? Kau tak memindahkan atau membukanya kan, Jane?” spontan Luna.
“Tidak. Itu milikmu?”
“Milik kami.”
“Para petingi?” Alis Jane tertaut.
Luna menyuruh Jane mendekat. Ia membisikkan beberapa kalimat ke telinga Jane. Segera, rasa penasaran Jane memudar.
“Jangan beri tahu siapapun, okay?”
Jane mengangguk.
“Pergilah ke kamar Glenn dan selesaikan urusan kalian. Ingat, waktu kalian hanya sampai jam 3.”
...***...
20 April—Pukul 14.01
Alice white, asisten walikota. Dia adalah tamu undangan spesial Glenn dan kawan-kawan. Jelas, sebab dia yang paling mengenal seluk beluk Chaderia. Alice bahkan juga merupakan asisten walikota sebelumnya, Wales Carter.
Sejujurnya Alice ragu semenjak kejadian anak-anak ini tertangkap mencuri senjata. Namun bicara terus terang, Alice merasa tak begitu berguna ketika semua ini terjadi. Ia tak banyak memberikan kontribusi apa pun sebagai seorang asisten walikota.
Alice, Glenn, Jane, dan Ruby menuju perpustakaan. Besar dan berisi banyak buku, layaknya perpustakaan rumah walikota.
“Kita harus mulai dari mana?” Glenn menggaruk tengkuk. Diperkirakan ada sampai 1000 buku di sini.
“Delapan ratus enam puluh tiga.” Alice memaparkan detail jumlah buku. Ia menunjuk satu rak. “Bagian itu merupakan arsip militer. Barang kali kita bisa menemukan yang kalian inginkan.”
Rak yang berdiri di sudut ruangan, agak kusam dan kotor. Bukan, bukan karena tidak dibersihkan. Tapi arsip-arsip itu memang sudah sangat lama. Mungkin saja seusia dengan Chaderia.
Glenn meraih satu buku. Pembangunan Menara Jam.
“Wow…” Akibat jarang masuk perpustakaan, Glenn baru tahu ada buku seperti ini. Mengintip isi buku sekilas, ternyata Menara jam dibangun untuk memperingati kota Chaderia saat berusia 50 tahun. Itu artinya Menara jam sudah berusia 80 tahun.
Glenn menaruh buku ke tempat semula, lantaran bukan itu yang dicari. Kemudian bola matanya menjelajah kembali. Namun, benak Glenn merasakan sesuatu yang janggal. Dokumen terkait Menara jam, mengapa ada di bagian arsip militer?
"Perjanjian Chaderia dengan Angkatan militer?” Dua alis Ruby menukik. “Aku baru tahu Chaderia bekerja sama dengan militer.”
Jane dan Glenn merapat. Glenn juga baru tahu, sementara Jane sudah tahu dari Jasper.
“Itu sudah sangat lama,” ujar Alice.
“Kapan?” tanya Jane.
“Saat Chaderia berusia 10 tahun. Menara jam adalah pemberian dari Angkatan militer.”
Pernyataan Alice menjawab kebingungan Glenn, serta pertanyaan Jane mengenai mengapa banyak senjata api di Menara jam.
Jane meminjam buku dari Ruby. Membaca poin-poin penting, Jane menyimpulkan bahwa Angkatan militer menawarkan keamanan untuk Chaderia bila Chaderia bersedia menjadi tempat pelatihan militer.
Tentunya bukan di tengah penduduk, tetapi di area hutan yang masih merupakan bagian Chaderia.
“Lalu, kenapa sekarang tidak lagi?”
Pertanyaan Jane membuat Alice gelagapan. Seperti panik sendiri. Lekas, Alice mengambil buku di tangan Jane.
“Itu tidak penting. Sekarang, kita temukan buku pembuatan senjata.”
...***...
20 April—Pukul 15.23
Saat ini, warga sipil yang tersisa berada di ruang tamu. Sampai hari berikutnya, tak ada yang boleh meninggalkan ruangan. Komplotan remaja duduk di dekat jendela.
“Kira-kira, kapan Stewart dibebaskan, ya?” Glenn menopang dagu.
“Ibuku bilang besok.”
“Lama sekali…. Kenapa tidak malam ini saja….” Glenn merasa kesepian.
Oh iya! Bicara mengenai hasil dari perpustakaan, mereka sadar ternyata merakit pistol tidak semudah itu. Selain membutuhkan beragam bahan kimia, diperlukan juga keahlian khusus.
Memang benar. Ide bodoh, persis perkataan Jane.
Namun, mereka menemukan satu ide baru. Kali ini, otak Glenn sungguhan harus dipuji. Ide tersebut jauh lebih masuk akal dibanding ide Glenn yang lain.
Di waktu yang sama di lain tempat.
“Bagaimana, Sam?”
Sam mengangguk menanggapi pertanyaan Jasper. Di lantai, Austin memiloks kain putih. Pandangan busuk ini untukmu!
“Wesley, tolong ikat kain ini di rooftop. Lalu kau dan Austin mengawasi di sana. Sisanya berkumpul di ruang tamu. Pastikan tak seorang pun meninggalkan ruangan,” perintah Jasper.
“Sam, malam ini giliran kau yang berjaga.”
“Ya, tapi….” Wajah pria itu sedikit muram.
“Apa?” tanya Jasper.
“Tapi apa, Sam?” ulang Luna kala Sam tak kunjung menjawab.
“Tapi aku butuh kopi sebagai teman.” Sam menyengir, senang sebab berhasil mengerjai mereka.
Luna memukul lengan Sam. “Kau bisa saja.” Ia turut tersenyum.
“Nanti kuminta Sandra membuatkan kopi spesial untukmu, nak.” Wesley menepuk pundak Sam.
“Asik! Jangan ingkari perkataanmu, ya?”
“Memangnya pernah?” Wesley mengambil kain putih yang selesai ditulis Austin. Kemudian ia naik ke rooftop sesuai komando Jasper.
...***...
20 April—Pukul 17.30
Teng… teng… teng…
Bertepatan dengan bunyi Menara jam, Austin melihat sesuatu melalui teropong.
“Pak tua, tanyakan apakah semua orang baik-baik saja?”
Wesley menekan push to talk. “Luna, semua baik-baik saja?”
“Iya, tidak ada yang menghilang,” balas Luna.
“Apakah ini berarti kita berhasil?”
Wesley memandang Austin, sementara pria itu terdiam sesaat. Merasa buncah, Wesley mengambil teropong dan menyorot ke arah Menara jam.
Selamat! Bawakan pandanganku kemari saat bunyi lonceng berikutnya.
Senyum Wesley merekah. Dilihatnya Austin, dan sekarang barulah nampak ekspresi senang si pria dingin. Kendati hanya tarikan kecil di sudut bibir.
“Beri tahu mereka.” Wesley mengulurkan walkie talkie.
“Kau saja,” tolak Austin.
“Ayolah, sesekali kau harus membawakan kabar bahagia.”
Mendengus, Austin mengambil walkie talkie sedikit kasar. “Ya, kita berhasil.”
...***...
20 April—Pukul 18.00
Pandangan berarti mata. Bagaimana cara mencoba pandangan lain?
Dengan mencongkel pandangan milik individu lain. Beruntung dia tidak meminta spesifikasi khusus yang menyatakan pandangan harus milik manusia.
Pistol listrik. Pagi itu, Jasper menembakkannya ke musang liar. Suara pistol listrik tidak terlalu berisik. Kemudian Austin mengendap keluar mengambil musang.
Sam membedah sebelah mata musang. Ditaruh di sebuah toples, lalu dimasukkan ke kulkas untuk menjaga suhu mata agar tidak busuk. Toples dibungkus plastik hitam. Dan itulah yang ditemukan oleh Jane dan Ruby kemarin.
Sebatang emas murni, isi di dalam koper yang Jasper bawa kembali. Tentu dengan surat selanjutnya.
Ada milikmu yang lebih tinggi dari tinggimu sendiri. Serahkan setengahnya padaku dalam waktu 10 jam. Bila berhasil, kau akan dapat apapun yang kau inginkan.
Mereka sadar. Semakin lama, waktu yang diberikan semakin sedikit. Jarak dari satu misi ke misi lain pun semakin cepat. Mereka betul-betul harus bergerak lebih cepat.
Jasper duduk menyilang kaki di sofa kamar. Sebelah tangannya memegang gelas wine. Menyeruput sedikit demi sedikit sembari pikirannya terus membayangkan resiko akan aksi yang akan mereka rampungkan malam ini.
Tok… tok… tok…
“Masuk,” ujar Jasper.
“Hey?” Jasper mengamati Luna yang mendekat dan duduk di sampingnya. “Mau minum?”
“Tolong gelasnya, pak.”
Jasper tersenyum kecil. Ia beranjak untuk mengambilkan gelas. “Ini gelasmu, nyonya.”
“Terima kasih.” Luna ikut tersenyum.
Jasper menuangkan wine ke gelas Luna, kemudian duduk kembali. “Ada apa?”
“Hanya ingin mengucapkan terima kasih.”
“Untuk?”
“Kerja kerasmu.” Luna memajukan gelasnya. “Untuk kerja keras walikota.”
Jasper memajukan gelasnya pun, hingga kedua gelas menimbulkan bunyi bersulang. “Untuk kerja keras kita.”
Keduanya minum bersama.
“Ahh… Sudah lama aku tidak menikmati sensasi ini,” ucap Luna. “Padahal kita baru terjebak empat hari.”
“Semua akan terasa berharga ketika kau kehilangannya.” Jasper kembali menyilang kaki.
“Kau tampak kelelahan," ucap Luna.
“Sepertimu?"
Luna mendesis, bisa saja Jasper membalikkan ucapannya. Pandangan Luna jatuh ke lemari kaca di samping kursi kebangsaan Jasper. Enam alat pancing berdiri di dalam. Salah satunya berwarna hitam dengan ujung kail berwarna biru.
Jasper menyadari penyebab perubahan mimik wajah Luna. “Hampir lima belas tahun aku tak pernah memancing lagi. Lebih tepatnya setelah kepergian Darren.”
“Setelah masalah ini selesai, hal pertama yang akan kulakukan adalah pergi memancing,” sambung Jasper. “Bagaimana denganmu, Luna?”
“Berziarah ke makamnya bersama Ruby.”
“Ya, Darren pasti senang akan kehadiran kalian berdua nanti.”
Luna menarik satu napas panjang. “Entah mengapa aku teringat Wales dan Dabbie. Mereka banyak membantuku setelah kepergian Darren. Bahkan sampai kehilangan nyawa.”
Atmosfer mendadak larat. Perbincangan ini menyeret mereka kembali ke masa lalu yang begitu kelam. Terkadang semesta memang tidak adil, merenggut orang-orang baik terlebih dahulu dan membiarkan dunia dikuasai orang-orang jahat.
“Dulu Wales juga sering memancing bersama kami. Siapa sangka dia pulang dengan tangan kosong?” Jasper tertawa, membuat Luna juga tertawa.
“Benar, aku ingat. Wales memang hebat dalam segala hal, tapi tidak dengan memancing,” ucap Luna. “Pernah suatu hari Dabbie sangat ingin memakan ikan segar, tetapi Wales tidak mendapatkannya. Akhirnya kuberikan setengah hasil pancingan Darren padanya.”
“Lalu Wales membohongiku kalau itu hasil tangkapannya,” imbuh Jasper.
“Kemudian kalian berdebat dan berujung Wesley menengahi.”
Jasper tertawa. Ia selalu merindukan perdebatan konyol bersama Wales yang kini hanya bisa dikenang tanpa diulang
“Oh, iya. Anak-anak terus menanyakan Stewart. Apa sebaiknya kita sudahi hukumannya saja? Kurasa dia memang tidak bersalah,” ucap Luna.
“Dia bersalah untuk kasus menyelinap dan mencuri. Jadi, biarkan dia sampai benar-benar kapok. Besok pagi baru kita sudahi.”
“Baiklah.” Minuman Luna telah habis, ia bangkit. “Sebentar lagi kita akan merampungkan rencana, aku ingin bersiap. Kau juga, Jasper.”
Jasper mengangguk, lantas Luna keluar dari kamarnya.
To be Continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments